Marti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
IBU KOST KU YANG MALANG (Tagur hari ke-40)

IBU KOST KU YANG MALANG (Tagur hari ke-40)

Terhitung mulai hari kemarin, aku beralih profesi menjadi kontraktor (read: orang yang ngontrak rumah). Aku tinggal di rumah kontrakan karena rumahku sedang direnovasi. Rumah yang aku beli 16 tahun yang lalu ini memang sudah waktunya direnovasi, karena selain modelnya yang tidak up to date, juga karena kayu penyangga atapnya banyak yang sudah keropos. Selain tidak nyaman kondisi rumah seperti ini juga tidak aman bagi kami sekeluarga.

Malam pertama di rumah kontrakan, aku sama si bungsu tidak bisa segera tidur. Pak suami dan kedua anakku yang lain sudah tidur dari tadi, aku dan si bungsu masih asyik berta’aruf dengan ibu kos pemilik kontrakan dan si kecil putranya ibu kos. Si bungsu nampak senang sekali punya teman baru, Afgari, putranya ibu kos. Demikian juga dengan Afgari nampak sangat senang main dengan si bungsu. Sambil menemani mereka main, aku ngobrol dengan bu Sofi pemilik kontrakan. Panjang lebar topik pembicaraan yang kami obrolkan, hingga mengerucut pada kisah hidup bu Sofi yang begitu tragis.

Derita hidup bu Sofi bermula ketika dia menikah dengan suaminya, pak Abdurahman yang biasa dipanggil dengan pak Dur. Bu Sofi yang waktu itu belum lulus SD, masih usia 13 tahun dilamar oleh pak Dur yang saat itu sudah kerja dan sudah punya anak istri. Bu Sofi kecil yang cantik itu tidak bisa menolak lamaran lamaran pak Dur, karena takut dimarahi orang tuanya. Demikianlah derita bu Sofi bermula. Bu Sofi yang masih minim pengalaman, bisanya hanya nurut saja apa kata suaminya. Disuruh stay di rumah dia nurut, hingga dia tidak pernah tahu dunia luar karena kalau sampai suaminya tahu dia keluar rumah dia akan dimarahi oleh suaminya. Kemudian dilarang pegang HP, dia pun nurut, sampai dia tidak tahu caranya mengoperasikan HP. Dan masih banyak lagi peraturan-peraturan gila lainnya yang diterapkan suaminya padanya.

Selain itu suaminya juga tergolong lelaki yang pelit. Sebagai seorang istri, bu Sofi hanya dikasih uang belanja 5000 sampai 10.000 setiap harinya. Untuk makan sehari-harinya dia sering nebeng kepada orang tuanya yang kebetulan tinggal dekat rumahnya. Tidak sampai di situ, suami bu Sofi ternyata juga seorang playboy. Selama dia berumah tangga dengan pak Dur, sudah empat kali dia ditinggal nikah siri dengan perempuan lain. Buah pernikahannya dengan pak Dur, bu Sofi dikaruniai empat orang anak. Setiap kali dia habis melahirkan, suaminya selalu pergi lama tidak pulang, dan pulang-pulang membawa perempuan lain. Melihat suaminya bersama perempuan lain, bu Sofi sebenarnya ingin marah, tetapi kalau dia marah suaminyaakan lebih marah lagi.

Mendengarkan curhatan bu Sofi, bagaikan melihat sinetron yang begitu memilukan. Derita bu Sofi yang meninggalkan bekas luka fisik sampai sekarang adalah sikap pak Dur yang represif. Pernah ketika pak Dur marah karena masalah sepela, bu Sofi ditampar dibanting dan diinjak pakai sepatu boot nya. “Sungguh saya tidak berdaya, saya pasrah jika saya harus mati saat itu,” tuturnya. “Saya sering nangis sendirian, saya sudah nurut apa kata suami, tapi saya sering disiksa dan diselingkuhi”. Begitulah, cerita bu Sofi seolah menyadarkanku, betapa cobaan yang aku terima masih lebih mudah dari dia. Sekarang bu Sofi menderita penyakit sesak nafas akut, dan itu menyebabkan dia tidak berani vaksin.

Pada suatu sore, ketika pak Dur pulang dari kegiatan olah raga, dia minta bu Sofi untuk memasak bubur ayam. Segera bu Sofi bergegas menuju dapur untuk memasak bubur request suaminya. Setelah selesai memasak, bu Sofi menuju ke pak Dur yang saat itu sedang berbaring sambil melihat tivi. Ditaruhnya bubur itu di dekat suaminya sambil bilang,”ini mas bubur ayamnya, ayo cepat dimakan nanti kalo dingin gak enak lo”. Pak Dur yang saat itu dibangunkan tetap diam saja, tidak segera bangun. Bu Sofi berfikiran, mungkin suaminya terlalu capek, sehingga sulit dibangunkan. Bu Sofi kemudian pergi ke dapur untuk membereskan perlatan masaknya yang digunakan untuk memasak bubur tadi. Ketika tengah membereskan dapur, tiba-tiba bu Sofi merasakan ada yang tidak beres dengan suaminya. Kemudian dia bergegas menuju ke suaminya lagi, dia bangunkan suaminya agar segera memakan bubur yang sudah mulai dingin. Berkali-kali dia bangunkan suaminya, ternyata suaminya tetap saja tidak bergerak. Kemudian dia memeriksa lebih teliti lagi kondisi suaminya, dan ternyata suaminya sudah meninggal dunia. Lalu bu Sofi mamanggil orang tua dan tetangganya untuk mengurus jenazah suaminya.

Sepeninggal suaminya bu Sofi punya keinginan untuk mencari pengalaman di dunia luar. Bali adalah satu-satunya tempat yang ingin dia kunjungi sejak dulu. Kemudian berangkatlah bu Sofi ke Bali ditemani Misna, tetangganya. Setelah setahun kerja di Baliakhirnya bu Sofi bertemu dengan seorang laki-laki yang sangat mencintai dan mengayominya sampai sekarang. Bersama suaminya yang sekarang bu Sofi merasa hidup di surga, 180 derajat beda dengan almarhum pak Dur. Selamat bu Sofi, semoga bahagia selalu.

Tegalgede, 19 Oktober 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post