Wildan Rahmatullah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Pendidikan, Kejujuran dan Gelimang Kebanggaan

Bukan sebuah rahasia umum lagi jika bumi kita semakin tua. Kerapuhan, kepunahan dan kehancuran alam sedikit demi sedikit terjadi dan pasti terus berlanjut. Kejadian aneh dan tergolong langka mengiringi langkah bumi yang beranjak dari masa mudanya. Setali tiga uang, umur masyarakat bumipun berbanding lurus dengan kenyataan tersebut. Jika ditarik benang merah ternyata bumi dan manusia bumi mempunyai hubungan yang senada.

Apabila kita cermati kejadian akhir-akhir ini, sepertinya manusia-manusia bumi sudah mulai kehilangan jiwa manusianya. Banyaknya kekerasan yang dipertontonkan semakin membuktikan hal tersebut. Di Indonesia sendiri hampir tiada berbeda. Banyak manusia Indonesia sudah lupa bagaimana cara mengisi kemerdekaan. Para pejabat telah sibuk dengan urusan duniawinya sedangkan masyarakat kalangan bawah sudah terlanjur apatis dan tidak percaya lagi dengan pejabat-pejabat tinggi kita yang semakin lama semakin tidak bisa diteladani. Akibatnya jurang pemisah dan kesenjangan social semakin menjadi-jadi. Sebenarnya ada sebuah cara untuk memutuskan mata rantai kecenderungan tersebut. Hal yang mulia ini jika kita terapkan secara benar dapat membuat bangsa Indonesia tuntas dari segala hal seperti kemerosotan ekonomi dan yang paling penting adalah kemerosotan mental dan karakter bangsa Indonesia. Hal yang terakhir disebutkan adalah kunci dari kelangsungan bangsa Indonesia sendiri. Hal yang mulia ini dikenal dengan nama pendidikan. Pendidikan, dari kata dasarnya saja mempunyai makna yang luar biasa. Harapan dari sebuah kata ini alangkah besarnya. Demi pendidikan, pemerintah rela menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Sayang beribu sayang dana yang besar tersebut seperti menguap begitu saja. Menghilang tanpa meninggalkan bekas. Sepertinya selama ini pendidikan di Indonesia masih jalan ditempat, bahkan semakin jauh ditinggalkan oleh negara tetangga yang lain. Upaya pemerintah untuk memajukan pendidikan sangatlah ketara. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai kebijkan yang membuat pendidikan ibarat emas. Emas tersebut harus dipoles terus menerus agar benar-benar menjadi emas. Sayangnya hal yang diharapkan pemerintah masih jauh dari kata berhasil. Perjalanan pendidikan Indonesia mengalami berbagai kendala dan melewati jalan yang amat terjal. Banyak lika-liku masalah yang rumit nan sulit dipecahkan mengiringi perjalanan pendidikan Indonesia. Sebagai contoh permasalahan pendidikan yang akhir-akhir ini menghangat adalah UN (Ujian Nasional). Pro dan kontra selalu mengikuti pelaksanaan Ujian Nasional baik di tingkat dasar maupun menengah. Pro karena menganggap UN dapat menjadi standar atau parameter kemampuan siswa. Kontra karena menganggap UN sangat memberatkan siswa dan orang tuanya. Ujian Nasional dianggap dapat menimbulkan stress pada siswa karena terlampau diforsir untuk mendapatkan nilai yang memuaskan dan tentu saja agar mendapatkan predikat lulus untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Terlepas dari semua hal tersebut pihak sekolahpun tidak tinggal diam. Mereka berlomba-lomba mendapatkan rangking Ujian Nasional yang tinggi diantara peserta sekolah yang lain. Kepala sekolah berserta guru mengeluarkan berbagai jurus jitu agar siswanya mendapatkan nilai tinggi. Tidak jarang jurus yang dikleuarkan masih jauh dengan makna kata kejujuran. Demi gemilang kebanggan kadang kita harus menggadaikan kejujuran, manusiawi memang. Tapi untuk saat ini hal yang dulunya dianggap tidak baik bahkan tabu menjadi hal yang wajar, manusiawi dan betapa mudah untuk dilakukan. Jika kita melakukan hal yang baik akan dicerca sebaliknya hal yang buruk berubah menjadi biasa. Sangat tipis sekali dan sulit untuk membedakan antara hal yang baik dan tidak baik. Sebagai manusia Indonesia yang normal pasti menginginkan semua hal yang baik untuk negaranya. Maka dari itu kita selaku manusia Indonesia yang bertugas sebagai pendidik dan pengajar harus kembali merendah, kembali belajar tentang makna dari kejujuran. Sehingga kata-kata tersebut dapat menjadi penopang dan pegangan yang kokoh dalam mengarungi profesi sebagai guru. Kita harus bisa merasakan kembali perasaan malu jika berdusta, malu jika berbohong dan tentu saja malu apabila melakukan hal yang curang. Kita jadikan sekolah menjadi tempat dimana anak-anak menemukan kejujuran, kesederhanaan. Di sana anak-anak belajar tentang kejujuran, belajar tentang etika dan moral, belajar menjadi dirinya, belajar saling mengasihi, belajar saling membagi. Di sana anak-anak memperoleh perlindungan dari penipuan, kebohongan, kedustaan, di sana mereka belajar tentang demokrasi, kejujuran, kebebasan berbependapat, cinta kasih. Pokoknya sekolah adalah tempat memanusiakan manusia yang berkarakter mulia dan berbudi luhur, (cakslamet, 2012). Alangkah indahnya jika kita bisa menanamkan segala hal tersebut, menyebar bagaikan akar serabut yang kuat. Tangkai dan rantingnya akan merambat kepada siswa-siswi kita. Mengajarkan, menularkan kejujuran ke hati sanubari. Sehingga dapat digunakan menjadi tameng dan filter untuk menghadapi dunia yang semakin manusiawi dan menjadi pedang untuk mematahkan segala bentuk perbuatan yang dapat mengotori makna dari kejujuran. Dan tentu saja agar tidak dapat merasakan gelimang kebanggan tanpa kejujuran.

Artikel kelasbaru.com tahun 2013.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salah satu tugas kita menanamkan pendidikan karakter, abot tapi harus.

03 Nov
Balas

Wkwkw mpun aktif Malih Bu

03 Nov
Balas



search

New Post