Khalimatus Sa'diyah

Nama : Khalimatus Sa'diyah Alumnus IAIN Sunan Ampel tahun 1992 Alumnus Universitas Negeri Malang tahun 2009...

Selengkapnya
Navigasi Web
Analogi Inspiratif - Air dan Tinta

Analogi Inspiratif - Air dan Tinta

Kimia termasuk salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit bagi anak-anak SMA/MA. Di samping perlu critical thinking tingkat dewa, anak-anak dituntut untuk mampu menkonkretkan hal-hal yang abstrak. Itulah rupanya yang menjadikan guru kimia harus selalu memutar otak dalam menyajikan materinya agar anak-anak tidak gagal paham.

Sebelum bel berbunyi, ibu Arina sibuk menyiapkan semua peralatan dan bahan yang digunakan dalam praktikum di Lab Kimia. Anak-anakpun melihat kesibukan yang dilakukan ibu Arina. Salah satu anak perempuan ada yang menawarkan diri untuk membantu bu Arina. Hampir semua alat-alatnya terbuat dari kaca. Dengan hati-hati anak ini membantu menata alat-alat praktikum yang akan digunakan.

Bunyi bel 3 kali terdengar sebagai pertanda pelajaran berakhir dan mata pelajaran berikutnya segera dimulai. Ibu Arina masuk kelas XI-IPA 3. Keramahan ibu Arina tampak dari senyumnya yang khas. Dengan penuh kelembutan ibu inipun menyapa anak-anak seraya berucap salam. Serentak jawaban salam dari anak-anak terdengar kompak. Ibu Arina mengecek kehadiran siswa dan menyampaikan bahwa hari ini waktunya praktik, maka pembelajaran dilaksanakan di Lab. Kimia. Anak-anak dipersilahkan membawa buku catatan dan alat tulis yang diperlukan menuju ruang Laboratorium Kimia.

Di atas meja sudah ada 3 gelas berisi air bening. Di sebelah gelas ada beberapa botol tinta yang beraneka warna. Karena letaknya yang berada di tengah-tengah ruangan, maka siapapun yang masuk ruang Lab. Kimia itu, pasti langsung menatap 3 gelas yang berisi air bening tadi. Setelah anak-anak masuk semua, ibu Arina memberikan instruksi supaya anak-anak mengikuti pelajaran dengan seksama. Ibu Arina memanggil anak nomor urut absen 1 untuk maju dan meneteskan tinta ke dalam gelas No 1. Berikutnya meminta 5 orang siswa yakni nomor absen 2 sampai nomor 6 untuk maju dan meneteskan tinta pada gelas No 2. Dan terakhir, sisanya ada 21 siswa yang belum terpanggil namanya, secara bergantian untuk meneteskan tinta ke dalam gelas No 3.

Setelah semua anak meneteskan tinta ke dalam gelas yang berisi air bening tadi, bu Arina memperlihatkan masing-masing gelas sambil bertanya kepada anak-anak. “anak-anak, coba amati masing-masing gelas ini. Apa yang ingin kalian sampaikan tentang gelas-gelas ini?” Anak-anak langsung mengangkat tangannya untuk merespon pertanyaan bu Arina. Refa menyampaikan bahwa masing-masing gelas warnanya tidak sama. Gelas pertama agak bening, gelas kedua tampak keruh, dan gelas ketiga lebih keruh dan lebih kental. Beberapa anak mulai membuka-buka buku catatan tentang materi yang sudah diberikan. Safira, anak yang rajin dan jagonya kimia di kelas itu mencoba mengangkat tangan sambil berkata: “Tinta itu termasuk koloid jenis sol ya bu?” dengan nada dan gayanya yang ekspressif Safira menjelaskan bahwa sol itu adalah zat padat yang terdispersi ke dalam zat cair, benar kan bu....? Atau difusi sederhana yang terjadi pada peristiwa pelarutan tinta dalam air? tanya safira sambil menoleh ke arah bu Arina.

“Nah..., siapa lagi yang mau menyampaikan sesuatu tentang air dan tinta di dalam gelas ini?” tanya bu Arina. “Saya, bu” sahut Irwan. “Silahkan Irwan”. Terima kasih bu, begini bu, air itu kan tadinya bening, terus setelah ditetesi tinta warna hitam, ya warna airnya jadi hitam. Lha.... kalau ditetesi dengan tinta merah, ya .... warna airnya juga merah, lha ... kalau .... Syarif langsung menyela dengan nada protes. Kalau warna hijau, ya hijau bu.... Yaaaa. Kalau jawaban begitu sih, yaaa .. sejak nabi Adam juga sudah begitu. Dari belakang terdengar suara Etik yang juga ikut menyela. “Oalaaah,.....wan, Irwan. Lha kalau cuma jawaban begitu adikku juga bisa Wan”. Semua anak di kelas itupun tertawa, dan kelas menjadi ramai. Akhirnya ibu Arina mengajak anak-anak untuk memberi applause dulu. Sorak soraipun memenuhi ruang Lab Kimia itu. Selanjutnya ibu Arina berkata: “Anak-anakku sekalian, kalian adalah anak-anak hebat. Semua yang kalian sampaikan pada dasarnya adalah benar”.

