Khalimatus Sa'diyah

Nama : Khalimatus Sa'diyah Alumnus IAIN Sunan Ampel tahun 1992 Alumnus Universitas Negeri Malang tahun 2009...

Selengkapnya
Navigasi Web
Analogi Inspiratif – Air dan Batu

Analogi Inspiratif – Air dan Batu

Upacara hari Senin adalah agenda sekolah yang dilaksanakan di awal pekan sebagai sarana untuk menanamkan sikap disiplin siswa. Melalui kegiatan ini, bapak dan ibu guru yang bertindak sebagai Pembina upacara, dapat menyampaikan motivasi, inspirasi, dan pesan moral maupun pesan religi. Petugas dan pembina upacara sudah direncanakan sejak awal tahun pelajaran. Sehingga siapapun yang akan mendapatkan jatah bertugas dalam upacara itu tinggal melihat jadwalnya. Kali ini petugasnya adalah siswa-siswi kelas XI- IPS 4, sedangkan pembinanya adalah bapak Arifin pengampu mata pelajaran PKN.

Sebagaimana biasanya, serangkaian kegiatan upacara dimulai dengan persiapan pasukan, penghormatan kepada pemimpin upacara, Pembina upacara memasuki tempat, penghormatan kepada Pembina upacara, laporan, pengibaran bendera merah putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya, mengheningkan cipta, pembacaan Pancasila, pembacaan pembukaan UUD 1945, ikrar pelajar, amanat Pembina upacara, menyanyikan lagu nasional, pembacaan do’a, laporan upacara selesai, penghormatan, dan pembubaran peserta upacara.

Pada saat menyampaikan amanat pembina upacara, bapak Arifin memulai dengan salam, puji syukur kehadirat Allah SWT, dan ucapan terima kasih serta appresiasi kepada semua petugas upacara yang telah melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Pak Arifin menyampaikan amanatnya dengan mengatakan: “Anak-anak yang kami banggakan, pada kesempatan ini, ijinkanlah bapak menyampaikan sekilas tentang air dan batu. Air adalah salah satu sumber kehidupan. Batu adalah benda padat yang mudah kita temukan di mana-mana. Air dan batu punya sifat yang berbeda. Air bersifat lembut, permukaannya selalu datar, fleksibel mengikuti bentuk wadahnya, selalu mengalir menuju tempat yang lebih rendah, dan meresap ke segala arah. Sedangkan batu, meskipun bermacam-macam jenisnya, mulai dari batu karang, batu kali, batu alam, batu mulia, dan batu permata, serta batu giok. Apapun jenis dan namanya, batu tetap memiliki kesamaan sifat yang melekat padanya adalah keras dan padat.”

Pak Arifin mengingatkan tentang suatu kisah anak batu. “Anak-anak yang kami banggakan, masih ingatkah kalian dengan kisah Ibnu Hajar? ya…. Ibnu Hajar atau anak batu itu bukan berarti anaknya batu atau anak yang terbuat dari batu. Ia adalah seorang anak yatim piatu, ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Di bawah asuhan kakak kandungnya, ia tumbuh menjadi remaja yang cerdas dan iffa (menjaga diri dari dosa) dan sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupannya serta memiliki kemandirian yang tinggi. Kisah beliau dengan batu yang ia jadikan sebagai awal motivasi dan keinginannya yang kuat untuk belajar. Kisah itu bermula ketika beliau masih belajar di sebuah madrasah, ia terkenal sebagai murid yang rajin namun ia selalu tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan sering lupa dengan pelajaran-pelajaran yang telah diajarkan oleh gurunya di sekolah yang membuatnya patah semangat dan frustasi.”

