LITA SULISTYANINGTYAS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KEGUGURAN KOQ HOBI

KEGUGURAN KOQ HOBI

Bukan seperti judul di atas, keguguran yang menjadi hobi, tapi memang peristiwa itu pernah ku alami dua kali ketika masih duduk di bangku kuliah penyetaraan D3 ke S1. Kejadian pertama pada tahun 1996, tiga bulan sejak usia pernikahan pada November 1995. Aku mengikuti kegiatan ujian semester di kampus UNJ (dahulu IKIP Jakarta). Ujian yang menyita tenaga, waktu dan fikiran membuatku amat lelah dan agak stress. Ujian berakhir pada pukul 17.30, badan yang lelah dan pinggang yang panas, membuat ku untuk langsung pulang ke rumah ibuku yang jaraknya hanya beberapa kilometer saja dari kampus. Aku memang masih menumpang di rumah ibuku, karena aku masih kuliah. Sesampainya di rumah, ku lihat suamiku sudah menunggu untuk santap malam bersama, ibu ku yang memasak memang.

Tiba-tiba “ceplok” segumpal darah merah segar jatuh bersamaan air urine ku di kamar mandi. Terus memenuhi ruangan. Aku bingung, menangis sudah pasti, ga tau itu apa dan kenapa. Buru-buru ku panggil suami ku dengan nada sedkit menangis. Aku pikir itu darah haid, tapi jumlahnya tidak normal.aknirnya aku dilbawa ke dokter kandungan terdekat. Ternyata, itulah pertama kalinya aku keguguran. Aku saja tidak pernah merasa hamil sebelumnya. Sirkulasi haid ku maju-mundur tergantung situasi dan kondisi emosional ku. Lagi pula tidak ada tanda-tanda kalau aku hamil seperti umumnya orang bilang “nyidam”. Dua hari sebelumnya memang aku merasakan kepala pusing, dimulai dari kepala sebelah kiri, lalu esoknya kepala seblah kanan, badan pegal=pegal, pinggang panas dan “ngebet” rasa mau lepas saja. Aku tahu kalau aku sudah telat masa haid ku sekitar dua mingguan. Tapi berhubung ga ada tanda-tanda orang hamil ya aku fikir itu kemunduran sirkulasi haid.

Tahun berikutnya 1997, hampir di bulan yang sama aku mengikuti ujian semester lagi. Ujian terakhir dari empat smester yang harus ku penuhi sebagai mahasiswa sarjana program penyetaraan. Masih dengan mata kuliah yang menyita tenaga dan fikiran, ku paksakan untuk mengikuti. Seperti tahun kemarin pula tidak ada tanda-tanda kehamilan pada umumnya. Aku ga mual, ga nyidam seperti orang hamil pada umumnya. Kali ini badan ku yang panas, dan juga sakit kepala seperti biasanya, “meriang kamu, izin saja tidak usah ikut ujian…” kata temen ku. Aku ga mau ikut ujian susulan, biarlah aku ikut sekarang saja. Dengan berbekal minyak angin “cap kampak” seluruh badan ku dibaluri dengan minyak tersebut dan tak obat sakit kepala juga ku minum, sebelumnya aku minum obat maag lalu ku makan sepotong roti. Bukannya tambah baik, aku makin rungsing rasanya, mual ga karu-karuan. Badan ku makin bertambah berat saja rasanya, pengen cepet pulang. Akhirnya ujian ku selesaikan dengan tidak fokus, asal jawab saja.

Sesampainya di rumah, aku bergegas ke kamar mandi, masih menumpang di rumah orangtuaku sampai aku lulus kuliah. Kejadian tahun lalu pun berulang lagi, kali ini lebih hebat lagi. Akhirnya aku digotong di bawa ke rumah sakit. Terpaksa bermalam satu hari. Seperti tahun kemarin, aku keguguran untuk yang kedua kalinya. Ya Allah, aku ga ngerti kenapa begitu terus. Sudah dua kali dan aku tidak pernah tahu kalau aku sedang hamil. Kalau tahu aku hamil pasti aku akan berhati-hati dan menjaga dalam hal makanan. Dan aku pasti akan mengurangi kegiatan ku yang ekstra berat. Kedua peristiwa tersebut benar-benar menjadi pelajaran berharga buatku.

