Maryam

Maryam, guru SDN 215 inpres Taipa Jika kau bukan anak raja dan anak ulama besar maka menulislah ( Imam Al Gazali )...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menikahi om-om bagian 3 ( Pernikahan )

Menikahi om-om bagian 3 ( Pernikahan )

 Semua persiapan pernikahanku dengan Raka di urus oleh keluarganya. Aku hanya tinggal bawa badan saja. Mulai dari baju pengantin serta semua pernak-pernik yang berhubungan dengan pernikahanku tak ada yang aku siapkan. Akupun tak bersemangat untuk melakukan persiapan itu. Hatiku tak bahagia menyambut pernikahan yang bukan keinginanku. Apalagi Raka tak pernah menghubungiku setelah mengirimkan perjanjian pranikah itu.

 

Pagi ini, keluarga berkumpul di ruang tengah rumahku. Ruangan yang luasnya Cuma lima meter persegi, tak ada kursi di sana. Hanya hamparan karpet tempat mereka duduk dan bercakap. Binar bahagia terpancar jelas di wajah-wajah mereka. Sementara aku di dalam kamarku yang cuma berdiding tripleks usang merenung seorang diri. Aku menatap wajahku yang telah dirias oleh perias kiriman keluarga Raka.

 

Entah kenapa hatiku pilu menatap wajahku di cermin. Aku teringat ibuku yang telah pergi. Aku harus menikah muda dengan orang yang tidak aku cintai dan tidak mencintaiku. Kemana harus kuceritakan pilu hatiku ini? Seandainya beliau masih hidup, tentu keadaannya akan berbeda.

“Winda, ayo nak kita keluar, pengantin lelaki sudah datang” seorang wanita muda muncul dibalik pintu kamarku yang hanya terbuat dari tripleks itu membuyarkan lamunanku. “iya tante” aku berusaha untuk menahan jatuh air mataku. Aku mengikuti langkah tante Mira adik dari ayahku. Ia satu-satunya keluarga terdekatku, namun karena kesibukannya berdagang di pasar sehingga aku jarang bertemu dengannya.

Di luar terlihat sangat ramai menyambut sang pengantin pria datang. Aku mengedarkan pandanganku mencari-cari sosok laki-laki yang akan jadi suamiku itu. Mataku terhenti pada seorang pria yang mengenakan pakaian pengantin putih dengan kopiah putih senada dengan baju pengantinku yang terlihat sangat mewah. “Tapi kok, wajahnya tak seculun saat aku bertemu di rumahnya waktu itu yah?” gumamku. Hari ini ia terlihat berbeda. Kulit putihnya lebih bersinar dan dia terlihat sangat tampan. “oh, tidak-tidak, ada apa dengan pikiranku” aku kesal dengan pikiranku yang tiba-tiba memujinya. “Ah, dia masih pria yang sama, angkuh!” rutukku lagi.

Tante menggandeng tanganku kearah di mana pria itu duduk. Namun tak sekalipun ia mendongakkan kepalanya memandangku “padahal hari ini aku cantik banget loh, ups” aku terus menggumam dalam hati. Aku kesal padanya. “Tidak bisakah ia sedikit membuang keangkuhannya, untuk hari ini saja, uuuh, kessel,kessel,kessel!”

“Sudah siap nak?, kita mulai yah” ucap ayahku kembali mengalihkan hatiku yang mengutuk pria yang sebentar lagi akan jadi suamiku itu.

Proses ijab qabul berlangsung lancar, ia mengucapkannya dengan satu tarikan nafas dan “ah, akhirnya aku resmi jadi istrinya” kudengar ucapan sah secara berjamaah dari para tamu undangan diiringi dengan tawa bahagia dari mereka semua. Raka memasangkan cincin di jari manisku dan aku melakukan hal yang sama padanya. Tapi kami tak saling memandang satu sama lain, bahkan saat kuraih tangannya untuk kucium aku tak berani mengangkat wajahku, aku takut kecewa karena tak dapat respon darinya.

Pesta berlangsung meriah. Aku bersanding dengannya di pelaminan yang di buat di luar rumahku. Karena keadaan rumahku yang sempit tidak memungkinkan untuk menerima banyak tamu. Aku tak mengundang teman-temanku, aku malu. Apalagi kalaun Edo tahu, lelaki yang sebulan ini aku taksir. Laki-laki yang jauh lebih keren darinya. Pasti aku akan sangat malu. Lagipula aku tak berpikir bahwa pernikahan ini akan bertahan lama.

Aku berusaha tersenyum menyambut para tamu, walau hatiku sangat kesal aku tidak mungkin bersikap seperti dia. Dingin dan tak ada senyum di wajahnya.

Menjelang sore, pesta akan berakhir. Aku melihat seorang wanita cantik melenggang masuk ke acara kami. Wanita itu memakai stelan brukat berwarna gold dengan rambut pirang terurai panjang. Postur tubuhnya tinggi semampai dengan memakai sepatu tinggi yang seperti kaca. Semua mata terfokus padanya. Wanita berkulit putih bersih itu tersenyum manis ke arah Raka yang dibalas dengan senyuman pula. “Hai Raka, selamat yah” itu yang diucapkannya, lama mereka saling berjabat tangan dan berpandangan seolah ada sesuatu antara mereka. Aku pura-pura tak perduli. “Hei anak kecil, Raka itu milikku yah,ingat itu” ucapnya berbisik berpura -pura memelukku. Andaikan ini bukan pesta pernikahan, sudah kupastikan dia akan dapat tendangan dariku. “Dasar genit” bisikku padanya membuat wajahnya memerah menahan marah. Aku pura-pura tersenyum untuk menutupi kekesalanku. Aku yakin itu pasti pacarnya Raka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren ceritanya

24 Jan
Balas

Makasih bunda

24 Jan

Waah Siti Nurbaya milenial nich Lanjuut

27 Jan
Balas

Siiip

28 Jan

Waduh....Lanjut....

24 Jan
Balas

Siip

24 Jan

Keren bun

24 Jan
Balas

Maksih bunda

24 Jan



search

New Post