Khalid Wahyudin

Khalid Wahyudin hanya seorang guru sekolah gunung yang tengah berpacu dengan asa terindahnya. Sejak 2009 hingga kini, saat amanah sebagai abdi negara diterima...

Selengkapnya
Navigasi Web
Seikat Nahwu untuk Cinta

Seikat Nahwu untuk Cinta

Siapa pun bisa mendadak sangat puitis bak pujangga, kala mengungkapkan kata cinta. Tak peduli siapa. Hanya saja, cara mengungkapkannya mungkin berbeda. Tergantung latar belakang dan nilai rasa. Dalam surat sederhana di atas kertas biasa tanpa hiasan bunga dan wewangian, seorang santri menuliskan surat cintanya.

Adinda, cinta datang karena izin-Nya. Ia yang awalnya Majhul menjadi Ma’rifat, di hatiku dan hatimu. Seperti Fi’il dan Fa’il, kita adalah sepasang kekasih. Tak sempurna Fi’il tanpa Fa’il. Tak berdaya Fa’il tanpa Fi’il. Seperti cinta kita berdua yang saling melengkapi. Tanpa dirimu, aku seperti Isim Mufrod yang menyepi sendiri tanpa kekasih. Sayang, cinta ini begitu suci, seperti kalimat tanpa illat.

Namun maafkan aku, jika tak pandai menuliskan bait-bait cinta untukmu. Aku bukanlah Ibnu Malik yang pandai meramu seribu bait nahwu dengan cinta. Atau sepiawai Ibnu Aqil yang mencatat syarahnya dengan sempurna. Aku juga bukanlah Imam Shonhaji yang ikhlas setulus cinta menulis kitab Al Ajrumiyyah, sehingga air laut pun tak dapat melunturkan tintanya.

Adinda, kita seperti pasangan Mubtada’ dan Khobar. Aku tak berarti tanpamu. Kau pun tak biasa tanpaku. Kau selalu ada untukku. Aku pun selalu ada untukmu. Kita pasangan yang tak dapat terpisahkan. Di mana ada kamu, di situ ada aku. Kenapa? Karena, kita adalah kalam yang sempurna. Adinda, aku pastikan cintaku padamu selalu Mubtada’. Kaulah yang pertama dan terutama bagiku.

Cintaku ini Mabni, penuh keyakinan dan tak tergoyahkan. Tak akan ada satu Illat pun yang bakal dapat merusaknya. Cintaku bukanlah cinta Mu’rab, berubah-ubah tak keruan. Satu waktu begitu, lain hari begini. Karena itu, yakinlah kau padaku. Cintaku seperti isim Ma’rifat yang tak akan khianat. Seperti I’rab Jazm yang penuh kepastian tanpa keraguan. Namun, jika kau masih ragu, aku dapat men”Taukid”nya, agar hilang semua keraguan itu di hatimu.

Seperti Mudhof Ilaih, aku adalah sandaran cintamu. Tempat kau menyandarkan kepala di bahuku, melepaskan segala kepenatan dan keletihan hidup. Kita seperti Jer Majrur yang selalu seiring sejalan dan bersama sepanjang masa. Dan, seperti Isim yang tak dibatasi oleh waktu, begitu pun cintaku padamu. (*)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasaaaa......lebih elok dari pada syair pujangga...dahsyaat....barakallah

25 Dec
Balas

Masyaallah, indahnya surat cinta ala nahwu. Semoga cintamu dan cintanya bagaikan Maf'ul muthlaq, tidak seperti Maf'ulum bih. Salam literasi dari Medan. Semoga sehat dan sukses selalu, pak guru. Barakallah.

25 Dec
Balas

Jazakillah, Bu Raihana Rasyid. Terima kasih apresiasi manisnya. Tabik!

25 Dec

Subhanallah, luar biasa, kakimat indah sebagsi pengungkap rasa cinta dibalut pengetahuan ilmu nahwu yang mumpuni. Cintamu yang indah seindah bait yang diungkapkan Ibnu Mali, yang tercukupi setelah seribu bait. Cinta yang selalu seiring dan sejalan tak terpisahkan, sesuai yang semestinya laksana kalimat وارفع بضم وانصبن فتحا واجرر كسرا كذكر الله عبده يسر واجزم بتسكين وغير ما ذكر ينوب نحو جاء ه بني نمر. Sukses selalu dan barakallah

26 Dec
Balas

Hanyalah sebutir debu di lautan pasir, saudariku. Jazakillah. Barakallah.

26 Dec

Terima kasih, Bu Marlupi. Baarakalllah!

25 Dec
Balas



search

New Post