Madya putri utami

Madya Putri Utami atau biasa dipanggil Kak Tami. Saat ini sebagai guru TK, pendongeng dan suka menulis cerita anak. Kecintaanku terhadap dunia anak membuatku un...

Selengkapnya
Navigasi Web

SINGARAN PATI DAN ASAL MULA ORANG LEMBAK DI BENGKULU

Diceritakan Kembali oleh : Madya Putri Utami

Dahulu kala, ada seorang anak laki-laki yang tampan, rajin dan suka menolong. Anak itu bernama Singaran Pati. Singaran Pati tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya di dusun Lembak Beliti, Tabah Pingin, Palembang. Suatu hari, Singaran Pati diajak oleh ayahnya untuk berdagang ke Palembang dengan menggunakan rakit.

“Ayah, lama sekali kita berlayar, sudah hampir seminggu belum juga sampai rakit ini ke Palembang.” Kata Singaran Pati.

“Sabar ya nak, dari dusun kita ke Palembang itu jauh. Sebentar lagi kita sampai di Palembang. Nah, itu dia sudah terlihat tepiannya.” Jawab Ayah Singaran Pati.

Pagi itu (Kukuruyuuuk), sampailah Singaran Pati dan ayahnya ke tepian Palembang.

“Hore,, Alhamdulillah ayah kita sudah sampai.” Ucap Singaran Pati dengan gembira.

Sang ayah hanya tersenyum sambil menepikan rakit ke tepian tangga raja. Ketika rakit berada di dekat tangga tepian raja, tiba-tiba “bruuuukk!” suara rakit Singaran Pati membentur tangga tepian raja. Langsung saja, para hulubalang Sunan Palembang menghampiri rakit Singaran Pati dan ayahnya.

“Heh!, ada apa ini. Wah,, rakit kalian ternyata membentur tangga tepian kami dan rusak. Sebagai hukumannya anak ini akan kami jadikan aswanda di kerajaan kami, dan engkau bapak silahkan kembali ke dusunmu! Kata salah satu hulubalang marah.

“Maafkan kami baginda, hamba tidak sengaja melakukannya. Ijinkan hamba saja yang menggantikan hukuman ini.” Kata Ayah Singaran Pati.

“Tidak bisa! Kami ingin anakmu yang dihukum untuk menjadi aswanda!” Jelas hulubalang kerajaan lagi.

“Ayah, jika memang itu hukumannya. Aku sanggup melaksanakan ayah. Sekarang, ayah pulanglah ke dusun kita, aku mohon jaga ibu baik-baik di sana ayah. Singaran Pati akan baik-baik saja di sini. ” Kata Singaran Pati sambil memeluk ayahnya.

Ayah Singaran Pati tampak sedih sekali, ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan anaknya dari Sunan Palembang. Aswanda merupakan pekerjaan menjaga indah larangan, membersihkan rumput, mengganti pagar yang rusak serta membersihkan lubuk pemandian. Singaran Pati bekerja dengan rajin, jujur serta pandai mengambil hati Sunan Palembang.

Hari demi hari, Singaran Pati merasa nyaman dengan pekerjaannya sebagai budak di kerajaan Palembang. Tak terasa sudah sepuluh tahun lamanya ia menjalani hukuman, Pada suatu hari Baginda Sunan Palembang memanggil Singaran Pati.

“Singaran Pati, umurmu saat ini sudah dewasa dan engkau bekerja sangat rajin di kerajaan ini. Saat ini, engkau ku anggap bukanlah sebagai budak lagi, tetapi sebagai anggota keluarga di istana Sunan Palembang ini. Tugas barumu adalah sebagai pengawal Putri Sinaran Bulan anakku, jagalah dia sebagaimana seperti adikmu sendiri.” Kata Sunan Palembang.

Singaran Pati tampak kaget mendengar perkataan Sunan Palembang. Selama sepuluh tahun akhirnya ia mendapatkan amanah yang berharga dari Sunan. Singaran Pati dewasa memiliki tubuh yang kekar, tampan, pandai bersilat serta paham akan ilmu perang.

