LITA SULISTYANINGTYAS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ada Apa Dengan Diriku?

Ada Apa Dengan Diriku?

"Innalillahi wa innalillahi rojiuun...."

Begitulah pesan di WAG sekolah yang aku baca pagi ini tepat jam 05.39. Berita duka datang dari teman kami yang ibundanya baru saja berpulang. Sudah dua hari bu Hermin pulang ke Cirebon merawat ibunya yang sedang sakit, mendadak drop katanya. Aku terhenyak membaca berita tersebut. Semalam baru saja aku tanyakan tentang kondisi ibunya yang menurutnya sudah membaik.

"Gimana kabar ibundannya, Bu?" tanyaku .

"Alhamdulillah, sudah kembali sehat. Terimakasih doanya bu.." jawaban temanku ikut membahagiakanku.

Lalu entah apa sebabnya tiba-tiba saja terbersit dalam benakku untuk menjawab obrolan tersebut dengan kata "Tolong di talqin ibundannya ya Bu.."

Sudah kutulis tapi ku hapus lagi. Dan pagi ini kuterima kabar duka ini, 21 Febuari 2020. Senarnya hal ini sudah sering terjadi, aku sendiri kadang merasa aneh dengan diriku. Hal ini pertama kali terjadi dulu sekali awal mula aku baru berumah tangga. Sepulang dari pasar yang terletak berseberangan jalan rumah orangtuaku, melintas dengan jelas seorang bapak yang sangat aku kenal. Bapak sahabatku, Santi, sejak SD, SMP, SMA dan hingga kini. Mengenakan baju koko putih dengan celana putih, mengendarai vespa tuanya menuju arah selatan. Mau kemana bapak itu? Koq sama sekali tidak meneloh ke arahku? Wajahnya pucat pasi seperti terburu-buru ke tempat kerja.

Belum lagi aku sampai rumah baru saja di sepertiga jalan gang menuju rumah, tiba-tiba aku terkulai lemas. Aku tidak tahu apa sebabnya, seingatku, aku sudah ada di rumah di atas kasur didampingi ibuku. Aku heran melihat ibuku mengenakan kerudung hitam dan bergamis hitam, layaknya orang hendak takziah.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar.." Ibu tersenyum ke arahku.

"Umi mau kemana?" Tanyaku heran dengan pakaiannya.

"Umi mau taziah ke rumah Santi. Bapaknya meninggal subuh tadi."

"Ayo kalau mau ikut, cepat ganti baju.." Ibu keluar meninggalkan aku yang terlongok mendengar kabar duka tersebut. Terus tadi pagi yang aku lihat siapa???

Itulah awalnya, kupikir hanya itu saja. Memang tidak sering dan juga tidak lama. Beberapa tahun berikutnya aku melihat orangtua murid seperti biasa mengantar anaknya sekolah. Bapak terlihat tergesa mengantarnya, sehingga sang anak tergopoh mengejarnya. Meskipun aku melihat dari dalam mikrolet tampak jelas terlihat wajah pucat sang bapak, disapapun tak menjawab. Aku bergegas turun dan menuju gerbang sekolah yang hanya berjarak 10 meter dari jalan. Kulihat sang bapak berlalu tanpa menoleh.

Sesampainya di ruang guru aku kembali dikejutkan dengan berita duka meninggalnya ayah seorang siswa yang merupakan ketua komite sekolah. Bapak yang tadi aku lihat dan aku sapa di jalan ternyata meninggal dunia subuh tadi. Bukan karena sakit tapi terjatuh di kamar mandi, dan kepalanya membentur pinggiran lantai kamar mandi. Bapak yang berprofesi sebagai dokter di rumah sakit negeri ternama dan terbesar di Jakarta itu menghembuskan nafas terakhirnya setelah dirawat di rumah sakit tersebut. Sempat terjadi perdebatan antara aku dan teman-teman yang mengatakan mungkin aku sedang bermimpi, karena aku bersikeras mengatakan baru saja berbarengan dengan bapak tersebut menuju sekolah. Dan mereka bilang anak tersebut juga tidak masuk hari ini. Ya pastilah tidak masuk, orang bapaknya meninggal masa dia masuk sekolah. Aku benar-benar bingung.

