Kenti Sundari

Saya lahir di Tawangmangu Kabupaten karanganyar Porpinsi Jawa Tengah Saya mengajar di SMP di Jakarta Barat mulai 1 November 2000 Sebelumnya saya mengajar di

Selengkapnya
Navigasi Web

SAYA, MBAH KAKUNG DAN MBAH PUTRI-2(Tantangan hari ke -23)

Mbah Kakung punya banyak pohon cengkih, tomat dan jeruk keprok. Setiap panen cengkih sayapun tak mau ketinggalan, mulai dari ikut memetik dari pohon, memetik bunga setelah dipanen, kadang-kadang sampai menjualnya ke pasar kalau tidak banyak. Saya bertugas menggendongnya ke tempat Bu Sular, pembeli cengkih-cengkih dari petani. Tapi kalau banyak, biasanya Lik Sri atau mbah Putri yang menjualnya. Batang dan cengkihnya, semuanya laku dijual. Pada waktu libur biasanya pas puasa, banyak keluarga yang menginap, antara lain keluarga Bude Marti dari Palur, Keluarga Bude Tarwi dari Jember. Berkumpul di Tawangmangu, dan setelah sahur kesibukan kami memetik bunga cengkih yang dipanen kemarin sore. Memisahkan tangkai bunga dan bunganya. Setelah selesai, kami melanjutnya memetik cengkih di pohonnya. Tapi sebenarnya bukan membantu, melainkan kami masing-masing memungut cengkih yang jatuh ke tanah, setelah dikumpulkan kadang dapat masing-masing segelas, lalu kami beramai-ramai menjualnya, waktu itu sedang mahal segelas basah 800 rupiah, dan itu untuk membeli kembang api. Kami baru tahu waktu itu kemban api tetes ketika Mas Wiwin sekeluarga dari Jember datang, juga kembang api air mancur, yang harganya lebih mahal.

Tomat tanaman Mbah kakung sebutannya tomat mawar, jadi buahnya besar dan berlekuk-lekuk, mungkin hanya 2 buah/kg. Kami sangat senang kalau ada yang matang berebut memetic yang sudah merah untuk dijual sama Mbah Putri esok hari, tapi yang Sudha terlalu matang biasanya dimasak senidir atau kami buat air tomat, dicampur dengan gula pasir dan santan. Sangat berkesan dalam kehiudpan saya, sampai sekarang saya belum menemukan pohon tomat jenis itu, padahal pengin menanamnya. Akhirnya saya menanam tomat kecil saja. Pohon nanas juga ada di kebun Mbah Kakung meskipun hanya satu baris.. Kami tidak pernah membeli, hanya menunggu buah yang matang saja dan memetiknya. Saya cukup minta saja kalau pengin makan, Biasanya Mbah Kakung menyimpan nanas supaya cepat matang di dalam lumpang.

Kebiasaan saya setiap hari pulang sekolah, selesai makan, menengok mbah putri (sebenarnya hanya alasan saja sih). Karena biasanya sepulang dari pasar berjualan sirih, mbah putri membelikan kami jajan dengan bungkusan kecil-kecil, tetapi rasanya enak. Kadang getuk dari singkong yang dicampur gula merah sampai liat terus dikasih juruh(air gula merah yang pekat), atau getuk mawur dan warnanya masih putih bercampur hancuran gula merah, jadi sedikit kecoklatan, aduh masih ngiler kalau ingat. Ada juga getuk yang lengket berwarna putih, tapi tanpa gula, dimakannya pakai blondo (residu dari kelapa yang dibuat minyak). Kadang Mbah Putri juga membelikan kami ketan bubuk kedelai atau ketan pakai sambal pecel, di tempatnya mbok Sardi. Meskipun bungkusannya kecil, justru membuat kami ketagihan. Kadang-kadang juga grontol (jagung dikukus hingga pecah dan makannya ditaburi kelapa tambah gula pasir). Atau capjae tepung campur bakmi . wah, semuanya itu sekarang masih menjadi menu favoritku setiap pulang kampung.

Ketika Mbah Kakung sakit akibat jatuh ke septiktank yang penutupnya kecebur, saya dna ibu menjaganya selama satu bulan. Mbah Kakung tidak bisa bangun, sehingga dari dada sampai pinggang harus diberi gips. Karena saya kuliah di depan Rumah Sakit Orthopaedi Surakarta, setiap pulang sayalah yang menjaga Mbah Kakung. Untung saja tempat tidurnya bisa didorong masuk ke kamar mandi, sehingga ketika membuang hajat, saya atau ibu lebih mudah dan lebih nyaman mengerjakannya. Mungkin tidak semua cucu Mbah Kakung dan Mbah Putri mendapatkan kesempatan seperti saya, saya sangat bersyukur bisa membantu merawat, karena memang kosan juga dekat dengan rumah sakit. Setiap hari saya mengelupasi kulit kakinya yang sudah kapalan tebal, karena selama di rumahsakit diberi salep untuk mengelupas kapalannya. Namanya juga petani, sering tidak pakai sendal, jadi sangat tebal. Dan sangat puas bisa mengelupasinya. Kadang sama Lik Sri juga kalau sedang gantian sama ibu menjaga Mbah Kakung. Sementara untuk biaya perawatan, ibu berkomunikasi dengan bude dan pakde yang lebih ada keuangannya, sedangkan kami mengurus kesehariannya di rumahsakit. Ketika sebulan dirawat sudah mulai bisa berjalan meskipun dengan penyangga. Sudah boleh pulang dengan perawatan terapi di rumah, kami memanggil perawat fisioterapi yang tidak terlalu jauh dari rumah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga bah Kakung, dan bah putrinya sehat selalu, sukses dan semangat ya bu

20 Jan
Balas

Semua tinggal kenangan bu, sudah meninggal semua, makanya supaya tidak lupa, saya tulis saja. terimakasih ya kunjungannya. boleh kasih masukan dong suoaya sy bisa menulis dengan baik

23 Jan
Balas



search

New Post