Khoirun Nisak

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENJADI PENULIS TANPA NASKAH MELEDUK

MENJADI PENULIS TANPA NASKAH MELEDUK

Menulis adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan. Bagi siapa, itu. Tentu maksud saya bagi penulisnya. Tetapi, apakah tulisan akan berdampak menyenangkan bagi orang lain, juga. Khususnya editor yang akan menangani naskah. Itu masih menjadi hal yang patut dipikirkan.

Ada seorang teman mengatakan: "Kalau naskah selesai, ya sudah kirimkan saja ke surel. Nanti kan ada editor." pernyataan ini tidak salah. Namun, tidak tepat diterima mentah-mentah. Maksudnya? marilah telaah bersama, sebelum mengikuti jejak pernyataan tersebut.

Menjadi penulis, memang tidak luput dari hubungan dengan editor. Keduanya seharusnya dekat dan saling bekerjasama. Jangan sampai, penulis mau menang sendiri. Editor tak mau tahu. Atau, keduanya apatis. Wealah. Bisa nggak selesai itu naskah buku. Menjadi penulis dengan taat deadline adalah BAIK, tetapi akan luar biasa apabila menjadi penulis tanpa naskah meleduk.

Naskah yang dikirim ke surel redaksi, sebagian besar dikirimkan pada saat mephet deadline. Bahkan melewati deadline. Dengan kondisi ini rentan sekali tercipta sebuah naskah yang meleduk. Di antaranya Terlalu banyak typo atau kesalahan eja.

Ketidaknyamanan yang baru-baru ini saya temukan dalam naskah penulis, ialah kalimat berbentuk percakapan. Namun, sama sekali tidak membubuhkan tanda baca, ataupun membubuhkan tanda baca yang kurang tepat, sehingga ketika dibaca, menjadi kurang renyah.

Simaklah beberapa cara sederhana ini sebelum mengirimkan naskah ke meja redaksi.

1. Membawa Senjata Perang

Menulis jika diibaratkan berperang, maka harus dibekali dengan sebuah senjata. Senjata yang harus dipersiapkan adalah berupa kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Pegangan ini wajib bukan saja untuk seorang editor, tetapi seorang penulis pun demikian.

Apa manfaatnya, Anda bisa langsung mengecek sebuah kata itu layak ataukah belum untuk digunakan, misalkan: resiko atau risiko, nasehat atau nasihat, ridho atau rida, sholat atau shalat. Dan masih banyak beberapa kata lainnya sering salah dituliskan. Ini berdampak pada efektifitas proses editing.

Editor bertugas mengawal naskah Anda semua, tetapi jika hanya berkutat pada kesalahan Typo dan salah eja, maka kesempatan untuk melakukan polesan terhadap naskah akan berkurang. Padahal, terpenting adalah menghasilkan naskah lebih renyah untuk dibaca dengan gaya bahasa lebih efektif.

2. Melakukan Editing Naskah Sendiri

Setelah naskah selesai Anda tuliskan, jangan terburu mengumpulkan secepatnya. Lakukan terlebih dahulu editing awal. Bagaimana caranya, bacalah secara berulang. Temukanlah dengan teliti typo dan kesalahan eja yang masih tersisa.

Jika naskah Anda berisi sebuah percakapan, jangan lupa membubuhkan tanda baca yang tepat. Contoh: “Bapak, bolehkah saya mengambil motor itu?”

yang sering tertulis pada naskah penulis ialah: " bapak bolehkah saya mengambil motor itu"? atau " Bapak bolehkah saya mengambil motor itu,?"

Kebayang kan, bagaimana jika editor hanya berkutat pada 200 halaman untuk membenahi tanda baca itu. Kalau naskahnya 200 halaman, nah kalau 300 halaman. Ooh Mamii. Waktu akan banyak terbuang, sementara 100 naskah masih mengantre.

3. Melakukan Proofreading dengan Teliti

Patut dipahami bahwa editor juga manusia. Ada luput, ada salah, dan punya kelemahan. Prinsipnya, tiada manusia yang sempurna. Menjustifikasi kinerja editor dengan terlalu, juga tidaklah bijaksana. Yang lebih bijaksana, bekerjasama dengan rukun bersama editor. Untuk menghasilkan buku yang luar biasa dan bisa diterima masyarakat. Kurang lebih begitu.

Setelah tahapan editing, akan ada tahap proofreading. Penulis diberikan kesempatan mengoreksi kembali hasil editan dari editor. Pada langkah ini lakukanlah dengan cermat agar tidak tersisa sebuah kesalahan.

Ketika mendapatkan sebuah kata yang meragukan, konsultasikan dulu ke editor, apakah kata itu memang demikian adanya atau perlu diubah. Jangan langsung mengubah dengan liar dan langsung berpikiran bahwa naskah Anda menjadi banyak salahnya.

Prinsipnya, harus ada kerjasama yang baik dalam menghasilkan naskah yang baik. Jangan ada dusta dan prasangka di antara kita. Semoga naskah bapak, ibu menjadi lebih renyah dengan adanya bumbu ketulusan dari kita berdua.

Gedangan, 14 Desember 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ini yang saya suka. Postingan yang bermanfaat buat saya yang nulis sesuka hati. Salam Literasi

14 Dec
Balas

Salam literasi, bunda.

14 Dec

Tulisan yang bagus... Semoga manfaat

14 Dec
Balas

Aamiin.

15 Dec

Tilisan yang bagus dan bermanfa'at..

14 Dec
Balas

Maturnuwon. Selamat menikmati.

15 Dec

Tilisan yang bagus dan bermanfa'at..

14 Dec
Balas



search

New Post