Manik Indraprasti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

"Bu....buburku mana??"

Melihat cucu (putri dari keponakanku yang berusia setahun) makan jadi teringat masa anakku masih balita.

Sewaktu masih bayi di usia mula bisai menerima makanan bubur, anakku selalu kuberi bubur buatan sendiri. Bergantian saya, suamiku dan ibuku membuat bubur dan menyuapinya.

Anakku termasuk bayi yang mudah minum susu dan makan. Setiap kali kami memberinya susu formula dalam satu botol bayi yang besar dia sanggup menghabiskan dalam waktu sekejap. Setiap kali tiba waktu makan maka dia akan dengan lahap menghabiskan buburnya. Sungguh nikmat dan karunia Allah pada kami sekeluarga.

Keistimewaan lainnya dalam pola makan anakku adalah dia sama sekali tak suka bubur instant (produksi pabrik). Awal dia memasuki masa menerima asupan makanan berat kami memberinya bubur instant sebagaimana para orangtua memberi balita mereka. Namun, setiap kali itu pula dia semburkan bubur dari mulutnya, bahkan kadang bubur masih di sendok yang siap disuapkan pun dia sembur. Walhasil kami harus belepotan bubur juga perabotan dan lantai di sekitar kami duduk. Kala itu kami bingung makanan apa yang bisa kami berikan padanya, yang mau dia terima?

Sekali waktu, ibu saya menyarankan membuat sendiri bubur dari nasi dicamour berbagai sayuran. Saya belum mencampurnya dengan daging karena belum yakin daging akan mudah dia cerna. Bubur yang sudah jadi lalu diulek (digerus) sampai lembut sekali. Ibuku menganjurkan untuk mengulek bubur bukan menghaluskan memakai blender. Menurut beliau bila makanan diblender maka sari makanan itu akan hilang/ menguap.

Resep dari ibuku ternyata pas. Manjur. Mantap. Anakku makan dengan lahap. Bahkan saat bubur itu habis dia menangis tanda masih lapar. Padahal porsi yang kuberikan cukup banyak untuk seorang bayi usia 7 bulan. Hmmm.. anakku memang doyan makan ternyata.

Maka sejak itu hari- hari kami diisi dengan pekerjaan tambahan: membuat bubur untuk buah hati kami. Kami senang tidak merasa terbebani. Malah sepertinya kami tertantang untuk membuat berbagai variasi rasa bubur halus. Alhamdulillah anak kami benar-benar lahap memakan bubur yang kami sediakan. Tak ada lagi semburan. Tak ada lagi cipratan bubur di sana sini. Dan, di usia 9 bulan dia selalu ingin menyendok sendiri buburnya meski saat menyuapkannya masih harus dibantu. Mudahnya menyuapi anakku saat itu membuat setiap orang bersemangat menyuapinya di kala saya tak dapat menyuapinya sendiri.

Terimakasih ya Rabb, telah memberi kami kemudahan-kemudahan dalam membesarkan anak kami

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kereeeen. Resepnya mantab bana

01 Jul
Balas

Asseeekkkk ....

01 Jul
Balas

"Ibuku menganjurkan untuk mengulek bubur bukan menghaluskan memakai blender. Menurut beliau bila makanan diblender maka sari makanan itu akan hilang/ menguap." Sama yang kami lakukan semasa anak-anak kecil bu.

01 Jul
Balas

Wah ibu sejati ini mah. Mantaaapsss

01 Jul
Balas

Subhanallah, ibu telaten banget yaa demi si buah hati... tulisannya sangat menginpirasi buat Mahmud, bu..mamah muda kalau saya tuk calon cucu he.he

01 Jul
Balas



search

New Post