khomsatun widhi hastuti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

“INFAK” Antara PUNGLI dan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter-Religius-)

“INFAK” Antara PUNGLI dan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter-Religius-)

Fenomena pungutan infak di beberapa sekolah khususnya sekolah negeri kian menuai kontraversi. Dilihat dari berbagai segi ada nampak kejanggalan ataupun kekurangprofesionalan dalam pelaksanaannya. Tengok saja dalam segi juknisnya. Cara memungut dan besarannya, alokasi infak, maupun pengelolaannya. Ada sekolah yang menerapkan pungutan dilakukan saat KBM pelajaran agama dilaksanakan dengan dicatat oleh gurunya langsung. Siswa diabsen satu persatu dan ditulis nominalnya. Semakin besar infak maka nilai semakin bagus sebagai bukti keberhasilan pembelajaran PAI. Ada juga yang melakukan syi’ar Jum’at dengan dilakukan edaran kotak infak setiap Hari Jum ‘at yang menunjukkan keistimewaan sedekah, syi’ar, dan transparansi. Edaran kotak, penghitungan, dan pencataan dilakukan oleh siswa. Ada juga yang setiap kelas dikoordinir oleh ketua kelas kemudian dikumpulkan kolektif. Ada juga yang dilakukan saat kegiatan peribadatan keagamaan berlangsung. Dalam berbagai teknisnya, guru Agama tetap melakukan pemantauan dan bimbingan dalam pelaksanaannya.

Alokasi pun bermacam-macam. Ada yang dibagi buat simpanan kas dengan agenda kegiatan yang bukan buat keagamaan. Ada yang mengambil “infak” sebagai istilah saja, namun faktanya infak sebagai pungutan rasa syukur dan tanda terimakasih dengan jumlah yang telah ditentukan oleh panitia dadakan. Namun, ada juga yang murni untuk kegiatan fiisabilillah. Dalam hal pengelolaan pun berbeda-beda. Ada yang mutlak dilakukan guru agama Islam, wali kelas, ataupun perwakilan siswa sebagai sekbid Kerohanian Islam. Pelaporan infak ada yang dilakukan dasal-asalan, namun ada juga yang rapi setiap bulan dengan terpampang di papan atau di buku tersendiri dengan diketahui oleh takmir atau pejabat yang berwenang.

ada juga model infak pembangunan masjid dengan cara pengedaran sertifikat bukti transparansi panitia. Namun pasalnya berbagai macam teknis dengan niatan transparansi macam inipun ternyata masih mengundang prasangka negatif. Bukan salah mereka, sebab memang faktanya ada juga yang pengelolaan infak sebagai fi sabilillah disalah artikan. Hingga pernah suatu saat beredar berita tentang ragam pungutan di sekolah-sekolah menurut tim Saber pungli pusat yakni ada 58 model. Infak pun termasuk di dalamnya menempati urutan 13. Namun pihak MCW (Malang Corruption Watch) beserta Forum Masyarakat Peduli Pendidikan menegaskan tidak pernah mempublikasikan “58 jenis pungli di sekolah” melalui mdsos (Whats up, facebook, dll) sebagaimana pernah beredar dan viral saat itu.

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengatakan, infak dapat dikategorikan sebagai pungutan liar jika ada unsur paksaan dalam proses pengumpulannya. “Zakat dan infak itu sifatnya diberikan berdasarkan kerelaan. Kalau ada paksaan itu bisa digolongkan sebagai pungli,” kata Bambang di sela acara Sosialisasi Rencana Strategi Baznas 2016-2020 di Jakarta.

Kurikulum 2013 yang telah direvisi memiliki 4 Karakteristik. Diantaranya, gerakan literasi, 4C, HOT, PPK (Penguatan Pendidikan Karakter). Salah satu diantaranya mengajak siswa untuk melaksanakan penguatan pendidikan karakter. Karakter religius sangat diutamakan dalam hal ini. Hingga, dilihat dari berbagai segi, infak tidak dapat dipisahkan dari pembentukan karakter religius siswa. Hal ini berkenaan dengan ibadah maupun muamalah yang ada hubungannya pula dengan sikap sosial siswa. Infak tidak dapat dilepaskan dari ajaran agama Umat Islam. Sebagaimana karakteristik manusia beriman dan bertakwa haruslah infak menjadi bagian dari kebutuhannya.

Fakta pimpinan MGMP Pusat maupun daerah. Beberapa sekolah di bawah kepengawasan ketua pimpinan MGMP pun masih menjalankan infak sebagai bentuk Penguatan Pendidikan Karakter Religius di sekolah masing-masing. Pungutan dilakukan saat kegiatan peribadatan dengan pengelolaan langsung oleh siswa yang begerak di Bidang Kerohanian Islam. Gerakan Infak dilakukan oleh guru dan siswa dengan nominal yang tidak ditentukan alias suka rela tanpa paksaan. Pemasukan, pengeluaran, dan pelaporan dilakukan siswa dengan bimbingan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Pelaporan dilakukan kepada Kepala sekolah

Kesimpulan, berdasarkan paparan di atas, maka infak di sekolah bisa dikategorikan sebagai pungutan liar jika ada unsur paksaan dan kesalahgunaan dalam hal pengelolaan. Atau, Infak sebagai Penguatan Pendidikan Karakter Religius jika dilakukan atas dasar suka rela dan teknis pengelolaan yang benar sebagaimana terdapat dalam ajaran Islam. Pengelolaan infak sebagai media pendidikan dan ibadah sebaiknya dievaluasi dan ditinjau ulang. Bukan serta merta ditiadakan tanpa alasan yang dibenarkan dan masuk akal.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul, termasuk iuran pramuka. kalau SD diubek-ubek, padahal uang seribu. kalau SMA, iuran ngecat tak ada yang protes. payah...payah. Sippp Bu

21 Sep
Balas



search

New Post