Lufia krismiyanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kurikulum 2013, apakah ramah lingkungan?

KURIKULUM 2013, apakah ramah lingkungan?

Oleh :

Lufia Krismiyanti, S.Si

Guru IPA SMP Negeri 1 Brebes

Dunia pendidikan Indonesia sedang memperbaiki diri melalui implementasi kurikulum 2013. Berkali-kali dunia pendidikan di Indonesia mengalami perubahan kurikulum tetapi tidak ada perubahan yang signifikan dari apa yang ingin dicapai oleh dunia pendidikan bangsa ini. Ini karena perubahan kurikulum tidak mengubah cara guru tersebut menyampaikan materi bahan ajar kepada peserta didiknya. Kurikulum terbaru yang sudah disusun dan akan dilaksanakan adalah kurikulum 2013.

Berdasarkan Permendikbud No 20 tahun 2016 tentang standar kompetensi lulusan, Permendikbud No 22 th 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, serta Permendikbud No 23 th 2016 tentang standar penilaian pendidikan dinyatakan bahwa dalam kurikulum 2013 materi disusun seimbang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, pendekatan pembelajaran berdasarkan pengamatan, pertanyaan, pengumpulan data, penalaran dan penyajian hasil melalui pemanfaatan berbagai sumber belajar, serta penilaian autentik pada sikap, pengetahuan, dan ketrampilan berdasarkan portofolio.

Penerapan model penilaian seperti dimaksud dalam paragraf sebelumnya ternyata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hanya untuk melakukan penilaian satu mata pelajaran terhadap satu orang siswa ternyata membutuhkan setidaknya 8 (delapan) lembar penilaian. Delapan lembar tersebut terdiri dari lembar observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat, dan jurnal yang masing-masing membutuhkan 2 (dua) lembar.

Berapa jumlah kertas yang kita perlukan untuk 1 (satu) dalam waktu 1 tahun? Untuk mendapatkan gambaran digunakan ilustrasi bahwa dalam satu kelas terdapat 36 siswa dan dalam 1 sekolah terdapat 21 rombongan belajar. Asumsi lain yang dipakai adalah jumlah mata pelajaran adalah 10 dan masing-masing mata pelajaran mempunyai 3 (tiga) kompetensi dasar yang harus dinilai. Kalkulasi secara sederhana dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Kebutuhan Lembar Penilaian

Jumlah Peserta Didik

Jumlah Rombongan Belajar

Jumlah Mata Pelajaran

Jumlah Kompetensi per mapel

Jumlah Semester

Total Kebutuhan Kertas

8

36

21

10

3

2

362.880

Jumlah 362.880 lembar per sekolah per tahun, tentu bukan jumlah yang sedikit. Jika perbanyakan (fotokopi) lembar penilaian nilainya Rp 120,00 per lembar maka 1 (satu ) sekolah akan mengeluarkan biaya sebesar Rp 43.545.600,00. Bisa dibayangkan biaya yang dikeluarkan untuk implementasi kurikulum 2013 ini untuk 1 (satu) kabupaten, 1 (satu) propinsi dan berapa pemborosan itu untuk Republik ini.

Masih soal kebutuhan kertas, pertanyaan berikutnya adalah “apakah dengan kebutuhan sebanyak itu implementasi kurikulum itu masih dipandang ramah lingkungan? Hanya dengan melihat prinsip 3 R (reduce, reuse recycle) kita bisa menyimpulkan bahwa implementasi kurikulum setidaknya dari sistem penilaian yang harus dijalankan merupakan model yang tidak ramah lingkungan.

Tidak usah harus menghitung, berapa batang pohon diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kertas itu. Cukup dengan melihat banyaknya kebutuhan kertas itu kita bisa menyatakan bahwa kita gagal mengurangi (reduce) pemakaian sumber daya alam. Saya juga tidak yakin bahwa bapak dan ibu guru mau bersusahpayah menggunakan prinsip menggunakan kembali (reuse). Bayangkan jika kita gunakan pensil untuk mengisi lembar penilaian dan setelah selesai kita hapus lagi satu per satu. Peluang paling besar mungkin hanya daur ulang (recycle). Jika itu pun gagal kita lakukan, alangkah ironisnya pemborosan kita berakhir di tempat pembakaran sampah.

Apapun kendalanya, kurikulum 2013 telah menjadi mandat yang harus kita laksanakan. Jika model penilaian tetap seperti uraian di atas, sepertinya kita akan berhadapan dengan banyak ironi. Disaat kita menganjurkan peserta didik untuk berhemat, kita sendiri yang memulai dengan pemborosan. Jika kita menganjurkan penghematan sumberdaya alam kita sendiri yang memulai dengan memboroskan sumberdaya alam. Jika kita menganjurkan untuk menerapkan prinsip-prinsip hidup yang lebih ramah lingkungan, kita sendiri yang mencederai prinsip itu dalam pengajaran.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post