Lili Arliza

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Sesal (cerbung)

Sesal (cerbung)

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Jangan salahkan rasa cinta ini ... ia hadir di luar kendali logika. Haruskah aku bertahan dalam hayal? Atau haruskah aku terus melangkah ...?

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Part-5 #LA

"Apa yang terjadi dengan Ibu?" tanyaku cemas.

"Ibu tiba-tiba pitam dan jatuh pingsan, Mas ...." suara Vania terdengar panik.

"Baik. Aku segera ke sana."

Aku meminta Raysa dan anak-anak untuk ikut ke rumah ibu.

"Sebentar, Mas. Raysa ganti baju dulu."

"Nggak usah. Kita buru-buru nih."

"Ya udah." Raysa menyarung jilbab dan bergegas menutup pintu dan jendela rumah, memanggil anak-anak dan menyusulku masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil, kami membisu. Hanya terdengar suara anak-anak di bangku belakang. Karena rumah kami tidak terlalu jauh dari rumah Ibu, kami bisa tiba 15 menit kemudian. Kulihat ada mobil sedan yang sudah tidak asing di depan rumah ibu. Mobil dr. Fahri, dokter keluarga kami.

Secepatnya aku keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Raysa dan anak-anak menyusul.

"Bagaimana keadaan Ibu, Pak?" tanyaku pada dokter Fahri.

"Alhamdulillah sudah membaik. Untung cepat ditangani. Tensi ibu tinggi. Ibu butuh istirahat yang cukup dan jangan banyak pikir. Atur pola makannya," jelas doker Fahri dengan senyum menenangkan.

Kusentuh lengan ibu. Di sampingnya duduk Vania dengan wajah cemas sambil memijit-mijit kening ibu. Sementara ayah duduk tak jauh dari Vania.

"Ini obatnya. Diminum setelah makan ya, Pak. Saya pamit dulu."

"Baik, Pak dokter. Terimakasih." Aku mengantar dokter Fahri ke luar dan menyelipkan uang di tangannya. Kemudian masuk kembali dan duduk di sebelah ibu. Anak-anak mendekat dan keempatnya sibuk bertanya Si Mbah-nya kenapa. Yang satu megang lengan, yang satu megang kaki, yang satu mondar-mandir, yang satu tercenung.

"Tadi Ibu dan Vania lagi duduk bercerita, tiba-tiba ibu mengeluh kepalanya pusing, lalu jatuh tak sadar diri. Vania panik, bapak langsung menyuruh segera hubungi Mas Adith dan dokter Fahri. Kebetulan dokter Fahri dalam perjalanan pulang, sehingga bisa langsung cepat sampai ...." tanpa kuminta, Vania menjelaskan dengan wajah menunduk.

Aku melirik Raysa. Istriku masih berdiri mematung dengan tatapan kosong ke arah ibu. Entah apa yang dipikirkannya.

"Ray, tolong ambilkan makanan buat ibu biar bisa segera minum obat," aku sengaja mengalihkan tatapan kosong Raysa.

Raysa tersentak kaget dan gugup. Ia bergegas ke belakang dan kembali dengan sepiring makanan. Raysa duduk di sebelahku.

"Bu...makan, ya. Raysa suapin." Raysa mengelus lembut dahi ibu. Vania berhenti memijit ibu dan agak mundur duduknya. Ibu meringis dan berusaha membuka matanya. Raysa dan Vania tidak saling menyapa. Mereka berdua tampak tak acuh, meski kulihat Vania sesekali mencuri pandang padanya.

"Kamu baru pulang, Ray?" tanya ibu pelan. Aku yakin ibu menyangka Raysa baru pulang kerja karena masih menggunakan PDH-nya.

"Sudah dari pukul empat tadi, Bu," jawab Raysa dengan senyum tipis, lesung pipi langsung membuat wajahnya makin menawan.

"Kenapa belum ganti baju?" lagi-lagi ibu bertanya pelan.

Raysa terdiam.

"Sepulang kerja tadi aku dan Raysa duduk santai dulu, Bu. Tiba-tiba ada telepon. Raysa mau ganti, tapi aku yang melarang. Sudahlah, ibu harus makan biar bisa minum obatnya," aku mengambil alih untuk menjawab pertanyaan ibu yang sebenarnya seperti interogasi.

Ibu mengangguk pelan dan berusaha bangun dari posisi tidur. Tapi tubuhnya hampir terhempas. Aku langsung meraih bahu ibu dan di saat yang sama Vania juga refleks sehingga tangan kami bersentuhan. Kami saling pandang sejenak. Entah mengapa ada desir halus mencuat di dadaku. Vania segera melepaskan ibu dan wajahnya memerah. Kududukkan ibu dengan sandaran bantal. Raysa menyuapinya dengan penuh kasih. Sesekali ia mengerjapkan matanya, ada gurat sedih kulihat di wajah cantik itu. Setelah selesai menyuap ibu makan, Raysa segera membuka obat-obatan dari dokter Fahri. Lembut sekali perlakuan Raysa pada Ibu.

"Makasi ya, Ray ... kamu menantu kesayangan Ibu. Kamu jaga kesehatan ya. Jangan terlalu capek. Anak-anakmu masih kecil ...." ibu mengusap-usap lengan Raysa. Raysa tersenyum tipis dan lagi-lagi mengerjapkan matanya, menahan haru.

