Linda latif

menulis sebagai investasi dunia akhirat

Selengkapnya
Navigasi Web
Ibu Ajari Aku Jadi Perempuan

Ibu Ajari Aku Jadi Perempuan

#Tantangan hari ke-1

#TantanganGurusiana

Menjadi seorang guru, impian tak pernah melekat dalam benak sebelumnya. Berandai hidup bersemai bersama anak didik di rumah dan di sekolah. Menjadi wadah para murid bercerita dan berkeluh kesah. Cemberut yang tampak berubah bahagia setelah bercerita, membuatku senang dan menikmati profesi ini. Padahal sejak kecil aku ingin menjadi montir, berkutat dengan mesin. Alangkah asiknya bersama dengan benda mati, yang tak pernah cerewet atas apapun yang kita lakukan. Tapi Allah telah memiliki skenario lain atas hidupku.

Dulu ibuku seorang wanita karir. Beliau guru agama berprestasi, sibuk sekali setiap hari. Meski dulu belum ada sertifikasi dan njelimetnya administrasi. Kami sulit sekali melakukan aktifitas keluarga bersama. Seharian beliau bergulat dengan tumpukan kertas dan buku. Setiap hari aku dan saudara-saudaraku menghabiskan waktu bersama bapak. Ketika aku menangis, ketika aku lapar, ketika aku di bully teman, bapaklah tempat aku berlari dan menangis.

Ketika semua teman-temanku bercerita tentang kerennya ibu mereka, akupun bercerita tentang kerennya bapakku. Bapakku pandai masak, pandai mengajari aku baca tulis, pandai bercerita, pandai membuat gambar lucu-lucu, bapakku sabar dan berbagai cerita-cerita unik tentang bapak. Namun tak ada satu ceritapun tentang ibuku.

Bagi seorang anak kecil seperti aku, itu bukan sebuah masalah, toh ada bapak. Aku tumbuh menjadi anak yang tomboy, mainanku mainan laki-laki. Ketika ke masjid, sarung dan kopyah pakaianku. Hanya ketika sekolah saja aku memakai rok, sepulangnya bercelana dan berkaos saja.

Duniaku dunia anak laki-laki, apa yang mereka sukai, aku juga suka. Dan bapakku satu-satunya superheroku. Sedangkan Ibu, dimataku tidak begitu spesial, terlalu cerewet dan suka mencampuri urusan. Ibu sering ngomel ketika di rumah, “Perempuan itu pakai rok, ndak tomboy. Bagaimana nanti kalau sudah dewasa?”. Aku ndak begitu suka ibu, apalagi ketika aku sakit. Meski aku merengek dan menangis agar bersama ibu, beliau tega meninggalkanku. “Ini tugas negara Azka, nanti kamu juga akan mengerti” begitu alasan yang selalu beliau ucapkan.

Hingga SMA aku masih tomboy, meski begitu temanku juga banyak dari perempuan. Walaupun perempuan aku suka bela diri, memanjat pohon aku ahlinya. Aku juga bisa memperbaiki barang-barang elektronik. Saat masih jarang yang bisa naik sepeda motor, bapak sudah mengajariku.

Meski tomboy aku tidak pernah merokok, apalagi minum-minuman keras. Haram kata bapakku, dari beliaulah aku mengerti halal haram. “Manusia sehebat apapun pasti mati dan akan dimintai pertanggungjawaban. Jangan sampai kamu melakukan dosa besar, siksanya berat, hidupmu pasti susah” wejangan ini yang sering beliau ulang-ulang.

Suatu ketika temanku minta diantar pulang sekolah, tubuhnya demam. Kasihan kalau harus naik angkotan. Selama perjalanan ia bercerita tentang keluarganya, dan aku merasa iba. Tiba-tiba saja ia memelukku dari belakang. Ada perasaan aneh, senang sekaligus khawatir. Langsung ku tancap gas agar segera sampai rumahnya.

Selama dalam perjalanan pulang aku terus beristighfar. Ya Allah perasaan apa ini, aku bingung dan gelisah. Di rumah kurasakan denyut jantungku, berdetak dengan cepat. Wajah dan gerak gerik Siska terbayang jelas di benakku. Senyumnnya tiba-tiba mucul, perasaanku tak karu-karuan. Seharian aku mengurung diri di rumah, makan tak selera, mbolang juga jengah.

