Matematika shodaqoh kadang sulit dicerna dengan logika. Gimana nggak, sepuluh dikurang satu hasilnya justru sembilanbelas, sepuluh dikurang dua hasilnya dua puluh delapan, sepuluh dikurang tiga hasilnya tigapuluh tujuh. Bagitu seterusnya, hingga kemudian sepuluh dikurang sepuluh hasilnya malah seratus.

Memang, ibarat jual beli yang keuntungannya berlipat, maka dalam prakteknya terdapat syarat dan ketentuan yang berlaku. Nah, sebagai manusia yang sifat manusiawinya melekat erat dalam keseharian, membuat kadang enggan untuk bersedekah. Padahal, ketika bukti matematika sedekah di atas diperlihatkan jelas di depan mata, barulah kita tersadar betapa membahagiakannya jika bersedekah…

Persisnya saya lupa, namun kejadian di awal-awal bulan Ramadhan itu masih membayang dalam ingatan. Seorang kenalan mengajak untuk mengadakan kegiatan Baksos Ramadhan dengan berbagi paket sembako. Hanya dengan senilai di sekitar enampuluh ribu rupiah per paket, seorang donatur sudah dapat membantu meringankan beban mereka yang membutuhkan. Demikian ajakan kenalan tersebut.

Awalnya saya enggan ikut berpartisipasi. Ditambah lagi dengan kondisi saldo tabungan yang tidak sampai pada angka 150.000,- Bisikan nafsu untuk meninggalkan urusan itu pun begitu menggebu diiringi pesan syetan tentang kesiagaan menghadapi permintaan belanja di rumah yang meningkat di bulan Ramadhan. Namun, bisikan lain juga turut menyemangati agar ikut berpatisipasi walau hanya dengan mendonasikan dana senilai satu paket sembako. Bisikan itu juga mengingatkan akan berkah Ramadhan bila kita memperbanyak amal dan sedekah. Apalagi, sebagai orang gajian, in syaa Allah tidak akan kekurangan sedikitpun dengan hanya menggelontorkan sekitar 50 – 60 ribu rupiah, meski kondisi saldo tabungan sedang ngepas-ngepasnya.

Setelah menimbang dan mengukur, maka dengan bismillahi tawakaltu ‘alAllah, sore itu (seingat saya menjelang ashar), saya transfer senilai satu paket sembako kepada kenalan tersebut dengan harapan bisa menjadi bagian kebaikan (berkah) bagi penerima, dan tentu saja bagi saya pribadi serta keluarga…

Malamnya, usai tarawih dan ngemil makanan ta’jil maghrib sebelumnya, saya tilawah untuk mengejar target yang telewat di siang harinya. Saking berusaha mengejar target yang terlewat, panggilan telepon yang masuk ke HP pun diabaikan. Usai tilawah, saya langsung melihat history panggilan yang masuk dan ternyata panggilan telepon tadi berasal dari atasan di kantor.

Khawatir ada yang penting, saya call balik sang atasan yang juga guru mengaji saya itu. Suara dari sana cukup jelas meminta saya datang ke kediamannya malam itu juga. Tanpa pikir panjang saya pun mengiyakan dan segera bergegas ke kediaman beliau meski saat itu sudah mendekati jam sepuluh malam. Singkat cerita, sesampai di depan rumahnya saya langsung disambut, “Ini ada bingkisan sembako, maaf ya harus ngambil sendiri, gak pa-pa kan?”

Saya termangu. Dalam perjalanan pulang tidak henti-hentinya mengucap hamdalah dan segala pujian lainnya untuk Allah. Bingkisan itu, saya tatap dengan lekat. Isinya saya perkirakan 3 – 4 atau bahkan 5 kali lipat dengan nilai yang saya transfer untuk paket donasi sembako sore itu…

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39)

” Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahman : 60-61)

Wallahu a’lam…

Waringinkurung, 11/05/2021