Lilik Ummu Aulia

Saat ini sedang menikmati profesi sebagai ibu rumah tangga sembari mengajar mata pelajaran Kimia di salah satu sekolah di Mojokerto. Just wanna be a good learne...

Selengkapnya
Navigasi Web

Paradigma Ekonomi Kapitalisme, Akar Polusi Udara?

Polusi udara kini menjadi salah satu masalah lingkungan global yang semakin mengkhawatirkan. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup manusia, tetapi juga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Peringatan Hari Udara Bersih Internasional yang diprakarsai oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) tahun ini kembali menyoroti pentingnya investasi pada udara bersih dengan kampanye “Invest in CleanAirNow”. Di tengah meningkatnya urgensi untuk mengatasi polusi udara, tampak jelas bahwa pendekatan global saat ini masih belum sepenuhnya menyentuh akar masalah. Solusi-solusi yang ditawarkan, seperti pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), meskipun penting, masih dipertanyakan efektivitasnya jika tidak diiringi dengan perubahan paradigma ekonomi yang menjadi akar dari masalah polusi udara ini.

Pertumbuhan ekonomi global yang didorong oleh industrialisasi tanpa kendali telah menyebabkan peningkatan polusi udara yang signifikan. Pabrik-pabrik, kendaraan bermotor, pembangkit listrik berbasis fosil, dan berbagai kegiatan industri lainnya menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca dan polutan udara lainnya. Polusi udara tidak hanya merusak kualitas lingkungan, tetapi juga berisiko bagi kesehatan manusia. Setiap tahun, jutaan orang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan polusi udara, seperti penyakit pernapasan dan kardiovaskular.

Dorongan global untuk beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT) sering kali dianggap sebagai solusi utama dalam mengurangi polusi udara. Namun, solusi ini sejatinya bersifat parsial dan bahkan menutupi akar masalah sebenarnya. Penggunaan EBT memang dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang menjadi sumber utama polusi udara, tetapi pengembangan EBT sendiri tidak lepas dari orientasi bisnis. Banyak negara dan perusahaan besar yang berinvestasi dalam energi terbarukan bukan semata-mata demi mengurangi polusi, melainkan untuk mengejar keuntungan dari industri baru ini. Pada akhirnya, pengembangan EBT menjadi alat untuk melanggengkan paradigma kapitalisme yang mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya.

Solusi yang ditawarkan melalui EBT sering kali tidak menyentuh akar masalah. Polusi udara yang dihasilkan dari industrialisasi berlebihan tetap menjadi masalah utama yang belum terselesaikan. Industri-industri besar masih beroperasi dengan pola yang sama—mengutamakan produksi tanpa memperhatikan dampak lingkungannya. Peralihan ke energi terbarukan hanyalah salah satu solusi tambal sulam yang ditawarkan untuk menutupi dampak buruk dari industrialisasi tersebut. Dalam paradigma ekonomi kapitalisme, pertumbuhan ekonomi selalu diutamakan, bahkan jika itu harus merusak lingkungan.

Lebih dari sekadar solusi teknis seperti EBT, masalah polusi udara ini seharusnya dilihat sebagai konsekuensi dari paradigma pembangunan ekonomi yang rusak. Kapitalisme, dengan obsesinya terhadap pertumbuhan ekonomi yang tidak terbatas, telah mengabaikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan jangka panjang umat manusia. Paradigma ini hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek dan eksploitasi sumber daya alam, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.

Sebagai contoh, banyak perusahaan besar yang memanfaatkan wacana hijau untuk meningkatkan citra mereka, sementara di belakang layar mereka tetap melanjutkan praktik-praktik yang merusak lingkungan. Pengembangan EBT sering kali menjadi bagian dari strategi bisnis yang menguntungkan mereka, bukan solusi yang komprehensif untuk mengatasi polusi udara. Akibatnya, meskipun ada dorongan untuk beralih ke energi bersih, polusi udara global tetap meningkat karena akar masalahnya, yaitu industrialisasi yang ugal-ugalan, belum diatasi.

Berbeda dengan paradigma kapitalisme, Islam menawarkan paradigma yang lebih holistik dalam menangani masalah lingkungan, termasuk polusi udara. Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan umat dan kelestarian lingkungan menjadi prioritas utama. Pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, segala bentuk aktivitas ekonomi harus dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara kepentingan manusia dan lingkungan.

Dalam Islam, kepemimpinan yang baik tidak hanya bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, tetapi juga terhadap kelestarian lingkungan. Prinsip-prinsip seperti khalifah (pemeliharaan bumi) dan tasharuf bil haq (pengelolaan dengan benar) menekankan pentingnya menjaga alam sebagai amanah dari Allah. Negara dalam Islam bertanggung jawab untuk memastikan bahwa aktivitas ekonomi tidak merusak lingkungan. Negara juga harus mengatur agar penggunaan sumber daya alam dilakukan secara bijak dan berkelanjutan, bukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok bisnis besar.

Sistem Islam juga menolak pajak yang memberatkan rakyat dan lebih mengandalkan pendapatan dari sumber-sumber kepemilikan umum, seperti sumber daya alam, untuk membiayai kebutuhan negara. Dengan demikian, negara tidak perlu mengejar pertumbuhan ekonomi yang merusak lingkungan hanya demi mendapatkan pendapatan. Sebaliknya, negara dalam Islam akan berfokus pada kesejahteraan umat dengan menjaga lingkungan sebagai bagian integral dari kesejahteraan tersebut.

Dengan paradigma kepemimpinan yang benar, masalah polusi udara bisa diatasi dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Negara tidak hanya fokus pada solusi tambal sulam seperti EBT, tetapi juga mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak industrialisasi yang berlebihan dan menjaga keseimbangan alam. Paradigma kepemimpinan Islam yang berfokus pada kesejahteraan umat dan lingkungan menawarkan solusi yang lebih baik dalam mengatasi masalah polusi udara dibandingkan dengan paradigma kapitalisme yang mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa batas.

Pada akhirnya, investasi pada udara bersih tidak cukup jika hanya dilakukan dalam kerangka ekonomi kapitalis yang merusak. Diperlukan perubahan paradigma menuju sistem yang lebih adil dan bertanggung jawab, di mana kesejahteraan umat dan lingkungan menjadi prioritas utama. Islam memberikan kerangka kerja yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut, dengan menjaga alam sebagai bagian dari amanah yang harus dilindungi, bukan dieksploitasi.

Wallahua'lam Bish Showab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post