kembang sri rezeki

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Stop Bullying

Gadis kecil itu pulang dalam keadaan menangis. Hari ini buku-buku tulisnya yang masih baru telah penuh dengan tulisan terutama dibagian depan. Bukan catatan tentang pelajaran, tp tentang kata-kata yang sebagian besar tak dimengertinya. Berbeda bentuk guratan pena dan warna . Itu menunjukkan bahwa kreasi tangan yg membuat lebih dari dua orang. Sungguh untuk mencari tau bukanlah mudah. Hari selanjutnya, sigadis mungil itu masih juga menangis. Kali ini bukan cuma buku-bukunya yang mengalami coretan. Tapi sudah mewabah kebangku dan meja tempat teraman dimana ia merasa tak harus kemana-mana jika sudah sampai disekolah. Namun kini, areal itupun sudah terjamah. Pada siapa mau bertanya dan meminta bela ?

Hari berikutnya menjadi bukan hal mudah. Kalau tadinya cuma wilayah kelas yang mencoba memberi perhatian akan kehadirannya. Kini kelas lain juga ikut meramaikan. Tanpa diundang, halaman dan lorong-lorong kelas telah menjadi teropong yang berpusat pada dirinya. Satu-satu suara menyapa dalam bahasa yang tak begitu dipahami. Lambat laun terdengar sumbang bahkan terasa meremehkan. Masih dalam kebingungan pada hal baru, yang bisa dilakukan hanya membiarkan. Cuma itu satu-satunya refleksi ketakberdayaan, dengan harapan ada perubahan. Walau akhirnya air mata juga tetap tumpah di ujung penutup sekolah.Terasa berat buat pergi di pagi hari, karena kini gadis kecil itu bukan saja mendapati umpatan lewat tulisan tapi juga lewat pendengaran bahkan tatapan. Namanya yang terdengar tak biasa. Lalu bahasanya yang terkesan formal, bahkan mungkin semuanya menjadi aneh dan sumber ledekan.Dalam diam semua terbalaskan. Hanya buliran air mata yang mampu ia bawa pulang dari sekolah nyaris seminggu lamanya. Saat mengadu pada ibu tentang sekolahnya yang baru, ibu menjawab dengan santai," mosok anak kota kalah sama anak kebon. balaslah." Demikian ungkap ibu dalam logat jawa.Seperti menemukan kekuatan gadis kecil yang suka berkepang dua itu kini bersenjata. Yah, jalan satu-satunya keluar dari dilema ini adalah membalas. Itu yang tertanam dikepala. Bagaimana ? Entahlah, belum terfikir olehnya. Namun kata-kata itu seperti peluru. Dan kalian tau, peluru tinggal mencari sasaran saja. Dimana, kapan, siapa ?? Tak ada yang tau.Akhirnya disuatu siang yang panas, saat beberapa anak mengusilinnya hingga batas sabarpun lenyap. Dalam kesal dan bingung si gadis kecil itu cuma bisa berlari mengejar. Gerombolan anak yg kebayakan lelaki dengan wajah penuh kemenangan sebab merasa tak mungkin mampu dikejar. Namun gadis itu seolah tak habis akal, refleks dipungutnya sebuah benda disekitar yang bisa ia pegang, lalu ia lontarkan sejauh tenaga yang tersisa dari amarah menuju kedepan.Tuiiiiing. Batu itupun melayang diudara, hingga hinggap dikepala salah satu dari mereka. Entah bagaimana bunyinya, tak terdengar pula. Hanya mata nanar gadis itu, melihat adegan. Sosok-sosok yang mentertawai tadi tiba-tiba terdiam. Salah satu dari mereka roboh, sambil menjerit kesakitan.Lalu sepi, tak ada suara lagi.Beberapa jam kemudian, disore nan cerah. Seorang gadis kecil berkepang dua, melenggang keluar dari sebuah rumah. Bersama dengan seorang ibu berpegangan tangan menyusuri jalan, wajah gadis itu tampak lebih sumringah dari biasa. Bukan ia menyesal membuat luka, namun apa yang seharusnya ia lakukan telah ditunaikan. Menerima konsekuensi dari semua yang terjadi, lalu belajar untuk lebih tegar buat hari esok yang mungkin akan dihadapi. Tapi diluar dugaan, ternyata hari kemarin menjadi akhir dari cerita tumpahnya air mata. Untuk pertama kali buatnya menjadi murid baru disekolah itu, pulang dengan senyuman. Peristiwa itu terjadi 32th yg lalu. Begitu membekas buatku, sebab akulah sigadis kecil itu.Siapa bilang kejadian itu tak berulang ? Sebagai anak baru, siswa harus berjuang melakukan adaptasi diri. Sering tak mudah jika orang tua lupa membekali. Bagaimana keadaan lingkungan baru yang akan dihadapi.

Bagiku dan keluarga yang sering berpindah-pindah tempat tinggal. Dibutuhkan sosialisasi keadaan, agar anak punya gambaran. Tentang tempat dan lingkungan dimana mereka akan menetap. Bersyukur bahwa selama ini, peristiwa yang ku alami tidak berulang. Selain karena anak-anakku telah diberi pengertian. Mencari sekolah yang kondusif bagi pendidikan, dimana berjalannya komunikasi sekolah dan rumah dengan lancar. Orang tua dan guru terbuka dengan berbagai masalah.

Hal ini menjadi salah satu cara, mengurangi kasus bullying di sekolah. Karena pada kenyataannya berdasarkan penelitian, 75% peristiwa bullying ada dan terjadi di dunia pendidikan/sekolah. Stop bullying !!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus, perbaiki typo. Coba dijadikan cerita series di tab cerpen.

21 Nov
Balas

makasih pak @Agus Riyanto

21 Nov
Balas



search

New Post