______

POV VANIA. ๐Ÿ“Mohon baca perlahan-lahan ya gaess, santai jangan kebawa emosi, baperan dikit ya nggak apa-apalah .... ๐Ÿค—๐Ÿ“

"Demi Tuhan. Aku jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. Melihat wajahnya yang tampan. Tubuhnya yang tinggi tegap. Lelaki itu sungguh tampak perkasa. Hatiku luluh lantak melihat kemesraannya bersama perempuan PNS itu. Setiap kali dia datang menjenguk ibunya, aku tak pernah berhenti mengintip dari jendela kamarku. Melihatnyaย  turun dari mobil saja hatiku senang bukan kepalang. Rinduku seakan terobati. Tiap malam aku mengimpikannya. Menghayal dalam pelukannya. Jangan panggil aku Vania jika kau tak bisa kutaklukkan. Tahukah kau, Mas? Saat kau menggedor pintu kamar mandi, jantungku berdetak kencang, kencaaang sekali, Mas. Sebenarnya aku ingin kau langsung saja masuk ke dalam kamar mandi. Tapi, ah. Aku tidak mungkin segegabah itu. Saat menatapmu, aku tahu kau tergoda. Tapi kau melawan rasa di dadamu. Tunggu saja, ya, Mas. Aku menabuh genderang, tolong kau bantu aku dengan tangan kekarmu, agar genderangku semakin kencang berbunyi. Dan tahukah kau, Mas?Ban motor itu sengaja kubocorkan. Aku sudah bisa membaca jalan pikiran ibumu. Ibumu wanita berhati lembut, Mas. Dia mudah terbawa arus. Polos. Aku ingin merasakan berdua denganmu di dalam mobil. Dan aku merasa sangat bahagia saat istrimu yang sok hebat itu memergoki kita. Aku tahu malam itu kalian pasti bertengkar. Tapi aku belum puas, Mas. Aku masih berusaha bermain cantik untuk mendapatkanmu. Aku rela, walau jadi yang kedua.

------ Malam ini, tangan kita bersentuhan. Kita saling pandang. Aku yakin seyakin-yakinnya kau merasakan perasaanku. Ini semua hanya masalah waktu. Demi Tuhan, aku mencintaimu, Mas. Jangan salahkan rasa ini. Takdir telah mempertemukanku denganmu. Takdir telah mempertemukan kita. Bukan waktu yang salah, bukan tempat yang salah. Tidak ada yang salah dengan cinta ini. Merekalah yang salah, tidak bisa memahami rasa ini. Aku bukan egois, aku rela berbagi. Akan aku buat dirimu tergila-gila padaku, Mas. Dan perlahan, akan kualihkan perhatianmu dari Raysa, bakal maduku. Kuakui perempuan itu sungguh menawan. Tapi alangkah sombongnya dia kemari masih dengan seragam pegawainya. Jangan sangka aku gentar. Jangan sangka aku kalah bersaing. Aku bukan tipe gadis pesimis.

Penampilan istrimu memang elegan. Aku yakin, meski dia sudah bersuami, banyak lelaki yang menyukainya. Tapi, aku pernah dengar dari ibu bahwa perempuan itu pembawaannya tegas, suaranya tegas. Aku merasa, itu kelemahannya. Menurutku, perempuan yang suaranya tegas itu tidak terlalu menarik bagi lelaki. Lelaki butuh kelembutan, lelaki butuh perempuan yang bersikap nrimo agar dia merasa dihormati dan diagungkan. Dengan kelembutan yang aku punya, aku yakin bisa mendapatkan simpati dan cinta darimu, wahai pujaan hati. Jika takdir menghendaki kita bersama, maka tak satu makhlukpun bisa menghalangi.

_______

Aku senang menatapmu berlama-lama seperti ini, Mas. Raysa, istrimu sedang mengurus ibu yang sedang sakit. Aku senang bisa membuatkanmu teh manis. Tapi kau tak mau meminumnya, malah anakmu yang menghabiskan teh buatanku. Aku sih kesal, Mas. Tapi ini baru permulaan. Kau hanya kuatir karena ada istrimu di sini. Selagi istrimu di samping ibu, kau mendekatiku. Memandang wajahku dari jarak yang cukup dekat sembari mengucapkan terimakasih atas aksi cepat tanggapku dalam menghubungimu dan dokter Fahri. Harum parfum dari tubuhmu menguar, memacu aliran darah semakin deras dalam pembuluh nadiku. Aroma yang betul-betul jantan. Membuatku terbuai dalam sekedip mata. Oh Tuhan, perasaan apa lagi yang bisa kuungkapkan selain rasa senang yang luar biasa mendapat perhatian dari lelaki yang aku cintai. Pertemuan kita yang sejenak itu langsung berakhir saat istrimu muncul dan memandangi kita silih berganti dengan pandangan yang tajam seakan ingin membunuhku. Baiklah sayang, genderang sudah kutabuhkan ... sekali lagi, bantu aku agar bunyinya semakin bertalu-talu ....

Bersambung ....

Mohon krisannya donk ....๐Ÿ™๐Ÿฝ

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sudah mulai geregetan nih

07 Mar
Balas



search

New Post