Lisza Megasari

Guru di SLB Negeri Binjai, Sumatra Utara. Sudah menjadi guru SLB sejak 2006 dan menikmati pekerjaan ini sampai sekarang. Ibu dua anak ini pernah dipercaya mewa...

Selengkapnya
Navigasi Web
EMPAT JARI LALU KELINGKING UNTUK BINJAI (Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)

EMPAT JARI LALU KELINGKING UNTUK BINJAI (Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)

EMPAT JARI LALU KELINGKING UNTUK BINJAI

(Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)

Tantangan Hari 24

#TantanganGurusiana

April 2020 nanti genap aku mengajar SLB selama 14 tahun. Tak terasa sudah lama. Pernah mengajar siswa tunanetra (hambatan penglihatan), pernah pula menangani siswa tunaganda dengan kecenderungan tunagrahita (IQ rendah), lalu ADHD (hiperaktif) juga pernah. Namun, yang paling sering, menangani siswa tunarungu/ tuli/ hambatan pendengaran.

Siswa tuli yang kutangani biasanya adalah siswa kelas 1 SDLB. Baru masuk sekolah, usia rata-rata 6-10 tahun, dan belum memiliki kemampuan berbahasa. Kadang ada juga siswa usia 10-17 tahun yang baru masuk SDLB dan juga memulainya di kelasku. Tak jauh berbeda dengan siswa usia 6-10 tahun, mereka juga masih minim berbahasa.

Oleh karena itu, fokus kelas bu guru Ega selalu mengenai pemahaman dasar akan bahasa. Mulai dari membimbing siswa menyadari bahwa apa yang dia pikirkan dan rasakan bisa diucapkan, dan begini cara mengucapkannya. Menuntun siswa menyadari bahwa ada cara berbahasa lain selain isyarat yang dipakainya berkomunikasi di rumah selama ini, bahwa ada bunyi bahasa, ada simbol huruf dan angka, ada kata, ada kalimat. Intinya, semua mengenai tahap 1 dari Metode Maternal Reflektif (MMR), yaitu Perdati (Percakapan Dari Hati Ke Hati).

Isyarat tetap digunakan untuk menjadi jembatan memahami makna kata dan kalimat. Biasanya mengajak anak untuk menggunakan isyarat resmi SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) daripada isyarat "tak baku" yang dia dan ibunya gunakan di rumah.

SIBI dituangkan dalam suatu kamus. Kamus SIBI dicetak oleh Kementerian Pendidikan RI sejak tahun 90an, yang merupakan kumpulan pengalaman lapangan di SLB-SLB tua Indonesia sejak tahun 70an. Kamus SIBI sudah beberapa kali mengalami revisi. Kamus SIBI yang ada padaku adalah revisi 2013. Kamusnya cukup tebal dengan 833 halaman.

Kamus SIBI itulah panduanku untuk mengajarkan bahasa kepada siswa-siswa kelas dasarku. Kata-kata yang diajarkan pun masih dasar, sesuai tumbuh kembang anak usia sekolah dasar.

Namun, setiap hari setiap kali melewati kerumunan siswa tuli SMALB, ada rasa penasaran besar di dalam diriku. Mereka bicara apa? Mengapa isyarat mereka tidak ku kenali? Ada isyarat SIBI, namun sepertinya ada isyarat lain. Isyarat apa itu?

Aku suka berkomunitas. Lintas komunitas. Tak hanya komunitas guru. Rasanya menyenangkan punya banyak teman lintas profesi dan disiplin ilmu. Dari komunitas juga kutemukan bahwa ada isyarat lain yang digunakan para difabel tuli selain SIBI. Isyarat itu adalah Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).

Ternyata ada diskursus mengenai penggunaan kedua jenis isyarat ini di Indonesia. Ada beberapa daerah yang sangat getol menggunakan SIBI, ada juga beberapa daerah yang sebaliknya getol menggunakan Bisindo. Suatu saat, ingin rasanya menulis khusus tentang kedua jenis isyarat ini.