Tahun berikutnya, juga masih mengikuti ujian semester, aku sudah pikir-pikir, jangan sampai aku mengalami hal yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku mulai mengamati sejak awal bulan. Dan seperti biasa aku terlambat haid sudah dua minggu, tapi kali ini maju sirkulasinya. Tetap ku amati, tetap tidak ada tanda-tanda aku hamil. Ujian dapat ku selesaikan dengan “damai”. Memasuki minggu ketiga aku memeriksakan diri ke dokter kandungan dekat rumah, disitu dalam layar monitor tampak bulatan sebesar bola kasti. “Sudah empat minggu ini bu. Yah kira-kira 1 bulanan” kata dokter kadungan. “Alhamdulillah, akhirnya..” jawabku dan suami berbarengan. “Jangan lupa minum obatnya untuk penguat kandungan.” Lanjut dokter lagi.

Bahagia mendengar berita kehamilan, kami pun bergegas ke apotik untuk menebus obat dari dakter. Obat dengan harga yang mahal menurut ku pada waktu itu, ku tebus dengan penuh kebahagiaan. Setelah makan malam, obat pun ku minum sesuai pentunjuk dokter, satu kali satu sesudah makan, setelah itu aku pun tidur karena sudah jam 21.00. Malam pun berlalu, sekitar pukul 23.00 aku terbangun. Mau ke kamar mandi, tapi koq ga bisa ditahan sehingga aku harus berlari kecil menuju kamar mandi. Tiba-tiba “pyaaaarrrrr” seluruh ruangan kamar mandi mendadak berisi darah merah segar. Aku menangis sejadi-jadinya. Mengakibatkan seisi rumah terbangun. Suamiku cepat menghampiri. Dilihatnya kamar mandi penuh darah. Suamiku pun ikut menagis. Pupus sudah harapan memiliki anak untuk yang ketiga kalinya. Kali ini dokter menyarakan untuk digugurkan saja kandungan ku. Dari hasil USG, masih terlihat gumpalan sebesar bola kasti kemarin. Tapi dokter tidak berani menjamin “keutuhan” janin yang ada dalam kandunganku. Aku menolak untuk menggugurkan.

Dengan segala kepasrahan aku menerima kenyataan kondisi janin ku. Walaupun aku dinyatakan masih hamil, tapi dokter tidak berani menjamin keadaan janinku. Lalu aku teringat akan seorang yang bisa biasa pengobatan alternatif refleksi di daerah Pasar Ular, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dengan terus penuh harap dan panjatkan doa kepada Allah swt, aku mencoba “peruntungan”ku kesana. Memang aku sudah lama kenal dengan Abah Rahmat alm. Beliau adalah seseorang yang diberikan “anugrah” oleh Allah bisa menyembuhkan berbagai penyakit, terutama diabetes. Mengenal abah Rahmat dari tetangga yang anaknya diguna-guna teman sekerjanya karena urusan jabatan. Biarlah itu urusan orang. Awal pertama kesana, membawa suamiku yang sakit karena sudah “bocor” lambung. Alhmadulillah dengan diberi tiga macam warna kemasan obat dalam bentuk jamu yang diseduh dengan air panas mendidih, tidak bisa air panas yang dari termos ataupun dispenser. diminum tiga kali sehari. Alahamdulillah dalam waktu dua minggu, suamiku sembuh total.

“Abah, aku mau kesana ya, ke rumah Abah.” Kata ku menelepon Abah. “Yaa kesini saja, mumpung sepi.” Jawab Abah. Tanpa menunggu lama, aku bersegera ke rumah Abah dengan menggunakan taksi (dulu tahun 1998 belum ada Grab). Sesampainya di rumah Abah, aku menyampaikan maksud kedatanganku. Aku dan sumai diterima Abah di ruang tamu. Dengan disaksikan oleh suami dan beberapa pasien lainnya yang antri menunggu giliran, aku diminta untuk melonjorkan kakiku di kursi kayu panjang. Abah lalu memegang kedua mata kaki ku kiri dan kanan secara bergantian. Kanan dulu, lalu naik sedikit dari mata kaki bagian dalam. Sakitnya luar biasa. Ku remas lengan tangan suami ku yang duduk menemaniku. Ya begitulah cara Abah mengobati pasien-pasiennya. Di ruang tamu, bukan di kamar-kamar. Itu yang menjadi alasan aku mau berobat alternatif, disaksikan oleh pasien-pasien lainnya yang menunggu giliran. Hanya tiga puluh menit. Tapi untuk ku, Abah memberi waktu lebih.