Melanjutkan penjelasannya, ibu Arina menyampaikan bahwa sesungguhnya apa-apa yang sudah kita pelajari itu mengingatkan kepada kita semua tentang kekuasaan Allah SWT. Maha suci Allah yang telah mengajari kita semua melalui perumpamaan-perumpaan. Seperti halnya dengan materi pembelajaran kita kali ini, ibu tidak akan mengupas materi ini dari sisi kekekalan zat cair, kepekatan zat cair, ataupun koloid, maupun sifat zat padat yang terdispersi ke dalam zat cair, dan sebagainya. Ibu ingin sampaikan hal yang terpenting dari kesadaran ibu yang terbangun setelah kalian meneteskan tinta-tinta itu tadi ke dalam gelas yang berisi air bening tadi.

Sekarang marilah kita bandingkan. Gelas nomor 1 tampak sedikit sekali kekeruhannya, gelas nomor 2 terlihat jelas bahwa airnya lebih keruh, apalagi gelas nomor 3 warnanya lebih gelap yang menunjukkan tingkat kekeruhannya lebih tinggi. “Lantas apakah artinya semua ini?” Tanya bu Arina.

Air bening dalam gelas ibarat jiwa kita yang masih suci tanpa dosa. Kita yang baru lahir ke dunia ini, semuanya suci, tidak ada yang membawa dosa. Namun, seiring pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani kita, sampailah kita pada masa baligh. Saat baligh inilah tinta malaikat Rokib dan Atid mulai berjalan pula. Tinta itu selalu menggores pada kertas kehidupan kita sesuai dengan amal ibadah kita. Ketika kita berbuat baik, maka nilai pahala kebaikan itupun menjadi hak kita. Begitu pula sebaliknya, ketika kita berbuat kemaksiatan maka dosanya juga menjadi tanggungan kita sendiri.

Dengan suaranya yang lembut, ibu Arina bertanya:” Berapakah usia anak-anak sekarang?” Ya… rata-rata kalian sudah berusia 17 tahun. Sedangkan ibu sudah berusia setengah abad. Gelas dengan air bening ini jika ditetesi tinta terus menerus, setiap hari satu tetes saja, maka selama 5 tahun warnanya jadi bagaimana? Dan bayangkan kalau setiap hari satu tetes, dan tinta itu terus diteteskan selama 40 tahun? “Kalau anak-anak diibaratkan dengan gelas nomor 1, maka gelas nomor berapa yang cocok untuk ibu?” Tentu kalian akan memilih gelas nomor 3 namun warna tintanya lebih hitam, kelam, dan sangat pekat. Nah, jika tetesan tinta tadi dianalogkan dengan dosa-dosa kita, maka sudah jelas bahwa dosa ibu lebih banyak dari pda dosa anak-anak semua. Ibu menyadari sepenuh hati bahwa sebenarnya anak-anak lebih baik dari pada ibu sendiri.

Pertanyaan berikutnya: “Apakah air dalam gelas yang sudah tercemar oleh tetesan tinta itu bisa berubah menjadi bening kembali?” Anak-anak menjawab: “Bisa bu”, “ Bagaimanakah caranya?” Tanya bu Arina. Ya…, tentu dengan memasukkan air bening ke dalam gelas-gelas tersebut. “Apakah cukup hanya dengan memasukkan segelas air bening ke dalam gelas nomor 1 untuk menjadikan air keruh didalam gelas itu menjadi bening kembali seperti semula?” Ya…. tentu tidak cukup, bagaimana dengan air yang sangat keruh, hitam, pekat, dan bahkan lengket? “Berapa gelas air bening yang dibutuhkan untuk mengembalikan beningnya air tersebut? Maka, kita butuh puluhan bahkan mungkin ratusan gelas air bening. Adakah yang bisa memberi arti semua ini?

Anak-anakku yang baik, makna dari analog ini jika tetesan tinta itu kita ibaratkan dosa yang kita lakukan, maka air bening adalah peleburnya atau penghapusnya. Sekali kita berbuat dosa atau kemaksiatan, maka tidak cukup hanya dengan membaca istighfar satu kali saja. Artinya butuh amal kebaikan lainnya yang akan mempercepat proses peleburannya hingga menjadi bening kembali. Ingatlah wahai anak-anakku semua bahwa Allah SWT telah memberikan “WARNING” kepada kita semua untuk tidak kembali kepada-Nya kecuali dalam kondisi bersih dan suci kembali.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam". (QS. Ali Imran : 102)

Di akhir penjelasannya, ibu Arina mengatakan: “Anak-anakku semua, ibu mohon maaf atas segala apa yang ibu lakukan, selama ini ibu merasa bahwa ibu lebih baik dari kalian, tetapi perasaan itu tidak benar, dan tanpa disadari, air mata ibu Arinapun menetes dari sudut matanya. Anak-anak terdiam, terpaku, dan memandang ibu Arina dengan penuh haru.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inspiratif bu

31 Mar
Balas

Waduuuh... buatkan aku bu... analogi yg cucok antara bio dan mat

01 Apr
Balas



search

New Post