Karena putus asa, Ibnu Hajar meminta izin kepada gurunya untuk meninggalkan sekolahnya. Dengan kegundahan hati yang teramat dalam, Ibnu Hajar berjalan terus tanpa tahu tujuannya ke mana kakinya melangkah. Hujan pun turun dengan sangat lebatnya, kondisi ini mamaksa dirinya untuk berteduh didalam sebuah gua. Ketika berada didalam gua pandangannya tertuju pada sebuah tetesan air yang menetes sedikit demi sedikit jatuh melubangi sebuah batu, ia pun terkejut. Beliau pun berguman dalam hati, sungguh sebuah keajaiban. Bagaimana mungkin batu itu bisa terlubangi hanya dengan setetes air? Batu yang padat dan keras itu bisa menjadi berlubang oleh air yang lembut? Ia terus mengamati tetesan air itu dan mengambil sebuah kesimpulan bahwa batu itu berlubang karena tetesan air yang terus menerus.

Dari peristiwa itu, seketika ia tersadar bahwa betapapun kerasnya sesuatu jika ia diasah terus menerus, maka ia akan manjadi lunak. Batu yang keras saja bisa terlubangi oleh tetesan air apalagi kepala saya yang tidak menyerupai kerasnya batu. Jadi kepala saya pasti bisa menyerap segala pelajaran jika dibarengi dengan ketekunan, rajin, dan kesabaran. Sejak saat itu semangatnya pun kembali tumbuh lalu beliau kembali ke sekolahnya dan menemui gurunya. Ibnu Hajar menceritakan pristiwa yang baru saja ia alami. Melihat semangat tinggi yang terpancar dijiwa beliau, gurunya pun berkenan menerimanya kembali untuk menjadi murid di sekolah itu.

Sejak saat itu perubahan pun terjadi dalam diri Ibnu Hajar. Dengan ridho Allah SWT beliau menjadi murid yang tercerdas dan mampu melampaui teman-temannya yang telah manjadi para ulama besar dan ia pun tumbuh menjadi ulama tersohor dan memiliki banyak karangan dalam kitab-kitab yang terkenal dijaman kita sekarang ini. Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain. Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

“Anak-anak yang berbahagia, orang bisa mengukir di atas batu. Orang bisa menuliskan lambang dan simbol tertentu di atas batu guna menceritakan suatu peristiwa atau suatu kejadian yang legendaris. Tulisan-tulisan prasasti kuno yang sudah berratus-ratus tahun usianya, masih dapat kita baca pada saat ini, itu karena ditulis di atas batu. Bagaimana kalau di atas air? Ya… tentu saja orang tidak bisa menulis atau mengukir di atas air. Bayangkan, betapa sulitnya kita mengukir di atas air. Kita menuliskan satu huruf saja, pasti akan hilang dengan segera. Apalagi mengukir di atas air, tentu kita tidak mampu melakukannya.”

Di akhir amanatnya, pak Arifin menyampaikan pesan moral kepada anak-anak dengan mengatakan: “Anak-anak ku sekalian, ketahuilah, bahwa sebenarnya kita diperintahkan untuk mencari ilmu sepanjang hayat. Belajar di waktu kecil itu laksana mengukir di atas batu, dan belajar sesudah dewasa atau lanjut usia itu bagaikan mengukir di atas air. Sekeras apapun batu, kalau ditetesi air yang lembut saja masih bisa berlubang. Artinya, Sepadat apapun otak kita, jika terus diasah, InsyaAllah dengan kekuasaan-Nya bisa juga mencair, sehingga mudah untuk berfikir. Oleh karena itu semangat terus untuk belajar. Raih kesuksesan dunia dan akhirat. Dan terakhir, kalau anak-anak sudah jadi orang hebat, orang sukses, maka tetaplah seperti air yang tidak pernah sombong meskipun dibutuhkan oleh semua makhluk, tetap mengalir ke tempat yang lebih rendah, artinya tetap tawadhu’ kepada siapapun. Demikian yang bisa bapak sampaikan dalam kesempatan ini, kurang lebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan keridhoan Allah SWT tetap menjadi tujuan kita semua. Semoga bermanfaat. Aamiiin Allahumma Aamiiin.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post