Lisa Lazwardi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Setahun Berlalu (part 7)

Setahun Berlalu (part 7)

Tantangan Hari ke-54

Alhamdulillah, penutupan diklat bisa dipercepat, Kepala Badan mendadak Dinas ke Jakarta, sehingga acara penutupan secara resmi dilaksanakan Selasa sore. Pagi Rabu lansung post test dan semua peserta bisa langsung pulang. Uncu sudah sampai jam 10 pagi, kami tidak mampir ke rumah Marapalam karena Alya dan Rani sekolah, sedangkan Annisa dan Varra juga kuliah. Singgah ke sekolah Uni Poo istri Da Yosef, kami saling melepas rindu karena sejak Mama ke Jakarta sangat jarang bisa bertemu. Tante Poo menjaga anak-anak di Padang dan penulis menemani Arsyad di Batu Sangkar.

Di perjalanan pulang ke Payakumbuh penulis mencoba menghubungi Mama lagi. Ternyata Mama sudah di Rumah Sakit sejak jam 3:30 pagi. Kata Mama, perasaan mama tidak nyaman saat sholat tahajud, mama menelpon Uda dan ternyata Uni sesak nafas dari tengah malam. Mama memutuskan berjalan sendiri dini hari itu ke Dharmais, sedihnya perasaan kami mendengar cerita Mama.

"Sekarang bagaimana kondisi Uni Ma?" Tanya penulis. "Alhamdulillah sudah normal lagi Nak," jawab Mama. Sebenarnya ingin sekali menemani Mama di sana, karena setiap malam Uda di rumah sakit dan mama sendirian di tempat kos. Tapi 3 hari lagi Arsyad UN, tidak mungkin rasanya meninggalkan si Bungsu ini sendirian saat UN. "Semoga Uni kembali pulih," harapan di hati kami semua.

Kamis siang ni Adek menelpon, menyampaikan bahwa ni Adek dan da Yosef di Jakarta. Mendengar Mama dini hari berangkat ke rumah sakit sendiri, ni Adek langsung pesan tiket ke Jakarta. "Annisa dan Varra juga berangkat ke Jakarta sore nanti," kata ni Adek. Hati kami semakin tidak tenang. Tapi permohonan Da Andi, "Lisa dan Uncu tolong temani Arsyad, jangan kasih tahu Arsyad kondisi Uni, 2 hari lagi Arsyad UN." Dilema hati yang berat buat kami, tak putus-putus lantunan doa untuk Uni.

Malamnya kembali kami komunikasi, naluri seorang Ibu antara penulis dan ni Adek, kami merasa tentunya ni Pit rindu mendengar suara Arsyad. Varra juga bilang kalau Mama berjanji ke Arsyad akan pulang sebelum Arsyad UN. Tentunya hati Arsyad bertanya, "Mengapa Mama belum pulang?" Dan Ni Pit tentunya juga berpikiran sama walaupun tidak tersampaikan.

Kami sepakat menunggu perkembangan besok, kalau ni Adek menyuruh vidio call, pagi-pagi penulis dan Uncu berangkat ke Batu Sangkar. Arsyad tidak pakai Android, hanya HP kecil sehingga komunikasi dengan Mama dan Papa hanya melalui telpon. "Kita bantu Uni dengan bacaan surat Al Kahfi ya Ni Adek.." penutup pembicaraan di telpon malam itu. Dan kami langsung mengambil Al Qur'an, di saat berjauhan seperti ini hanya Allah tempat memohon pertolongan. "HasbiyAllahu wani'mal wakiil," hanya Allah sebaik-baiknya pelindung.

Jumat pagi menuju Batu Sangkar, ni Adek menelpon bahwa Da Andi sudah mengizinkan kami untuk memberi tahu Arsyad kondisi Uni. Bergegas kami berangkat, semoga bisa segera Arsyad dan Uni saling berkomunikasi. Mungkin ini yang ditunggu-tunggu Uni dari kemaren. Masih di perjalanan da Andi menelpon, "Buruan ya Ncu, kasih tahu Arsyad baik-baik." Tak berapa lama kemudian ni Adek menelpon lagi, "Kita Vidio Call," kata ni Adek.

Di layar penulis melihat kondisi Uni yang sudah sangat menurun, "Ni Pit....,Ni Pit...," air mata ini tidak tertahan lagi. "Ni Adek tolong letakkan HP dekat telinga ni Pit," mohon penulis. Penulispun mentalqinkan,"Uni yang kuat Uni, jangan lupa Allah Uni." "Laa Ilaha Illallah, Allah, Allah," ucapkan dengan hati uni ," dengan lembut penulis bisikan sambil berurai air mata.