Kembali kepada siswa SMALB SLB Negeri Binjai. Ada yang sangat menarik pada mereka. Mereka dengan sangat indah memadukan SIBI dan Bisindo dalam isyarat mereka. Paduannya amat harmonis sampai para siswa tuli ini terkadang mengira isyarat suatu kata yang mereka gunakan adalah Bisindo, padahal itu SIBI. Sering sekali perlu kutunjukkan kamusnya bahwa itu SIBI, barulah mereka percaya.

Sejak pulang dari shortcourse MMR Korea Selatan Maret 2019, selain karena tuntutan desiminasi, rasa penasaranku pun makin menjadi. Siswa tuli di bangku SMA biasanya lebih baik berkomunikasi daripada siswa tuli jenjang SD. Para siswa SMALB sudah memasuki awal dari tahap 3 MMR, yaitu Percali (Percakapan Linguistik). Percali ini bisa dikatakan seperti halnya kita orang mendengar berbicara satu sama lain. Dan melakukan Percali dengan siswa tuli remaja rasanya lebih menantang daripada melakukannya dengan siswa tuli anak-anak.

Setelah berdiskusi dengan pihak sekolah, selain tetap menjalankan tugasku sebagai guru kelas SDLB Tunarungu di pagi hari, aku pun memberanikan diri menjadi guru program khusus di jam siang SMALB. Petualangan pun mulai. Kusebut petualangan karena berkomunikasi dengan mereka memang menjadi sebuah petualangan bagiku.

Mereka siswa SMALB itu belajar struktur bahasa lewat SIBI dariku. SIBI memang sangat kuat dalam memahamkan struktur bahasa Indonesia. Konsistensi mewakili sintaksis bahasa Indonesia amat terasa di SIBI. Konsistensi juga terlihat dalam penggunaan kosa kata SIBI yang sama di seluruh Indonesia. Kamus SIBI tersebar ke mayorits SLB seIndonesia.

Aku pun belajar Bisindo dari mereka. Bisindo sangat fleksibel, terasa mengesampingkan struktur bahasa dan lebih mengutamakan untuk saling paham antar pengisyarat. Yang penting aku paham kamu, susunan kalimat nanti dulu. Bisindo bisa dibilang lebih gaul dari SIBI. Karena gaul, setiap daerah di Indonesia punya kosakata yang sedikit berbeda satu sama lain. Mungkin ini penyebab mengapa Bisindo tidak dituangkan dalam sebuah kamus. Belum ada kamus Bisindo. Bila Anda ingin belajar Bisindo, perlu belajar langsung dari kawan-kawan tuli.

Kalau aku ditanya, pilih mana SIBI atau Bisindo, aku jawab pilih keduanya. Persis seperti siswa-siswa tuli Binjaiku yang sangat harmonis memadukan keduanya dalam isyarat sehari-hari mereka.

Analoginya, dimanapun kamu berada tentu ada kondisi saat kamu perlu bicara santai dengan bahasa gaul, dan ada kondisi kamu perlu bicara serius dengan bahasa resmi. Lalu tak masalah kan menguasai keduanya?

Mengapa fokus pada perbedaan, bila persamaan bisa menciptakan harmoni? Harmoni yang terasa indah terjalin dalam bahasa isyarat kata BINJAI.

Tidak ada isyarat kata Binjai di kamus SIBI terbaru. Namun, tahukah Anda bahwa isyarat Bisindo untuk kata Binjai menggunakan isyarat huruf B pada SIBI, yang lalu dijalin dengan huruf J yang diisyaratkan persis sama, baik pada SIBI maupun Bisindo?

Huruf B pada SIBI adalah empat jari. Huruf J pada SIBI dan Bisindo adalah jari kelingking.

Empat jari, lalu kelingking, untuk Binjai.

Harmoni.

*****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa... Hebat Bu. Semoga sukses ya... Salam literasi

26 Feb
Balas

Makasih banyak bu :)

29 Feb

Kereen Ga, bermanfaat sekali, sukses ya

26 Feb
Balas

Makasih kak. Sukses juga untuk kakak :)

29 Feb



search

New Post