Wildan Rahmatullah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bukan Zaman Musyawarah Mufakat (Lagi)

Sebagai guru kelas, akrab rasanya dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang membahas tentang Musyawarah Mufakat. Musyawarah Mufakat adalah suatu hal yang sering kita temukan di mata pelajaran tersebut. Musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah-istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kewajiban musyawarah hanya untuk urusan keduniawian. Jadi musyawarah adalah suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian.(https://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah). Musyawarah yang telah menghasilkan suatu keputusan yang telah dimufakati wajib dilaksanakan oleh semua pihak. Walaupun nantinya ada satu pihak yang kurang setuju, tetapi karena ini adalah hasil musyawarah maka mereka punya kewajiban mendukung secara penuh keputusan tersebut.

Apakah musyawarah mufakat masih dilaksanakan di zaman modern ini ?

Jika melihat trend yang sedang terjadi akhir-akhir ini, terutama di media sosial atau jejaring sosial. Musyawarah mufakat sepertinya sudah bukan zaman nya lagi. Keputusan bersama yang telah ditetapkan baik itu melalui musyawarah mufakat, aklamasi, dan voting hanya mampu dilaksanakan oleh sebelah pihak. Sebagai contoh pemilu presiden yang telah lalu tetapi masih dapat dirasakan hangatnya sampai sekarang. Bagi para pendukung akan membela “mati-matian” sedangkan di lain pihak akan terus meluncurkan jurus mencari – cari kesalahan walaupun kadang dengan menyebarkan berita “hoax“. Terbaru pemilihan DKI 1 yang belum lama selesai dan telah terpilih pasangan Gubernur baru. Kebijakan apapun yang dilakukan oleh pasangan pemimpin baru itu akan dianggap tidak pas selalu ada yang mengkritik atau bahasa gaulnya selalu”nyinyir“. Seharusnya dengan adanya pemimpin baru kita semua harus memberi dukungan penuh dengan tak lupa mengingatkan apabila pemimpin kita melakukan kesalahan. Toh, belum tentu kita sanggup menjadi seperti mereka. Biarlah pemimpin kita menjalankan amanah yang sedang diemban dengan tenang niscaya yang akan diuntungkan kita juga sebagai rakyat.

Dari dua contoh di atas musyawarah mufakat sepertinya sudah mulai terkikis dari jiwa kita. Musyawarah mufakat seakan-akan sudah ketinggalan zaman. Sebagai guru, marilah kita senantiasa memupuk musyawarah mufakat yang telah di laksanakan sejak zaman kemerdekaan oleh para pahlawan Indonesia. Hal yang paling mudah kita laksankan tentu saja dengan menerapkan benar pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bukan hanya teori tapi aplikasikan di kehidupan sehari-hari, sehingga musyawarah mufakat itu akan terus ada di jiwa penerus bangsa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Setuju pak, hal lain yang perlu dikembangkan dilembaga pendidikan masih banyak, seperti kejujuran, Setiakawan, gotong royong, kemandirian, dan lain lain

03 Nov
Balas

Setuju pak, hal lain yang perlu dikembangkan dilembaga pendidikan masih banyak, seperti kejujuran, Setiakawan, gotong royong, kemandirian, dan lain lain

03 Nov
Balas



search

New Post