Mahniar Sinaga ,M.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Merdeka Membaca dengan Teknologi yang Memberdayakan Konteks

Merdeka Membaca dengan Teknologi yang Memberdayakan Konteks

Awal pertemuan pada tahun ajaran baru, aku melakukan percakapan bermakna tentang kegiatan literasi yang telah dilakukan murid baik di sekolah maupun di rumah. Sebagian murid memilih diam. Dan sebagian lagi mengatakan tidak tahu apa itu literasi. Kemudian, aku mencoba mengarahkan murid kepada kegiatan literasi sederhana yaitu membaca Nah, jawaban yang kuterima adalah murid sering membaca buku teks pelajaran di rumah ketika diberikan PR oleh guru waktu masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sontak, hatiku kaget mendengar itu. Sedikit kecewa, sebab murid yang kuhadapi saat ini masih minim dengan kegiatan literasi bermakna bagi dirinya.

Saya mencoba memahami keadaan murid-muridku. Saat pandemi melanda, mereka duduk di kelas 1. Lebih dari dua tahun belajar jarak jauh. Artinya, kegiatan literasi pun tidak maksimal dipraktikkan di sekolah maupun di rumah.

Ketika diajak membaca ke perpustakaan, beberapa di antaranya aku dapati dengan wajah tidak semangat, seperti kegiatan membaca tak mengasyikkan, ada juga yang matanya kosong sedang membayangkan sesuatu, serta ada yang gembira bahwa membaca di perpustakaan adalah kegiatan sudah lama tidak dilakukan.

Aku pun komitmen pada hari itu bahwa murid-muridku harus berkegiatan di perpustakaan. Minimal mereka memilih satu buku yang menarik baginya untuk membangkitkan semangat membaca. Seketika, perpustakaan ramai dengan celotehan murid yang rebutan memilih buku cerita. Wah, situasi seperti ini yang dirindukan, bisikku dalam hati. Namun, selang beberapa menit dari waktu yang kutentukan dalam kegiatan membaca tersebut, murid-murid sudah mengajak masuk kelas. Bahkan, mereka berlari menuju kelas tak menghiraukan instruksi gurunya. Lagi -lagi aku kecewa.

Dalam kelas, kami berefleksi. Masing-masing murid ditanya mengapa tidak betah berada di perpustakaan dan kebutuhan apa yang diinginkan agar membaca atau berliterasi dasar tetap berjalan dengan baik. Ternyata oh ternyata muridku tidak tertarik dengan buku bacaan di perpustakaan dengan alasan bukunya tidak kaya gambar, teksnya panjang, dan bukunya sudah lama alias jadul banget. Kemudian, mereka menawarkan agar sekolah memberikan buku bacaan yang baru. Dari refleksi itu aku simpulkan bahwa buku bacaan di perpustakaan tidak sesuai konteks kehidupan anak/tidak sesuai jenjang usia mereka. .

Seribu satu cara dapat ditempuh bagi guru yang merdeka. Guru merdeka adalah guru yang adaptif terhadap perubahan dan mau begerak memenuhi kebutuhan belajar muridnya. Hal ini lah yang masih saya pedomani dalam memenuhi kebutuhan belajar murid. Artinya, aku tidak boleh diam dan hanya menunggu waktu datangnya buku baru. Bergerak mencari cara.

Membulatkan tekad dengan memanfaatkan teknologi dalam hal memenuhi kebutuhan belajar murid dengan memperkenalkan platform buku digital, Literacy Cloud. Menurutku, buku digital adalah pilihan yang tepat dikala guru dan murid membutuhkan bahan bacaan yang sesuai dengan jenjang usia anak. Sebab, buku digital dari Literacy Cloud ini, selain menampilan jenjang bacaan berbeda, pilihan bahasanya yang variatif, desain gambar yang menarik, pilihan judul pun sesuai konteks kehidupan anak. Kemudian, mudah diakses siapa dan dimana saja, tampilan mudah dipahami oleh anak-anak zilenial, bisa diunduh, serta memiliki video praktik reading aloud sehingga anak-anak maupun guru dan orangtua bisa belajar membaca nyaring dengan baik. Menarik,bukan?

Adapun praktik penggunaan Literacy Cloud yang aku lakukan adalah:

1. Guru memperkenalkan platform buku digital, Literacy Cloud kepada murid serta mengedukasi tentang level membaca sesuai usia mereka.

2. Murid diberikan kemerdekaan memilih judul buku yang akan dibacakan guru selama seminggu dengan kesepakatan bersama bahwa buku yang dipilih adalah buku dari suara terbanyak murid di kelas dan disesuaikan dengan tema pelajaran yang berjalan.

3. Guru akan membacakan buku pada waktu tertentu setiap hari selama seminggu di kelas dan meminta murid fokus menyimak informasi baru yang diperoleh dari bacaan tersebut.

4. Setelah guru selesai membacakan cerita selama satu minggu, maka murid diberikan tugas membacakan cerita secara bergantian setiap hari di kelas. Buku yang dibacakan di depan kelas adalah buku yang dipilih sesuai keinginan murid yang bertugas. Murid yang bertugas membacakan cerita harus terlebih dahulu membaca ceritanya di rumah dengan memanfaatkan gawainya sebagai latihan reading aloud atau memahami alur cerita sebelum bertugas.

5. Melakukan refleksi literasi rutin setiap hari. Kemudian, setelah kebiasaan membaca murid terbentuk dan minat baca mereka meningkat, maka diberikan kemerdekaan untuk memilih level bacaan atau tantangan literasi lainnya seperti menulis cerita dua paragraf, mengartikan kata yang sulit dari bacaan, membuat video reading aloud yang dikumpulkan ke guru, dll.

6. Guru terus menagih murid tentang kegiatan literaci yang dilakukan di rumah, buku apa saja yang telah dibaca, atau keikutsertaan orangtua dalam membaca bersama di rumah.

Dengan praktik membaca seperti ini, murid semakin paham bahwa penggunaan teknologi memiliki nilai positif jika digunakan sesuai kebutuhan belajar yang memberdayakan konteks. Lebih dari pada itu, orangtua pun senang melihat anaknya memanfaatkan gawai untuk hal positif alias mengurangi anak bermain game online.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post