Uncu yang menghentikan mobil saat melihat penulis menangis memanggil Uni. Segera mendekat ke layar HP, "Ni Pit... Ni Pit..," ratap Uncu. Penulis segera mengingatkan, "Uncu talqinkan Uni, air mata kita tak akan membantu Uni," kembali ni Adek dekatkan HP ke telinga Ni Pit dan uncu membaca kalimat talqin. " Lisa, Yose, sekarang tenangkan hati kalian, lanjutkan perjalanan, pertemukan Arsyad dengan Ni Pit," pinta Ni Adek.

Kami berdua berusaha menghentikan tangis ini, "Bismillah, bantu Uni dan bantu kami untuk mempertemukan mereka Ya Allah.." doa Uncu sebelum mulai menyetir lagi. Mendekati daerah Pagaruyuang, Uncu meminta penulis menelpon Arsyad. "Assalamualaikum Nak.. Arsyad sudah sarapan Nak?" Terdengar jawaban Arsyad, "Sudah Tan, Syad mau mandi." Penulis melanjutkan, "Ok Nak.., Buruan ya. Tante mau ke sana, sudah dekat rumah." "Iya Tan.."

Mobil sudah 10 menit berhenti di depan rumah, kami berusaha mengeringkan air mata dan bersikap wajar. Arsyad belum membuka pintu, berarti masih mandi. Biasanya kalau dibilang sudah dekat, saat sampai di rumah, pintu sudah terbuka dan Arsyad duduk di teras. "Uncu..." teriak Arsyad dengan gembira, "Sudah lama Uncu?" tanya anak kami ini. "Baru juga sampai Nak," sambil mengacak rambut Arsyad Uncu menjawab.

"Hari ini sudah telpon Mama Nak?" tanya penulis. Arsyad mengatakan bahwa dari kemaren belum ada Papa nelpon. "Kita telpon ya, tapi Arsyad janji dulu harus menguatkan Mama, jangan cengeng." Sepertinya Arsyad agak bingung tapi cepat menjawab,"Iya Tan..." Dengan berdebar Uncu menghubungi nomor Ni Adek, "Ni Adek, ini Arsyad," ni Adek langsung bilang, " Arsyad bicara sama Mama ya." Uni pun mengarahkan layar HP ke wajah Ni Pit.

"Mama ... Mama...," raung Arsyad. Uncu langsung merangkul Arsyad, " Jangan menangis Nak, bantu Mama. Talqinkan Mama, " Uncu berusaha menguatkan Arsyad. "Allah..Allah...," lirih suara Arsyad. Tapi airmata terus mengalir dan kembali memanggil, "Mama..., Mama.." penulis berusaha menenangkan Arsyad. Tapi anak yang sedang melihat Ibunya koma tentunya tidak akan mudah untuk tenang.

Tiba-tiba Da Yosef bicara, "Uncu, kalian ke Jakarta saja. Tidak mungkin Arsyad akan tenang hatinya, melihat Uni begini. UN susulan saja nanti atau hari Minggu pulang." Uncu setuju, "Arsyad kita ke Jakarta Nak, ambil baju Arsyad dengan tas ransel kecil saja. InsyaAllah hari Minggu kita balik," berlari Arsyad masuk ke dalam mengambil tas dan kami langsung berangkat.

Kita berbagi, penulis pulang ke Payakumbuh sendiri untuk persiapan mengurus administrasi ke sekolah, kalau Arsyad terpaksa ujian susulan. Sedangkan Uncu bersama Arsyad langsung ke bandara. Tiket sudah dipesan online oleh da Yosef, keberangkatan jam 4 sore. Kita berpisah di parak Jua, penulis naik bus menuju Payakumbuh. Sepanjang perjalanan penulis berdoa, "Ya Allah, bantulah Uni kami. Ya Allah sempatkanlah Arsyad bertemu Uni." "HasbiyAllahu wani'mal wakiil."

(...) #TantanganGuruSiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Merinding n menangis ikut membacanya Lisa

27 Apr
Balas

Sedih banget nulisnya La...Tapi tetap ingin menamatkan kisah ini

27 Apr

Aduh...kami yg tidak ada pertalian darah, luar biasa menahan kesedihanny lisa, aplgi lisa sekelrg...semangat yaa Arsyad dan anak2 yg lain...

27 Apr
Balas

Terima kasih cik gu Eli..

27 Apr

Larut pada kisahnya sanak, mantap

27 Apr
Balas

Terima kasih pak..Salam kenal

27 Apr

Ya Allah Lisa...nggak kuat baca nyo Kemenhan 1 th lalu terbayang kembali...Allah lebih sayang sama buk piet...ya Allah moga beliau ditempatkan d sorga Mu amin alfatihah

27 Apr
Balas

Iya Uni.Alkah sayang ni piet..

27 Apr



search

New Post