KOLAM IKAN BY ACCIDENT
Sore itu agak mendung-mendung syahdu. Angin sepoi-sepoi berhembus. Biasanya pukul 15.30 matahari masih terik di Cikarang. Hari ini alam seolah berkonspirasi mengikuti langkahku menyusuri sudut-sudut sekolah.
Langkahku berhenti di lapangan futsal. Lapangan seluas 600 m2 itu sekilas tampak biasa saja, tak ada yang istimewa, Tapi kalau diperhatikan sungguh-sungguh, ada deretan lubang yang ditutup dengan jaring-jaring besi. Terlihat Mang Acang di sudut lain lapangan.
“Masih banyak ikannya Mang?” kuhampiri mang Acang, penjaga malam sekolah, tengah melempar pelet ke lubang-lubang tadi.
“Banyak Bu. Ibu mau bawa pulang? Pas nih, kalo dibuat sop atau pindang. Gak kegedean”.
“Wah, asyik, boleh Mang. Sop patin kayaknya seger,nih” Aku menelan ludah, membayangkan sop ikan patin panas mengepul penuh taburan bawang goreng di atasnya.
“Jangan banyak-banyak ya Mang, 4 ekor aja. Kalau sudah bau kulkas, jadi ga seger lagi”
“Siap, Bu. Nanti saya antar ke ruangan Ibu kalo udah bersih”
Di bawah lapangan futsal itu ada hamparan kolam ikan yang terbagi dalam 10 kotak. Tadinya tidak pernah terbersit dalam benak kami untuk membuat kolam di bawah lapangan seperti itu. Kami? Ya, sekolah ini adalah project idealis ku bersama suami tercinta, Mas Widodo.
Dulunya, lokasi sekolah adalah tanah persawahan yang posisinya di bawah jalan. Karena bagian belakang berbatasan dengan sungai, apabila musim penghujan, banjir sedikit pasti terendam. Anak-anak kalau mau sholat di mushola sekolah harus melewati genangan.
Memang harus diurug sekitar semeteran biar sama tingginya dengan badan jalan. Sudah disurvey beberapa kontraktor untuk pengerjaannya. Tetapi karena biayanya cukup tinggi dan kami tidak sanggup memenuhinya jadi batal.
400 juta! Angka yang cukup fantastis bagi orang yang tidak punya cukup uang. Basanya ide datang setelah deadline mengejar. Dengan jurus the power of kepepet akhirnya digalilah semeter itu sawah, kemudian tanah galiannya dibuat untuk ngurug sekitarnya. Satu masalah terselesaikan dan ada kolam baru yang menunggu ditebar benih.
Padahal setelah kolam itu jadi beberapa bulan kemudian, sambil ngeteh sore aku berbincang-bincang sengan suamiku.
“Ternyata biayanya besar juga ya Dik, untuk menutup kolam dengan cor-coran. Kalau dihitung-hitung biayanya hampir sama dengan yang diminta kontraktor itu”
“Sudah, nggak usah dihitung-hitung Mas. Kita ambil hikmahnya saja.Waktu itu kita kan memang nggak punya duit. Setidaknya kita jadi punya kolam ikan. Nanti kalo panen pasti seru”.
Suamiku melongo mendengar jawaban istrinya. Hahahaha….. Tidak semua kata hati harus diungkapkan. Menyesali keputusan yang sudah diambil tidak ada untungnya. Padahal sebenarnya aku juga kecewa. Tapi bayangkan, kalau ada dua orang kecewa di sore hari sambil ngeteh, pisang goreng yang tersaji bakalan dingin sia-sia.Sayang, kan?
Suara ketukan pintu memutus lamunanku. “Masuk aja” aku berteriak. Mang Acang masuk sambil menenteng kantong plastik hitam.
“Ikannya sudah saya bersihin, Bu. Tinggal masak aja ntar.”
“Wah, makasih ya Mang. Jadi masak sop nih, ntar sore”
“Dipindang atau dipepes juga enak lho, Bu. Tapi selera, sih ya.”
“Apa bae sih Mang, yang penting cepet mateng, biar ga kelamaan nunggu yang pada kelaperan”. Si Mamang ketawa sambil pamitan.
Mungkin ini sekolah pertama yang punya kolam ikan sepanjang itu. Dan rupanya masih ada beberapa kolam lagi yang dibangun sesudahnya. Haruskah ini disebut sekolah yang berwawasan perikanan? Hahaha, pa bae dah, kata orang bekasi mah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar