Ludiazzuhri

Guru di SDIT Al Fatih Cipayung Kota Depok Provinsi Jawa Barat. Seorang guru yang mulai kecanduan dengan dunia tulis menulis, ketika di amanahi sebagai PJ Litera...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyiapkan Kekalahan

Menyiapkan Kekalahan

Menyiapkan kekalahan

Oleh : Ludiazzuhri

Sebagai orangtua pasti kita merasa bangga saat anak kita berhasil mendulang prestasi dalam sebuah kompetisi. Orangtua mana yang tak merasa bahagia ketika melihat dan mendengar nama anaknya dipanggil ke sebuah podium untuk menerima sebuah penghargaan karena sudah memenangkan kompetisi atau perlombaan. Bahkan sebagian orangtua rela untuk mempersiapkan semua persiapan yang dibutuhkan anak saat berlomba. Baik itu memanggilkan guru khusus untuk melatihnya. Ataupun beberapa alat pendukung, degan tujuan saat perlombaan nanti anaknya bisa lolos dan menang dalam kompetisi.

Namun seringkali yang terjadi, sebagian orangtua lebih besar mempersiapkan mental anak hanya untuk menjadi seorang pemenang. Tentunya hal ini memang tidaklah salah. Karena menyiapkan mental anak untuk menjadi seorang pemenang juga merupakan hal yang penting. Terlebih ketika harus menghadapi sebuah kompetisi. Motivasi dari orang tua adalah sebuah sumber kekuatan bagi seorang anak. Sang anak akan lebih percaya diri dalam menghadapi pertandingan yang akan ia hadapi.

Tapi janganlah lupa, menyiapkan mental anak ketika ia harus mengalami kekalahan juga tak kalah penting. Karena sudah menjadi hal lazim dalam sebuah pertandingan pasti ada yang kalah ataupun yang menang. Walaupun sang anak sudah berlatih sedemikan rupa dan memberikan penampilan yang terbaik, namun ketika takdir menang belum berpihak padanya, ia akan tetap mengalami kekalahan.

Terkadang merasa miris, ketika ada orangtua yang tidak bisa menerima kekalahan anaknya dalam suatu kompetisi. Dan yang lebih disayangkan, bukan mengapresiasi dan menenangkan hati sang anak, tetapi menyalahkan sang anak yang kalah. Bukan hanya itu saja, namun juga menyalahkan orang lain. Panitia ataupun juri. Bahkan sampai menuduh panitia dan juri tidak sportif dalam penilaian. Orangtua tidak menyadari sikap dan perilakunya dilihat oleh anaknya. Apa yang ia lakukan terekam di dalam otak dan jiwa anak. Dan suatu saat rekaman itu akan terputar ulang oleh anaknya, ketika ia dewasa kelak.

Padahal saat seperti ini peran orangtua adalah untuk membesarkan hati anaknya. Agar anak tetap ikhlas menghadapi kekalahannya. Memberikan pengertian pada sang anak, bahwa hakikat perlombaan adalah menang dan kalah. Sebagai manusia kecewa saat menerima kekalahan itu fitrah. Tetapi sebagai orangtua seharusnya kita bisa bersikap lebih bijak. Karena sikap yang ditunjukkan orangtua pada anak saat-saat seperti inilah yang akan mampu membentuk karakter dan menguatkan jiwa anak, bukan hanya saat ini. Tapi sampai ia dewasa kelak. Karena sesugguhnya kekalahan dalam sebuah kompetisi adalah hal yang biasa. Namun kekalahan-kekalahan dalam dunia nyata justru perlu persiapan mental baja, yang harus disiapkan orangtua pada anaknya. Karena dalam perjalanan kehidupan, tidaklah semua hasil bisa seperti apa yang diharapkan. Ketika seorang anak tidak disiapkan untuk hal ini sejak kecil. Saat dewasa ia akan menjadi seorang yang lebih membesarkan ego. Dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Teringat sebuah pesan WhatsApp dari salah satu orangtua murid seminggu yang lalu. Setelah anaknya mengikuti salah satu perlombaan namun ternyata kali itu kalah. Karena biasanya dia selalu menang . Anak itu sedih karena dia harus menerima kekalahannya.

" Assalamu'alaikum , Bu guru maaf mau cerita sedikit , tadi Khansa nangis-nangis karena kalah lomba, ia nggak terima kalau kalah, soalnya dia merasa hafalannya lancar, tidak ada yang salah. Tapi kenapa bisa kalah. Kalau saya sih memaklumi, karena dia masih anak-anak. Maaf ya Bu guru," Sekilas dari cerita ini, saya merasa bersyukur dapat bekerjasama dengan orangtua seperti ini. Beliau sangat bijak menyikapi kekalahan anaknya, bahkan mampu membuat anaknya tetap percaya diri dalam menapaki hari-hari berikutnya. Karena terlihat dari sikap anak yang tetap semangat ke sekolah dan belajar di sekolah.

Terlihat dari contoh kecil ini, kita bisa mengambil kesimpulan, apapun hasil yang diraih oleh seorang anak saat berkompetisi, hargai dan apresiasi, meskipun hanya dengan senyuman dan pelukan. Tanamkan rasa rendah hati saat ia mendapatkan sebuah kemenangan, supaya ia tidak menjadi anak yang sombong, ketika ia meraih kesuksesan nantinya. Tanamkan rasa legowo, ikhlas dan tawakal, saat ia belum meraih apa yang ia inginkan. Karena semua yang dilalui saat berkompetisi adalah sebuah proses yang tetap bisa dijadikan pembelajaran. Baik saat ini ataupun nanti. Dan sesungguhnya sebaik-baik perlombaan adalah berlomba-lomba dalam kebaikan.

Semoga bermanfaat...aamiin

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Melatih anak sportif perlu

26 Jul
Balas

Betul bun, sportif saat berkompetisi sangat diperlukan oleh seorang anak. Tetap rendah hati saat mendapatkan kemenangan, tapi legowo dan ikhlas saat kemenangan belum berada ditangan.

01 Aug



search

New Post