LITA SULISTYANINGTYAS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
AKHLAK

AKHLAK

Seorang ibu tua ikut berdesak-desakan memasuki kereta listrik Jakarta Kota - Cikarang. Wajahnya pucat pasi. Seorang penumpang wanita muda yang duduk dihadapannya seakan tak peduli dengan keadaannya.

Memasuki stasiun berikutnya seorang penumpang wanita meminta kepada penumpang yang duduk untuk memberinya sedikit ruang dan akhirnya ibu tua itupun duduk. 'Nyempil' istilahnya. Duduk ga begitu nyaman karena hanya sebagian dari tubuhnya yang bisa masuk. Tak lama kemudian seorang wanita muda yang berada di sebelah kanannya memberinya duduk, karena hendak turun.

Ruang duduk menjadi lebih longgar buat si ibu tua, tapi apa yang dilakukannya?

Dia malah berbagi ruang tersebut dengan orang yang sudah menolongnya tadi. Sungguh mulia perbuatan sang ibu tua. Sementara dia tetap duduk dengan posisi 'menyempil' tadi. Dalam suatu hadist dikatakan:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّيْ مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku tempatnya pada hari kiamat adalah yang terbaik akhlaknya diantara kalian” (HR At-Tirmidzi 2018) [1]

Pelajaran yang begitu berharga, mungkin foto wanita muda yang meletakan tas di bangku untuk temannya di kereta yang sedang viral itu, perlu belajar dari si ibu tua tersebut. Pernah suatu hari saya mengalami sesuatu yang tidak mengenakan di angkutan umum yang sama. Ketika seorang wanita muda menyuruh saya duduk 'nyempil' di bangku yang tampak longgar di depannya. Agar saya bisa duduk, ibu muda tadi meminta kepada salah seorang bapak muda yang sedang tertidur. Tak disangka, ibu muda tadi malah dihardik dengan nada yang keras. Begitu keras suaranya sehingga mengejutkan penumpang lain. Sayapun berujar agar mengalah saja. Malulah kalau hanya hal sepele kita sampai bertengkar.

Dalam suatu hadis yang lain dikatakan bagaimana pun baiknya ibadah seseorang, baik itu solatnya yang selalu diawal waktu, tahajudnya yang tiada henti, puasanya yang tak penah putus, tapi akan tetap masuk neraka hanya karena lisannya menyakiti tetangga. Ketika hal ini ditanyakan para sahabat kepada Nabi Muhammad ﷺ Beliau menjawab "Karena itu adalah bagian dari akhlak" [2]

Akhlak, tidak hanya terkait masalah lisan, tapi juga perilaku. Akhlak juga yang menjadi pemberat timbangan kita diakhirat kelak seperti yang disebut dalam hadist berikut:

Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda :

مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِيْ مِيْزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat pada timbangan (kebajikan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang mulia” (HR At-Tirmidzi) [3]

Mungkin kita menilai si ibu tua tidaklah sehebat kita dalam beribadah, tidak sehebat kita dalam beramal, tapi ketika akhlaknya lebih baik dari kita, maka bisa jadi dia yang berada di surga Nya.

Miris memang akhir-akhir ini melihat kasus sepele yang menjadi viral, yang kesemuanya terkait dengan akhlak.

Kasus ibu tua yang menarik rambut wanita muda yang duduk di depannya atau seorang wanita yang ditampar seorang pria di angkutan umum KRL, juga terkait dengan akhlak.

Pergeseran nilai moral yang terkait dengan akhlak ini juga terjadi di kalangan siswa di sekolah. Tak sedikit siswa yang berani menentang guru. Tak sedikit pula siswa yang berani menjawab nasehat guru dengan 'caranya'. Belajar terkesan hanya mengisi tugas belaka. Tanggung jawab akan tugasnya selaku siswa tidak dilaksanakan dengan baik. Memang ini tidak terjadi di semua sekolah. Bayangkan bagaimana moral orangtua siswa yang menghukum guru jalan merangkak keliling ruang kelas disaksikan oleh para siswa yang masih belia. Melihat contoh yang tak patut secara langsung bagaimana cara merendahkan harga diri seorang yang seharusnya bisa menjadi panutan tidak sekedar mentransfer ilmu dan mendidiknya.

Dunia pendidikan pun makin kelam dengan adanya berita seorang kepala sekolah yang bertindak asusila terhadap muridnya sejak SD hingga SMA bahkan ada yang sampai belasan tahun. Semua peristiwa bersumber dari akhlak yang sudah tidak ada lagi bersemayam di dalam diri pelaku.

Mari perbaiki akhlak, solat, bacaan al quran dan ngaji kita, karena itu yang akan menjamin kita masuk ke surganya Allah yang kita inginkan, yang menjadi tujuan hidup kita di akhirat kelak. Mari mulai dari diri kita, anak-anak kita dan keluarga kita. Sejatinya memperbaiki akhlak kita adalah sama dengan memuliakan diri kita sendiri.

Ketika baik buruknya akhlak menjadi tolak ukur keberhasilan ibdah kita, kemana saja kita selama ini?

Barakallah fiikum...

Aamiin...

#refleksi diri penulis

[1] Firanda Andirja.com (http://gg.gg/grpfw)

[2] http://gg.gg/grpfb

[3] Firanda Andirja.com (http://gg.gg/grpfw)
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren bu, semoga dapat menjadi renungan kita,saling berbagi

22 Jul
Balas

MasyaAlloh. Banyak sekali hikmah dari ulasan yang menarik ini. Karakter mulia adalah daya tarik. Muslim yang punya dari tarik, pastilah muslim yang berkarakter mulia.

16 Jul
Balas



search

New Post