Setelah memeriksa kedua mata kaki ku, Abah berkata “Dia masih hidup, janinnya msih aktif, jantungnya masih berdetak normal.” Kata Abah Biar Abah yang “rawat dari dalam, kamu yang rawat dari luar.” Begitu pesan Abah. Meski bingung, aku mengiyakan saja. Sebagai seorang ahli pengobatan alternatif, Abah memeiliki kemampuan “melihat” yang tidak bisa dilihat orang awam seperti aku. Walau demikian Abah tidak menerima pasien yang meminta pesugihan. Pasti langsung ditolaknya. Menurut “guru besar”nya, Abah diberi amanah hanya untuk mengobati orang sakit, tidak memandang agama. Yang penting pasiennya percaya bahwa kesembuhan itu Allah yang berikan dan Abah hanya sebagai perantara.

Pulang dari rumah Abah setelah diberi tiga macam jamu dengan kemasan merah untuk pagi, kuning untuk siang dan hijau malam. Aku seduh jamu warna merah, atas petunjuk Abah untuk hari ini dicampur dengan yang kuning, karena hari sudah menjelang sore. Jangan sekali-sekali minum jamu ini sebelum makan, bisa pingsan. Tapi kalau minum jamu ini dengan mengikuti petunjuk yang benar, maka akan berdampak kita jadi doyan makan. Menjelang malam, kembali merasakan panas disekitar pinggang. Kembali menuju kamar mandi. Dan kejadian itu berulang lagi. Tapi kali ini dengan junlah yang lebih sedikit. Aku dan suami hanya bisa menangis dalam doa, aku meminta semoga Allah mengizinkan aku dan suami memiliki momongan untuk pertama kalinya. Besoknya aku telpon Abah lagi. Aku ceritakan apa yang terjadi tadi malam, dan aku kembali ke rumah Abah. Di rumah Abah, aku dijelaskan bahwa aku di takdirkan hamil seperti itu. “Hamil Kijang, kamu itu.” Begitu sebutnya, aku sungguh ga ngerti, tapi mau bilangan apalagi, kenyataannya aku hamil.

Sejak saat itu, setiap hari selama sepuluh hari tiap bulannya, aku seperti orang haid saja. Jumlahnya pun banyak, bisa dua kali sehari ganti pembalut. Aku pasrah kepada Allah, dalam doa aku meminta janin yang aku kandung memiliki bentuk yang normal. Ga mikirin bayinya laki atau perempuan, yang penting aku punya bayi dan bayi ku normal. Aku hanya bisa berdoa dan berdoa terus. Apakah ada seorang ibu yang mau mengalami kehamilan seperti aku? Pasti tidak ada! Hamil dengan keadaan haid setiap hari selama sepuluh hari tiap bulannya. Dan itu berlangsung selama enam bulan kehamilan. Memasuki masa kehamilan bulan ketujuh, alhamdulilah semuanya normal. Tidak ada lagi haid seperti bulan-bulan sebelumnya. Tapi rasa mual saat mengambil nasi dari Magic com, karena uap yang keluar belum juga hilang.

Banyak orang yang menyalahkan tindakkan ku karena tidak berobat ke dokter. Aku lebih memilih pengobatan alternatif. “Ngapain kamu berobat ke dukun, bukan ke dokter, nanti kenapa-kenapa lho!” begitu kira-kira teman-teman ku berkata. “Jamu itu, di lantai yang keras aja bikin rusak apalagi di tubuh!” terus saja aku selalu diberikan “masukan-masukan” yang menyakitkan. Teman-teman kerja ku tahu aku minum jamu sebagai pengobatan kandungan karena aku juga harus meminumnya di sekolah untuk yang jam siang. Yang jam pagi, aku minum di rumah sebelum berangkat. :aku tidak perduli dengan semua ocehan teman-teman di sekolah. Ada yang simpati ada juga yang tidak perduli dengan kondisi kehamilan ku. Aku hanya bisa pasrah. Aku percaya ini jalan terbaik yang Allah berikan. Aku tetap bersabar terus menjalani kehamilanku dengan kondisi haid setiap hari.

