LAILY SYARIFAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENGUATKAN KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL DALAM PEMBELAJARAN
Keterampilan berelasi merupakan salah satu kompetensi yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran

MENGUATKAN KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL DALAM PEMBELAJARAN

Sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang unik dan sempurna, manusia dikaruniai dengan kemampuan untuk merasakan berbagai emosi dalam kehidupannya. Meski penelitian sains membuktikan bahwa hewan pun memiliki instink untuk merasakan emosi, namun sifatnya tidak sekompleks perasaan manusia. Begitu kompleksnya sehingga dalam waktu yang bersamaan pun manusia bisa merasakan berbagai emosi yang berbeda-beda. Senang dan sedih dirasakan sekaligus, khawatir dan berharap dirasa dalam waktu bersamaan.

Emosi dan perasaan merupakan dua diksi yang sering digunakan secara tumpang tindih untuk mendefinisikan hal yang sama. Emosi bisa diartikan sebagai perasaan yang terkait dengan suasana hati. Menurut psikolog Paul Ekmand, manusia pada dasarnya memiliki 6 emosi dasar, yaitu: takut, marah, muak, takjub, sedih, dan bahagia. Macam-macam emosi ini masih bisa dikembangkan lebih banyak lagi.

Memahami hakikat bahwa manusia adalah makhluk yang akan selalu terkait dengan emosinya, maka pemahaman seorang guru terhadap pengelolaan emosi menjadi hal yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebagai guru ia harus mampu mengontrol diri dan tindakannya sehingga mampu menunjukkan pengendalian diri atas emosi yang tidak perlu. Ia harus mampu menunjukkan perilaku yang terkontrol sebagai buah dari emosi yang mampu dimanage dengan baik.

Dalam kesehariannya, manusia juga merupakan makhluk sosial yang akan selalu bersentuhan dengan orang lain. Di ruang lingkup paling kecil yakni keluarga, manusia hidup sebagai makhluk sosial yang karenanya membutuhkan saling pengertian dan toleransi. Hal yang sama juga berlaku dalam kehidupan sosial di ruang-ruang belajar termasuk di sekolah.

Mampu memahami dan memanage emosi dan perilaku social akan memudahkan seorang siswa dan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran yang di dalamnya mengembangkan kompetensi sosial emosional menjadi sangat diperlukan. Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) menjadi penting untuk diterapkan di sekolah karena pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat menerapkan problem solving atau kemampuan menyelesaikan masalah-masalah kehidupan, serta mengajarkan mereka agar dapat memiliki karakter dan perilaku yang baik. Inilah yang kemudian bisa mewujudkan well-being itu, yakni kesejahteraan psikologis seseorang di mana ia sudah mampu menerapkan kompetensi social emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness).

Terwujudnya murid yang memiliki karakter dan perilaku baik merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara, hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran-rasa, kemauan) sehingga menimbulkan pekerti (tenaga-olah raga-karya). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.

Pembelajaran sosial emosional mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi pribadi yang unggul dan sukses. Seorang pendidik dalam pembelajarannya selain mengasah sisi akademis siswa sekaligus juga mendidik sosial emosional meeka sehingga anak-anak sebagai bagian dari komunitas dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif , 3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, 4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta, 5) membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Seorang pendidik hendaknya memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk mendampingi murid-muridnya dalam pembelajaran sosial emosional ini. Jika sebelumnya saya ataupun pendidik lain berpandangan bahwa pembelajaran sosial emosional tidak perlu dilakukan karena akan berjalan secara alamiah, maka mulai sekarang bisa kita programkan secara terstruktur melalui ruang lingkup berikut: 1) Rutin: pada saat kondisi yang sudah ditentukan di luar waktu belajar akademik, misalnya kegiatan lingkaran pagi (circle time), kegiatan membaca sebelum memulai pembelajaran, kegiatan aplikasi keagamaan dsb, 2) Terintegrasi dalam mata pelajaran: misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah, dll. 3) Protokol/penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah: menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, menyelesaikan konflik yang terjadi dengan membicarakannya tanpa kekerasan, mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, dll.

Bagi rekan sejawat di sekolah, pola penguatan kompetensi sosial emosional bisa dilakukan melalui kolaborasi bersama untuk menciptakan ketiga ruang lingkup tersebut.

Adapun aspek-aspek ssosial emosional yang perlu dikembangkan meliputi: 1) Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan, 2) Manajemen diri, yakni kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi, 3) Kesadaran sosial, yakni kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, konteks yang berbeda-beda, 4) keterampilan berelasi, yakni kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif, dan yang terakhir 5) pengambilan keputusan yang bertanggungjawab, yakni kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar standar etis dan rasa aman.

Kompetensi sosial emosional ini sangatlah diperlukan dalam pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan dan minat belajarnya. Dengan memiliki kesadaran dan managemen diri murid dapat mengetahui minat dan profil belajar masing-masing, serta dapat merealisasikannya dalam bentuk diferensiasi produk yang sesuai.

Siswa yang mampu mengembangkan sosial emosionalnya secara terarah dalam setiap aspek kehidupannya, tentunya akan mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagaimana dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun anak sesuai dengan kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post