“Aswanda, aku titipkan keris sakti ini kepadamu. Keris ini jangan sampai hilang, jika hilang nyawa taruhannya. Ingat Aswanda, bukan nyawamu saja tetapi nyawa keluargamu bahkan orang-orang sedusunmu akan menjadi taruhannya. Keris ini ku berikan kepadamu untuk menjaga putriku.” Pesan Sunan Palembang kepada Singaran Pati.

Gemetarlah tangan Singaran Pati saat menerima keris itu, ia tidak mungkin menolak perintah Sunan Palembang. Pada suatu hari, Singaran Pati mendapat tugas untuk menjaga Putri Sinaran Bulan bermain di Indah Larangan bersama dengan ke dua dayangnya. Sebenarnya, saat itu perasaan hati Singaran Pati tidak enak dan ingin melarang Putri Sinaran Bulan untuk mandi di Indah Larangan tetapi itu sudah tidak mungkin lagi. Tiba-tiba,,

“Tolong,,,, tolong,,,, Putri Sinaran Bulan…! Kata Dayang Putri Sinaran Bulan.

Singaran Pati langsung mendekati ke dua dayang ternyata Putri Sinaran Bulan dibawa oleh buaya besar. Langsung saja Singaran Pati berlari mengelilingi kawasan lubuk Indah larangan, namun tak ada tanda-tanda kemunculan Putri Sinaran Bulan. Tanpa perlu berlama-lama Singaran Pati terjun ke dalam Indah Larangan untuk mencari buaya besar dan Putri Sinaran Bulan. Karena gelap di dalam air akhirnya Singaran Pati mengeluarkan keris pusaka pemberian Sunan Palembang. Keris itu tampak menyala dan terang sekali ketika Singaran Pati masuk ke dalam gua persembunyian buaya besar.

Langsung saja, “Huah!! Buaya besar rasakanlah ini!” Kata Singaran Pati menaklukkan buaya besar dengan menggunakan keris pusaka.

Akhirnya buaya itu mati dan Singaran Pati berusaha menyeret buaya besar ke permukaan air, tak lama kemudian Singaran Pati keluar bersama buaya besar dan ditarik ke daratan.

“Alhamdulillahirabbil’alamin, akhirnya aku bisa menemukan buaya besar ini dan Putri Sinaran Bulan.” Kata Singaran Pati.

Ramai sekali warga istana menantikan Putri Sinaran Bulan di daratan, perut buayapun dibelah dan terlihatlah Putri Sinaran Bulan yang seolah-olah tertidur tanpa luka sedikitpun di badannya. Saat orang-orang membawa jenazah Putri Sinaran Bulan ke istana, Singaran Pati dengan segera memeriksa keris di pinggangnya.

“Wah, keris pusaka itu hilang. Bagaimana ini aku sangat takut jika Sunan Palembang marah kepadaku.” Kata Singaran Pati.

Singaran Pati langsung teringat akan pesan yang disampaikan oleh Sunan Palembang. Singaran Pati tambah ketakutan, ia ingin menyelamatkan keluarganya di Dusun Lembak Beliti. Tanpa pikir panjang, Singaran Pati menghilang dari kerumunan orang.

“Aku harus menyelamatkan nyawa keluargaku dan orang-orang di dusun. Aku tidak mau mereka mati di tangan Sunan Palembang!” Kata Singaran Pati.

Selama tujuh hari tujuh malam ia berlari dan terus berlari agar cepat sampai di dusun Lembak Beliti, Tabah Pingin Palembang. Setibanya di dusun, Singaran Pati langsung menceritakan kejadian yang menimpanya dari awal ia bekerja di Sunan Palembang sampai kejadian terakhir ini. Keluarga Singaran Pati menjadi ketakukan, demikian pula dengan orang-orang di dusunnya. Tanpa berpikir lama, Singaran Pati mengajak keluarganya dan orang-orang di dusun untuk meninggalkan kampung. Termasuk meninggalkan harta benda, hewan ternak, sawah ladang dan rumah, yang mereka bawa hanya yang dapat dibawa saja.