Elu ga takut Lit, kalau nanti bayinya cacat” begitu teman ku mengawali pagi di sekolah.”Insya Allah enggaklah” jawabku yakin. “Masih diminum tuh jamu? Pe berapa lama? Tanya yang lain. “Kalo gue mah ogah suruh minum jamu. Baunya aja ga enak. Mual pengen muntah. Iiiihhhh, Ntar kalu minum jamunya jangan deket-deket gue lho Lit, bisa muntah gue!” begitulah rekasi teman-teman di sekolah. “Sabar ya Lit. Jangan diambil hati” kata temanku menghibur. “Aaahh ga apa-apa sudah biasa” sedih memang, tapi itulah hidup. Kalau lagi cocok dan ada maunya didekati kalau lagi tidak cocok tidak ada maunya dijauhi. Mereka tidak tahu bagaimana jungkir-baliknya aku untuk bisa mendapatkan seorang bayi saja. Mereka juga tidak tahu pahit-getirnya aku menjalani kehamilan yang tidak normal seperti ibu hamil lainnya. Mereka juga ga ngerasainkan selama masa kehamilan aku harus menyelesaikan kuliah Alih Program D3 Fisika ke S1 Fisika, yang menyita tenaga dan fikiran.

Mereka juga ga ngerasain, dalam masa kehamilan terjadi kerusuhan Mei 1998. Akibat peristiwa itu aku harus berjalan kaki pulang dari sekolah sanggar tempat koreksi jawaban soal essay UN (sekarang UN ga ada esay-nya).sampai ke rumah orangtua ku. Tidak ada kendaraan yang mau di stop, semua kendaraan berisi barang jarahan dari mall yang di bakar. Belum ada handphone waktu itu, jadi tidak bisa menghubungiku. Telpon sekolah sanggar pun sibuk menjawab semua pertanyaan. Banyak guru yang akhirnya bermalam di sekolah sanggar. Angkot tidak ada yang melintas, jika ada langsung dibakar. Sungguh pemandangan yang amat mengerikan pada waktu itu. Dalam perjalanan pulang menuju rumah, aku melewati jalan pintas, dari kejauhan ku lihat asap hitam membumbung tinggi ke udara. Satu lagi mall Citra,di daerah Klender, Jakarta Timur, habis terbakar, menelan korban cukup banyak, sebelumnya mall Arthomoro di daerah Rawamangun Jakarta Timur juga habis terbakar.

. Memasuki usia kehamilan 8 bulan, aku harus ujian skripsi di UNJ. Dengan dibantu adikku yang mengetikan skripsiku, aku jujur terseok-seok menyelesaikannya. Setiap duduk menghadapi komputer, hadiah dari kakak ku yang bekerja di Telkom Ambon (sekarang sudah di Jakarta), aku langsung pusing, mual rasanya lihat ketikan di layar komputer. Ga bisa nulis sama sekali. Aku Cuma bisa berbaring di kasur dekat komputer, adikku dengan sabar membantuku mengetikkan naskah skripsiku. Sampai akhirnya ujian skripsi pun tiba. Alhamdulillah aku dinyatakan lulus ujian. Saatnya wisuda tiba, usia kehamilan memasuki bulan kesembilan. Penuh kecemasan aku menantikan saat kelahiran bayiku. Aku ga bisa ikut wisuda, karena tanggal wisuda bertepatan dengan tanggal kelahiran putra pertama ku, tanggal 25 Oktober 1998.

Jumat sore aku ke Rumah Sakit Persahabatan Jakarta untuk periksa kandungan, karena perutku mules ga karuan.ternyata aku ga boleh pulang lagi. “Sudah bukaan empat Pak. Bapak pulang saja ambil baju gantinya Ibu.” Kata bidan. Dibantu persalinan oleh dokter Sundoro Sp.Og, bayiku lahir dengan selamat. Di hari Minggu pagi dini hari sekitar pukul 03.30 WIB. Alhamdulillah sungguh ini rezeki dan karunia dari Allah sebagai buah kesabaranku. Bayi ku lahir dalam kondisi tubuh yang normal. Mendengar jerit tangisnya, sungguh semua sakit yang ku derita hilang seketika. Lupa semuanya. “Ini bu, anaknya laki-laki” kata perawat. Normalkah bu?” tanyaku lirih. “Normal, sehat, memang kenapa, bu? Tanya perawat sambil menyerahkan bayi laki-laki pertamaku ke dalam pelukan dengan masih berbalut semua darah dan lendir.

