Semut Api

Oleh : Khotim Sobariah

Tak terasa waktu terus beranjak. Sang dewi malam muncul dengan indahnya. Tak peduli sibuk ataupun senggang.

Malam yang senyap. Seekor semut, tanpa permisi melontarkan pertanyaan. "Sudahkah kau melahirkan karya?"

Tak hanya bertanya. Tetiba ia menggigit. Hatiku begitu panas. Seekor semut api menyengat. Bukan hanya sekedar bentol-bentol atau ruam-ruam. Melepuh hatiku.

Tersadar banyak waktu yang terbuang percuma. Segera kuenyahkan semut-semut itu. "Pergilah kau, sebelum aku berubah pikiran."

Meski menyakitkan, aku beruntung punya semut api. Ia bisa datang tiba-tiba. Sesuka hatinya. Semut itu segera berlari sekencang kanguru yang mengejar mangsanya. Luka bekas gigitannya tak bisa cepat hilang.

Sontak aku terjaga. Mataku membelalak. Hampir saja bola matanya keluar. Serem 😅.

Segera aku beranjak. Menggoreskan pena yang lama pensiun. Bukan karena usia. Penyakit hati yang terus menggerogoti.

Menganggap remeh orang lain.

Tak penting.

Hal biasa.

Mau-maunya dikerjain.

Pikiranku menari-nari. Liar mengikuti irama yang menghentak-hentak.

"Sombong sekali kamu?" Semut api tiba-tiba melintas sambil melirik sinis.

Kubuka kotak hatiku. Biarlah sesekali semut api itu datang menyengatku. Supaya aku tidak terlena. Sesekali harus keluar dari zona nyaman. Tantangan hidup yang sesungguhnya.