Di rumah sakit, sang istri yang juga merupakan dokter di rumah sakit yang sama tetapi berbeda spesialisasinya, tampak terkulai disisi jasad suaminya. Kembali terbersit dalam diriku lalu siapa yang tadi aku lihat ? Sebenarnya aku tidak pernah memikirkan apa yang terjadi dengan diriku. Karena menurutku jika aku bicarakan dengan orang lainpun mereka tidak akan percaya, bahkan aku dikatakan aneh dan mengigau. Akhirnya aku tidak pernah membicarakan keanehan yang ada dalam diriku.

Tahun berlalu, kali ini yang aku hadapi adalah ibundaku sendiri. Ibu terkulai tak sadarkan diri setelah jatuh dari atas kasur dengan posisi terduduk di lantai kamar. Kami berupaya mencari rumah sakit dimalam menjelang maghrib. Setelah ditolak rumah sakit yang biasa tempatnya berobat jalan dengan alasan tidak memiliki peralatan yang memadai. Rumah sakit tersebut menyarankan agar kami membawa ibu ke rumah sakit kepolisian di Jakarta Timur, mereka juga menyarakan jika ibu sudah berhasil ditangani atau pun tidak berhasil tidak dianjurkan untuk kembali ke rumah sakit tersebut. Aneh menurut kami kenapa rumah sakit menolak pasien dan menyarankan tidak untuk kembali.

Kami melanjutkan perjalanan mencari rumah sakit lainnya, akhirnya kami berhenti di rumah swasta di daerah Jatinegara. Ibu langsung diobservasi oleh petugas, berbekal kartu BPJS, ibu diterima dengan baik dan dilayani sangat cepat di ruang UGD. Pengurusan surat menyurat pun berjalan cepat dan lancar. Beberapa saat setelah observasi, ibu diberi suntikan dibagian tulang belakang, dan ibu tampak kembali normal. Setelah sepuluh hari ibu di rawat, kembali ibu menjalani rawat jalan di rumah.

Beruntung aku bisa menemaninya karena aku tidak mendapat jadwal mengawas.

Hari Senin semasa ibu masih di rumah sakit, aku pulang ke rumah Tambun, mengambil baju ganti dan perlengkapan lainnya. Setelah mendapat izin dari suami untuk kembali merawat ibu. Malam hari sebelum aku kembali kakak laki-laki ku memberi kabar keadaan ibu yang kembali drop. Entah apa maksudnya secara sepontan aku menjawab "Tolong ibu ditalqin mas. Dibimbing lafal laa illaha ilallah. Sontak aku dibentak kakak. "Kamu ibu masih hidup sudah dianggap mati. Ga tahu diri. Tega sama ibumu sendiri." Begitu kira-kira. Aku terdiam. Aku juga bingung kenapa harus mengeluarkan kata-kata tersebut.

Esoknya akunkembali ke rumah kakak, tempat ibuku di rawat setelah pulang dari rumah sakit. Kami memutuskan untuk membawa ibu ke rumahnya sendiri. Di rumah, ibu tidak mengeluarkan sepatah katapun meski dijenguk oleh para tetangga hinggal ajal menjemput. Sendiri aku mendampingi ibu sambil terus mentalkinnya.

Kali ini pun aku kembali bertanya ada apa dengan diriku.

Tahun terus berlalu, aku kembali mengalami hal serupa. Pagi bulan lalu aku menerima whattsup dari sahabatku. Dia memintaku membantu dibidang finansial untuk keperluan mengantar ibunya pergi ke Depok menjenguk Pakdenya. Katanya kondisinya sudah sekaratul maut. Jumat itu dia mengantar ibunya. Hari keempat dia di Depok aku kembali bertanya gimana kabar Pakdenya. Dia menjawab kondisinya sudah membaik. Sekarang sudah mau makan. Sudah mau berbicara. Aku jawab alhamdulillah. Lalu secara sepontan kemabali aku bilang, "Tet, tolong ditalqin Pakdenya."

