Khalimatus Sa'diyah

Nama : Khalimatus Sa'diyah Alumnus IAIN Sunan Ampel tahun 1992 Alumnus Universitas Negeri Malang tahun 2009...

Selengkapnya
Navigasi Web
Analogi Inspiratif - Paku dan Kayu

Analogi Inspiratif - Paku dan Kayu

Di setiap lembaga pendidikan, tentu ada saja anak yang disebut dengan ‘troubled student’. Siswa seperti ini, biasanya selalu berbuat keanehan di kelas. Sayapun juga menjumpai anak seperti ini ketika masuk di salah satu kelas X. Sebut saja nama anak ini adalah Sincan (nama samaran). Hampir semua guru yang masuk di kelasnya Sincan, mengalami hal yang sama. Keluhan para guru yang baru saja mengajar di kelasnya Sincan, selalu disampaikan kepada guru wali kelasnya. Wali kelasnya kadang-kadang juga merasa kewalahan dengan perilaku Sincan. Padahal, bimbingan dan nasehat wali kelas senantiasa diberikan kepada kelas secara intensif, khususnya kepada Sincan. Home visit juga sudah dilakukan oleh wali kelasnya. Namun, usaha wali kelas itu sepertinya belum mendapatkan hasil yang maksimal.

Giliran tugas guru BK yang akan menangani masalah Sincan. Dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh ibu Indrawati, Sincan mulai di dekati oleh ibu Indrawati. Wali kelas dan semua guru yang mengajar di kelasnya Sincan, menjadi sumber data yang akan digunakan oleh bu Indrawati dalam mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya. Setelah data terkumpul, Sincan mulai didekati oleh ibu Indrawati dan diajak berbincang-bincang tentang seputar keluarga dan pendidikannya. Beberapa pertanyaan terlontar dengan santun dan dijawab oleh Sincan dengan jujur. Tampaknya Sincan sangat bersemangat dalam mencurahkan isi hatinya yang selama ini mengganjal dalam benaknya dan terwujud dalam perilaku makarnya.

Ibu Indrawati terlihat terharu sekali mendengar cerita Sincan yang membuat ibu Indrawati sesekali menghela nafas panjang untuk melegakan dadanya yang terasa penuh. Sambil mendengarkan cerita Sincan, ibu Indrawati membuka-buka file yang ada di laptopnya. Ternyata ibu ini ingin menunjukkan kepada Sincan tentang drama anak manusia di atas dunia ini yang ada kemiripannya dengan apa yang dialami oleh Sincan. “Nak, maukah kamu menyaksikan film pendek dari laptop ibu ini? Barang kali ada hikmah yang bisa kamu ambil dari adegannya.” Tanya ibu Indrawati. Sincan menganggukkan kepalanya sambal berkata: “film pendek apa bu? Baiklah bu.”

Kurang lebih 10 menit, Sincan menyaksikan film pendek itu. Sementara itu, ibu Indrawati sambil merapikan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya, beliau tetap memantau reaksi Sincan dalam menyaksikan film pendek tersebut. Sincan mengepal-ngepalkan tangannya, lalu ia juga meremas-remas jari-jemari tangannya, dan sesekali ia menghela nafas panjang. Sesaat kemudian, Sincan berucap istighfar …”Astaghfirullahal ‘Adhiiim”. Sincan mengusap wajah dengan kedua tangannya.

“Nak, ada yang mau disampaikan kepada ibu tentang film pendek ini?” tanya ibu Indrawati. “Iya….bu” jawab Sincan. “Sampaikanlah, nak” kata ibu Indrawati.

Film pendek ini mengisahkan…….

Di sebuah desa tinggallah satu keluarga yang mempunyai 3 orang anak. Anak pertama laki-laki, yang kedua laki-laki dan yang ketiga juga laki-laki. Tidak ada cerita tentang ibunya. Tetapi ayah mereka sangat pemarah (bukan peramah). Setiap hari ayahnya marah, sangat temperamental, berdarah tinggi. Setiap hari marah dan pelampiasannya kepada anak yg pertama.

Anak pertamanya sering dipukul, dihajar, ditegur dengan keras, dan ditendang seperti bola. Perlakuan ayah ini sering membuat anak ke dua dan ke tiganya merasa ketakutan yang tidak beralasan. Setiap hari walaupun masih pagi sebelum ayahnya pergi ke ladang, sering kali anaknya menangis, ingin mati saja tersiksa karena ulah ayahnya. Kekhawatiran yang terlalu selalu menghantui anak ini. Dia selalu murung, tidak pernah tersenyum, apalagi tertawa. Kemarahan ayahnya selalu mengikuti langkahnya.