Saat aku sholat teringat cerita bapak tentang kisah kaum sodom, kaumnya nabi luth yang saling menyukai sesama jenis. Astagfirullah apakah ini adalah rasa yang dilaknat? Tanpa menunda aku langsung ke bapak dan menceritakan semua yang kurasa. Bapakpun bertausiyah panjang lebar. Mulai dari sejarah munculnya LGBT hingga upaya untuk menghancurkan bangsa lewat prilaku terlaknat ini. Kucerna satu-satu tausiyah bapak, dan aku semakin paham tentang LGBT, termasuk lesbi di dalamnya. Namun perasaanku masih gelisah, rasa ini sulit pergi. Sepertinya bapak tahu kegelisahanku. Beliau pergi ketempat kerja Ibu, sepertinya menceritakan tentang diriku.

Akupun sibuk dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba ibu datang menawarkan teh hangat. “Azka baik-baik saja?” tanya ibu sambil menyerahkan teh hangat dengan senyum yang tidak seperti biasanya.

Dengan canggung kucoba menceritakan perasaan yang kurasa, ibu mendengarkan ceritaku hingga selesai. Tidak biasanya beliau hanya berbicara setelah aku selesai berbicara. “Azka, manusia itu punya naluri untuk disayangi dan menyanyangi. Ketika laki-laki bertemu perempuan, muncul ketertarikan dan kecocokan. mereka akan menjalin hubungan, kalau dalam Islam hubungan itu dibingkai dalam pernikahan. Kalau sekarang banyak yang terjerumus pada pacaran. Kalau dengan yang sesama jenis, berarti setan yang memunculkan rasa-rasa tadi.” Aku mengangguk tanda paham. Saat itu ibuku seperti ustazah yang menyejukkan.

“Azka sudah terbiasa bergaul, berprilaku dan berpakaian laki-laki. Seolah-olah laki-laki beneran, padahal dalam Islam itu dilaknat. “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad).”

Jadi rasa menyukai sesama jenis itu bukan muncul dari naluri yang benar, tapi salah. Harus dialihkan dan diluruskan. Jika Azka tidak bercerita dan memendam terus rasa ini. Tiap hari ketemu sama Siska, sering ngantar, bercanda, maka rasa tadi akan berubah menjadi cinta dan ingin memiliki.” Sontak mulutku berucap “naudzubilahimindzalik”

“Azka diberi pilihan sama Allah, apakah akan melanjutkan rasa dan terjerumus pada kemaksiatan, atau Azka alihkan rasa tadi pada kesibukan dan bertaubat kepada Allah?” tanya ibu sambil menggenggam tanganku dengan erat.

Sepanjang malam aku merenungi dan memikirkan semua perkataan ibu dan bapak. Rasa itu aku menikmatinya, indah dan hangat. Tapi jangan sampai karena rasa hidupmu hancur dan akhiratmu sengsara. Aku bisa mengalihkan rasa itu. Tapi kalau aku harus menjadi perempuan agar tak menyukai perempuan, bisakah?.

“Ibu ajari aku jadi perempuan” kata-kata itu langsung meluncur begitu saja. Bapak bengong dan ibu tersenyum. Sejak saat itu setiap malam kuhabiskan bersama ibu, bercengkrama dan belajar menjadi perempuan. Hal awal yang kulakukan adalah membiasakan diri berpakaian perempuan dan berkerudung. “Rambut itu aurat Azka. Muslimah wajib menutupinya” ucap lembut ibu. Tanpa membantah sedikitpun aku dipakaikan kerudung. Ribet dan gerah diawal, tapi demi masa depan dunia akhiratku. Gpp lah duniakan sementara.

Berat kurasa ketika kesekolah teman-teman pada tertawa dan meledek. Rasa malu dan ragu mulai meliputiku. Kata ibu carilah teman yang akan mengantarkanmu pada kebaikan dan surga. Teman dan lingkungan yang baik akan memudahkan kita hijrah. Di sekolah kucari guru agamaku Bu Rima, dihadapan beliau kusampaikan maksud dan pesan ibuku pada beliau. Bu Rima mengajakku ke masjid sekolah dan memperkenalkanku pada anak-anak rohis SMA.

Disinilah aku memulai hijrahku dengan sebenarnya. Pelan, bertahap tapi pasti. Aku tidak langsung meninggalkan kumpulan teman-teman cowokku. Aku sampaikan pada mereka maksudku. Ada yang tertawa, ada yang cuek ada yang tak sepakat. “Jangan fanatiklah Azka, kitakan sudah berteman lama. Kamu gabung lagi saja” selorohnya. Meski ada yang tidak sepakat dengan keputusanku untuk berhijab dan menjaga pergaulan. Keputusanku tetap aku ingin menjadi perempuan sebenarnya. Perempuan muslim yang taat syariat, seorang muslimah yang kelak akan menjadi cahaya bagi kedua orang tuanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post