madu ratnawati

Lahir di Prabumulih 1 Oktober 1964, dari bapak ibu asal Madura. Sejak kecil memang bercita-cita menjadi seorang guru dan tetap senang menjadi guru. Tidak pernah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menjadi Ibu yang Tidak Kapok

Menjadi Ibu yang Tidak Kapok

 

Kehamilan pertama itu selalu menjadi cerita menarik, karena merupakan pengalaman baru dan belum mengerti bagaimana harus menyikapinya. Saat menerima kondisi perut semakin membesar, merasakan gerakan-gerakan sang bayi yang membuat bentuk perutku menjadi miring ke kiri atau ke kanan, hingga rasa khawatirku kelak saat melahirkan.

“Bu, kira-kira melahirkan itu seperti apa ya? Sakit gak?” tanyaku suatu sore di teras rumah kedua orang tuaku

“Ya sakitlah. Waktu pertama kali ibu melahirkan, ibu sampai berteriak-teriak” ibuku memulai ceritanya, dan aku sudah mulai merasakan ketegangan sekalipun berusaha tenang setenang air di danau

“Apalagi si bayi posisinya sungsang. Sampai saat melahirkan, kepala masih pada posisi di atas” sambung ibuku sambil dengan tenangnya beliau bangkit hendak mengambil teh hangat yang ada di meja didepan kami.

“Lalu?” sergahku gak sabar mendengarkan cerita ibuku itu

“Iya, ibu teriak-teriak aja dan suster yang bantu ibu sampai ibu pukul-pukul. Untungnya sih dokter yang menangani persalinan ibu, tenang banget. Ibu disuruh sabar. Lagi sakit, disuruh sabar, ya gak kedengeran deh” kali ini ibu bercerita sambil tertawa kecil, sepertinya rasa sakit yang beliau rasakan kala itu menjadi kisah ringan dan lucu saat ini, sementara aku nampak pucat pasi menyimaknya, membayangkan kelak seperti apa rasa sakit yang akan aku rasakan.

“Terus, bu?” akhirnya hanya itu kalimat yang keluar dari mulutku, tercekat tetapi aku penasaran ingin mendengarkan lanjutannya

“Akhirnya ya melahirkan juga dong, dengan kaki duluan yang keluar, lalu ditarik deh sama dokternya,” ibu menutup ceritanya

“Ibu kapok, gak?” tanyaku penasaran lagi

“Awalnya sih gak mau lagi melahirkan dalam waktu dekat, ternyata, kakak kamu usia 7 bulan, ibu sudah hamil lagi anak kedua, setahun kemudian hamil lagi anak ketiga, eh terus setiap dua tahun hamil lagi. Itu termasuk kapok gak?” jelas ibuku dengan santainya, sambil mengunyah pisang  kukus buatanku.

Aku hanya memandangi wajah ibuku dengan takjub. Selama ini kami memang tidak pernah ngobrol asik seperti ini berkaitan dengan hamil dan melahirkan. Semua nampak biasa-biasa saja sampai akhirnya giliran aku yang mengalami kehamilan ini.

“Lalu, melahirkan anak kedua, sakit juga gak, bu? Sama gak sakitnya dengan melahirkan anak pertama?” pertanyaanku mengalir deras seperti kalau aku lagi bikin kuis buat anak didikku

“Enggak, sih, mungkin karena sudah ada jalannya ya? Hehehe…” gelak tawa ibuku itu memudarkan kecemasanku dan sepertinya beliau menangkap kecemasanku itu

“Bu, kok aku jadi takut ya melahirkan nanti,” aku tertunduk sambil mengusap-usap perutku yang makin membuncit

“Ibu sudah melahirkan 7 kali, dan semua baik-baik saja. kalau pun yang pertama itu seperti drama, lebih disebabkan pengetahuan ibu tentang proses kehamilan dan melahirkan yang sangat minim kala itu. Juga jauh dari orang tua, sehingga tidak ada orang yang bisa ibu tanyakan seperti hal nya kamu sekarang. Apalagi sekarang sangat mudah   informasi, dan kamu memiliki pendidikan tinggi, akan mudah mempelajari hal seperti ini. Lagi pula, coba kamu pikir deh, berapa banyak ibu-ibu yang hamil dan melahirkan di dunia ini? Banyak sekali kan? apakah mereka lalu kapok tidak lagi mau melahirkan atau membuat banyak ibu-ibu yang tidak mau hamil dan melahirkan? Proses hamil dan melahirkan itu proses alami. Semua perempuan akan mengalaminya. Allah sudah ciptakan kita sebagai perempuan yang kuat dan mampu melalui proses alami tersebut. Jadi, mengapa kamu menjadi takut?” panjang lebar ibuku menasihatiku dengan lembutnya, tidak seheboh kala bercerita tentang kisah si bayi sungsangnya tadi.

Aku yang menyimak sejak tadi akhirnya tersenyum dan tersipu malu, lalu aku bilang, “Iya ya bu, ini proses alami seperti halnya saat aku kali pertama mendapatkan haid, ya? Jadi, mengapa aku harus takut. Ibu saja bisa sampai 7 kali loh?”

Ibuku tertawa sambil mengelus kepalaku. Duh, teduh banget belaianmu ibu, membuatku tenang kembali. Ketika aku kembali ke rumahku, aku pun membuka dan membaca kembali majalah popular tentang kehamilan, kali ini lebih tekun mempelajari setiap kata yang aku baca. Setelahnya, aku menjadi lebih tenang dan yakin akan proses melahirkanku.

Setibanya waktu melahirkan, ibuku juga yang mendampingiku dengan doanya. Secara fisik,  Ibuku memang tidak berada disampingku, tetapi Ibu serasa hadir menenangkanku, usapan lembut tangannya di kepalaku kala sore itu, masih aku rasakan. Proses melahirkan tanpa drama seperti cerita ibuku saat melahirkan anak pertamanya, fokusku kepada jabang bayi yang akan lahir dari rahimku, merasakan upayanya untuk bisa melihat dunia ini mendorongku untuk lebih kuat dalam keikhlasanku, semua atas doa Ibuku.  Alhamdulillah, bayiku lahir dan kini aku menjadi seorang ibu! Peristiwa alami yang luar biasa dan tidak  terlupakan, namun begitu melekat di dalam hatiku, aku bisa melaluinya dengan tenang dan nyaman karena peran Ibuku. Ibu yang luar biasa, dalam kelembutan tutur katanya tersimpan kekuatan istimewa bagi anaknya untuk berproses dan berperan sebagai seorang Ibu.

Selamat Hari Ibu

 

Jakarta, 22 Desember 2020

madhoeLibranagavenus

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post