Entah apa yang mendorong dia untuk melakukan hal ini. Mungkin sebagai pelampiasan kekesalannya, setiap kali ayahnya marah dan memukulinya, dia menangis dan mengambil paku dan martil. Ditancapkannya paku itu di pagar sekitar rumahnya. Setiap ayahnya marah dan memukulnya, diambilnya paku dan dipakukannya di pagar. Sampai berbulan-bulan, suatu ketika ayahnya melihat banyak sekali paku di pagar. Ayahnya heran siapa yang melakukan semua ini? Banyak sekali paku tertancap di pagar.

Di suatu pagi, kebiasaan sang ayahpun terulang lagi. Ayah itu marah sekali dan memukuli anaknya. Lalu, karena tidak dapat membendung emosinya yang sudah meluap itu, ayahnya pergi ke kamar. Sang anak kemudian mengambil paku dan memakukan paku-paku itu di pagar dengan sangat keras sekali. Sang anak berpikir jika ayahnya sudah pergi ke ladang. Padahal, ayahnya ada di kamar dan mendengar bunyi palu itu. Ayahnya melihat dari celah gorden. Ayahnya menyaksikan sendiri ternyata anaknya yang memakukan paku-paku itu di pagar. Karena mengetahui kalau ayahnya masih di rumah, maka sang anak pergi ke tempat lain, takut kalau kemarahan ayahnya semakin menjadi. Namun, rupanya ada hidayah Allah SWT yang datang menghampiri hati sang ayah. Maka dengan perlahan-lahan, sang ayah melihat satu demi satu paku-paku yang menancap di pagar sekitar rumahnya itu. Sang ayah mulai mencabuti paku yang ada di pagar tersebut. Dia mencabuti satu persatu paku itu dan matanya melihat bahwa setiap dia cabut paku itu ada lubang di pagar, ada luka di pagar itu, pagarrrr itu terluka !!! “Ada lubang di pagar setiap ku mencabuti paku itu”. Kalimat inilah yang selalu muncul dalam benak sang ayah. Lama kelamaan sang ayahpun sadar. Ternyata setiap dia marah dan memukul anaknya, ada luka di hati anaknya, ada sakit hati anaknya, ada luka yang mendalam dan ada kepahitan. Sang ayah tersadar dan menangis sejadi-jadinya. Dia menantikan sang anak pulang sampai sore. Akhirnya sang anak pulang sambil ketakutan. Tetapi sang ayah memeluknya meminta ampun dan meminta maaf. Terjadi perubahan besar dalam diri ayahnya. Sang ayah minta maaf atas segala kesalahan yang dilakukan kepada anaknya sendiri, maka sang anak memaafkan, namun tetap ada bekas paku di hati sang anak. “Bu, saya akan melakukan hal yang sama kepada ayahku, bu… bolehkan bu?” tanya Sincan kepada ibu Indrawati. “Apa yang ingin kamu lakukan, Sincan?” Tanya ibu Indrawati. “Saya akan menancapkan paku ke pagar rumah, ketika ayah marah, semakin sering ayah marah, semakin banyak pula paku yang akan ku tancapkan. Dan akan aku tulis juga pesan untuk ayahku, yang akan aku tempelkan dengan paku di atas kayu di pintu balakang rumahku dengan tulisan…. “Untuk ayahku tercinta, Ayah…. Maafkan aku, ayah. Aku tahu ayah adalah ayah yang baik dalam keluarga. Sejak kembalinya ibu… ke pangkuan Ilahi… semuanya jadi berubah. Ya…. semuanya berubah. Kehadiran ibu tak akan pernah tergantikan. Sedih….. sedih sekali, terlalu dalam luka hati ini. Karena itu, jangan kau tambah kesedihan hati ini dengan kemarahan ayah lagi, sebagaimana…. tidak akan ada paku yang tertancap ke kayu lagi. Maafkan anakmu ayah. Semoga Hidayah dan Ridho Ilahi Robbi senantiasa bersama kami. Aamiiin.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Siip... sinchan..oh.. sinchan.

07 Apr
Balas

Menyentuh....Bu hal, masih banyak Sinchan lain yang butuh perhatian.

07 Apr
Balas

sangat inspiratif bu halimah

07 Apr
Balas



search

New Post