Aku hanya bisa menagis haru, berucap syukur “Alhamdulillah ya Allah, Engkau berikan kesempurnaan pada bayiku.” Ku periksa semua jari tangan dan kaki, lirih di telinga kanan dan kiri aku ucapkan adzan sebagai rasa syukurku kepada Allah yang telah memberiku hadiah terindah. Lahir dengan berat badan 3500 gran dan panjang 52 cm, senyumnya lucu, tangannya yang kanan keluar saat di boks dorongan bayi, pengangan erat ke boks bayi yang di dorong menuju kamar inap.. Lima tahun kemudian sejak kelahiran si sulung. Di tahun 2004, aku dikaruniakan lagi seorang bayi laki-laki dengan bobot yang lebih besar, 4400 gram, dengan panjang 52 cm, di RumahSakit Bersalin Budi Lestari Bekasi, Jawa Barat, melalui proses operasi sesar atau SC. Anehnya, bayi kedua inipun ku peroleh dengan cara yang sama.

Haid selama sepuluh hari tiap bulannya dan juga saat memasuki kehamilan bulan ke enam, haid itu berhenti dengan sendirinya. Awal kehamilan anak kedua diketahui setelah aku pergi ke bidan dekat rumah (sekarang sudah rumah sendiri). Dengan ditemani tetangga yang kebutulan anaknya satu TK dengan anakku. Aku pergi ke bidan. Waktu itu habis lebaran, tahun 2004, aku baru pulang dari berlebaran di rumah orangtuaku di Bantar Gebang Bekasi (orangtuaku pindah dari Cipinang ke Bekasi dua bulan setelah aku pindah). Lebaran hari keenam, di rumah orangtuaku, aku sempat dibawa ke dokter. Masuk angin. Diberi obat oleh dokter, minum obat dokter, minum obat maag, seperti biasa dibaluri pula dengan minyak angin. Pinggangku rasanya panas luar biasa, sehingga aku minta dibaluri minyak angin. Biasanya kalau cirri-ciri begini ini tanda waktu haid ku tiba.

“Bu bidan, kayaknya saya masuk angin, mual, apa maag ku kambuh lagi ya?” Kata ku. Dengan PD nya Ibu bidan memberiku tabung untuk menampung urine. “Aku sakit maag Bu bidan?!” aku menolak. “Iya,sini kasih dulu urine nya, nanti lihat yaa. Kalau negatif aku obati maagnya” kata Bu bidan dengan penuh senyum. Aku pun terpaksa mengikuti permintaan Bu bidan Heriyah. Urine ku berikan padanya. Lalu ditetesinya pada alat Test Pack. Urine ku berjalan terus menuju tanda postif. Ya aku postif hamil. Lalu Bu bidan menyarankan aku ke dokter kandungan di Rumah Sakit Kartika Husada dekat rumah. Ditangani oleh dokter kandungan ternama di rumah sakit tersebut. Aku kembali di USG, kembali aku dan suami melihat bulatan sebesar bola kasti persis sama seperti 5 tahun lalu. Ya itulah si bungsu ku, yang baru berusia 40 hari. Dan aku pun kembali menjalani proses kehamilan yang sama persis dengan kehamilan pertama. Inilah takdir yang harus ku jalani.

Alhamdulillah sekarang sudah punya rumah sendiri. Rumah yang ku beli disaat krismon (krisis moneter). Aku masih terbaring di rumah sakit, dua hari pasca kelahiran, pengajuan kredit rumah ku dikabulkan oleh developer. Suamiku mengetik persyaratannya di kolong tempat tidur, kamar inapku. Dibawanya mesin tik tua berwarna oranye milik bapakku. Mulailah suamiku mengetik, menyelesaikan formulir yang harus diisi. Sungguh nikmat Allah mana lagi yang hendak engkau dustakan? Sekarang si sulungku sudah kuliah, baru semester dua di Universitas Gunadarma dan si bungsu kelas 7 SMP di Jakarta. Senang melihatnya tumbuh sehat dan cerdas. Alhamdulillah terimakasih ya Allah. Ammin yra.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post