"Dulu ibuku juga begitu."

Sontak sahabatku langsung marah, dia bilang "Enak aja Lu, orang masih hidup juga. Jangan nyumpahin Lu."

Aku terdiam. Benar juga kenapa aku sok tahu dengan nasib orang siapalah aku. Esok paginya kubaca whattsup sahabatku. Isinya penuh dengan emoticon yang bercucuran air mata, dia bilang Pakdenya sore kemarin meninggal dunia. Dia menyesal tidak menyampaikan pesanku kepada keluarga almarhum.

Akupun kembali bertanya ada apa dengan diriku. Jujur aku takut dan merasa aneh. Kenapa aku jadi seperti ini. Semalam (20 Febuari 2020) kejadian ini pun berulang, cuma saja aku membatalakan dan menghapus tulisan yang seharusnya aku kirim. Teman di sekolah sudah dua hari pulang ke Cirebon. Ibunya sakit, tiba- tiba drop. Karena ada kasus siswa yang berkaitan denganku selaku wali kelasnya, maka aku kembali berkomunikasi melalui WA. Seperti biasa aku selalu bertanya tentang kondisi ibundanya yang sedang sakit. Dan seperti biasa jawabnya sama.

"Alhamdulillah sudah makin baik. Sudah mau makan."

Lalu aku jawab seperti biasa juga sudah kutuliskan "Tolong di talqin ibundanya, ya Bu.." Tapi entah kenapa tulisan itu tidak aku kirim, malah aku hapus. Mungkin karena aku takut menyinggung perasaan orang yang sedang bergembira ibundanya kembali sehat atau apa. Tapi apa yang terjadi? Pagi ini (21 Febuari 2020) aku menerima kabar duka di WAG sekolah yang mengabarkan meninggalnya ibunda Bu Hermin.

Kembali aku bertanya ada apa dengan diriku?

Tambun, 21 Febuari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah.. Terimakasih masukan dan doanya Pa.. Barakallah fiik.. Aamiin..

21 Feb
Balas

Itu anugerah ibu, saya pernah punya pengalaman saat almarhum ibu sedang sakit. Saya selalu berkeyakinan 1000% bisa sembuh. Tidak terbesit sedikit pun beliau. Mendampinginya setiap saat ketika berobat, membaca Al Quran, mengusap air matanya yang kadang mengalir disudut matanya. Andaikan saya tahu bahwa ada pertanda pada dirinya akan meninggal maka saya akan berusaha melakukan yang terbaik. Saat berganti jaga, tatapan ibu penuh dengan linangan air mata tanpa bisa berucap. Seandainya saya tahu saat itu pasti beliau ingin bilang " Nak ibu akan pergi, dampingi ibu di sini". Sampai pada akhirnya saya mendapat telepon baru harus segera datang ke rumah sakit karena kondisi ibu kritis, saat saya datang kematian itu datang. Seolah menunggu saya tiba. Ibu telah pergi dengan tenang. Saran saya dengan ibu, hanya cara menyampaikannya yang harus diubah, sampaikan kehidupan bukan keabadian, selalu ingat kemungkinan terburuk bahwa orang yang sedang sakit oleh keluarganya jangan ditinggalkan dan talkinlah ketika pertanda itu datang untuk kebaikan yang bersangkutan. Tulisan yang sangat mengingatkan. Sehat, bahagia, dan sukses selalu. Salam kenal dan salam literasi

21 Feb
Balas

Yaa Alloh, benar sekali, apa yang dialami Pak Mulya, demikian juga terjadi pada kami. Ulasan ini sebagai pengingat agar sebisa kita mendampingi orang tua kita hingga saat-saat terakhirnya. Barokalloh Bun.

16 Jul
Balas



search

New Post