Khoeri Abdul Muid CAH PATI

Redaktur Penerbit MDI (Media Didaktik Indonesia). Alumnus IKIP NEGERI YOGYAKARTA dan UNNES SEMARANG. Pernah mengajar di SMA TARUNA NUSANTARA MAGELANG. Sekarang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kemerdekaan Beo #1

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Rumah tembok tingkat, lengkap dengan tangga berjalan dan AC itu tidak hanya besar. Tapi halaman dan pekarangannya luas. Penuh dengan bunga-bunga dan tanaman hias yang ditata asri. Menyenangkan. Menghijau rimbun dengan pepohonan buah-buahan. Pun dikelilingi pagar tembok tinggi. Sehingga hanya keluarga Pak Robet, yang empunya rumah itu saja yang bisa keluar-masuk. Tentu, terkecuali para pembantunya.

Di sisi kanan teras ada kandang burung Beo. Bentuknya bagus dan terbuat dari bahan permanen. Si Beo pintar berbicara dan bernyanyi. Meniru apa yang dilatihkan tuannya. Maka kerap saja ada tamu yang tertipu karena suara si Beo yang memang benar-benar 11-12 dengan suara manusia.

Pada suatu hari ada burung Gagak teriak-teriak. Koak-koak. Hinggap di pohon alpokat. Mendekati kandang si Beo. Biasanya, jika ada burung yang suaranya jelek. Lebih-lebih si Kedasih. Atau Curculus Murulinus. Atau di beberapa daerah biasa dipanggil Daradasih, Untit Untit, Srintit Sirit Uncuing, Emprit Ganthil, atau Lidusit. Ngasjo, pembantu Pak Robet itu pasti segera mengusirnya. Digertak atau diketapel. Sebab khawatir jika suaranya ditiru oleh si Beo. Biar tidak kena marah Pak Robet.

“He Gagak! Kamu segera pergi jauh! Mumpung belum ketahuan Ngasjo. Kalau diketapel, celaka kamu!”peringatan Beo lantaran sangat asihnya kepada si Gagak.

“Ingin bicara sama kamu sebentar saja. Masa tidak boleh to, Beo?”jawab Gagak polos memohon.“Saya ini sebenarnya kan hanya memprihatinkan nasibmu! Termasuk nasib hewan-hewan piaraan lainnya di sini!”

Aiyak... prihatin bagaimana? Ayo segera bilang keburu Ngasjo pulang! Mumpung dia sedang pergi sama Tomy, anak Pak Robet!” desak Beo.

“Kamu itu sebangsa saya, Beo. Bangsa hewan terbang. Sebetulnya kamu itu kan harus hidup bebas. Melayang-layang mengitari jagad. Pergi kesana-kemari. Merdeka. Tidak dikungkung di kandang seperti itu. Meskipun kandangmu dihias indah. Atau bahkan dibuat dari emas sekalipun. Tapi jika seperti itu. Berarti kamu menjadi burung terhukum. Burung terpidana, Beo. Apalagi kamu itu sesungguhnya termasuk hewan yang dilindungi negara!”terang Gagak.

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post