“Singaran Pati, kita harus lari kemana cu. Nenek tidak sanggup lagi untuk berjalan jauh.” Kata salah seorang warga dusun.

“Kita akan ke tempat yang aman, nek untuk menghindari pasukan Sunan Palembang. Ayo percayalah denganku kita harus semangat!” Kata Singaran Pati.

Tiga hari kemudian, pasukan Sunan Palembang tiba di dusun Lembak Beliti. Mereka mencari Singaran Pati untuk meminta penjelasan dan tanggung jawab, tapi sayang semua warga dusun sudah tidak ada lagi. Baginda Sunan Palembang mengira Singaran pati sudah berbuat curang dan ia sengaja mencuri keris itu.

Tetapi dibalik itu, seandainya keris itu tidak dicuri Singaran Pati atau hilang tidak disengaja, Sunan tidak akan berbuat seperti itu. Ia sangat sayang kepada Singaran Pati. Ucapan sepuluh tahun yang lalu, bermakna bahwa Sunan Palembang mempercayakan pusakanya yang sangat disayanginya, ialah Putri Sinaran Bulan. Singkat cerita, Sampailah rombongan Singaran Pati di suatu tempat di pinggir laut.

“Alhamdulillah, sekarang kita sudah berada di tempat yang aman.” Ucap Singaran Pati kepada orang-orang pengikutnya.

Tempat itu bernama kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu. Raja Sungai Lemau bernama Baginda Sembayam. Singaran Pati beserta rombongan menghadap baginda Sembayam dan diceritakanlah yang terjadi selama ini. Mendengar cerita tersebut, baginda merasa kasihan dan berkatalah beliau.

“Singaran Pati, aku terima engkau dan keluargamu untuk tinggal di negeri kami. Namun negeri ini masih sepi, kami khawatir jika negeri ini diserang maka kami tidak dapat mempertahankannya. Nah, bawalah keluargamu untuk berdiam diri di Sungai Hitam.Tebanglah hutan dan silahkan saja tanamlah buah-buahan.” Kata Raja Sembayam.

“Terimakasih baginda raja, alhamdulilah kami dapat diterima disini. Kami ingin hidup tentram dan aman tanpa rasa takut dari Sunan Palembang.” Kata Singaran Pati.

“Tetapi satu permintaanku, apabila ada serangan musuh di balik bukit yang akan menyerang negeri Bengkulu ini, hadanglah olehmu beserta keluargamu.” Pinta Raja Sembayam.

Sejak saat itu, Singaran Pati menjadi Raja di kerajaan Sungai Hitam. Singaran Pati memimpin rakyatnya dengan saling tolong menolong, arif dan bijaksana. Kabar Singaran Pati menjadi raja terdengar sampai ke tetangga sekitar dusun Lembak Beliti. Banyak warga berbondong-bondong pindah ke Sungai Hitam Bengkulu bahkan orang-orang Lembak yang ada di Bengkulu berkembang semakin meluas.

Demikianlah cerita Singaran Pati sebagai aswanda yang sudah berjuang untuk dirinya dan keluarganya dari ketakutan Baginda Sunan Palembang. Hingga saat ini, orang Lembak yang ada di sekitar Kota Bengkulu tak tahu lagi bahkan tidak ingin tahu dengan asal usul mereka. Karena takut kalau dituntut oleh Sunan Palembang untuk menjalani hukuman waktu nenek moyang terdahulu. **

Sumber Cerita :

1) http://blogkasihpunya.blogspot.com/2017/01/kerajaan-sungai-hitam-bengkulu.html

2) Buku Ceritera Rakyat Daerah Bengkulu, 1982. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek inventaris dan dokumentasi kebudayaan daerah. Jakarta

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post