Maryam

Guru SD Negeri Sidalang 01, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Berbagilah dengan Setulus Hati

Berbagilah dengan Setulus Hati

Tantangan Hari Ke - 17

#TantanganGurusiana

“Lek ini ada sedikit rejeki, lumayan buat belanja,” kata Bu Ina sambil menyerahkan tiga lembar uang bergambar presiden pertama Indonesia.

“Terimakasih ya, Bu,” kata Lek Marni menerima uang itu.

“Eh, bu Ida tolong fotokan kami ya!” pinta Bu Ina sambil menyodorkan ponsel terbarunya padaku.

“Untuk apa ya?” tanyaku.

“Buat update status dong, biar kekinian,” katanya.

Aku menerima ponselnya dan memotret mereka dengan berbagai pose. Bersalaman, posisi saat Lek Marni memberikan uang, posisi miring sana, miring sini. Setelah jeprat – jepret aku mengembalikan ponselnya.

Bu Ina menerima ponselnya. Lalu ia menggeser – geser benda pipih itu. Ekspresi wajahnya merengut lucu.

“Bu Ida, kok ngeblur gini sih, goyang – goyang gambarnya?”

“Waduh bu Ina, maafkan saya, saya tidak biasa pakai HP mahal, jadi maaf kalau gambarnya goyang, mata saya suka agak siwer kalau memotret,” kataku bohong.

Aku sengaja membuat fotonya goyang dan ngeblur agar dia gagal memposting kegiatan amalnya itu supaya amalnya benar – benar ikhlas dan terbebas dari riya di dunia maya.

“Ya sudah, nanti foto lagi ya, Lek.” Kata bu Ina dan melirik sebal padaku.

Dalam hati aku tertawa melihat ekspresinya. Bu Ina duduk di sebelah Bu Erna yang duduk di samping kiriku.

“Wah, Bu Ina baik sekali ya.” Puji Bu Erna.

“Ah, biasa saja Bu Erna. Saya memang rutin memberi sebagian rejeki kepada lek Marni, kasian dia orang susah, buat makan sehari – hari saja dia harus nethek (mencari sisa rontokan padi pada jerami) karena tidak punya sawah.”

“Semoga Allah membalas kebaikan Ibu ya!” Kata Bu Erna.

“Amiin, memang tugas kita membantu tetangga yang susah. Kalau bukan kita siapa lagi?” kata bu Ina dengan bangganya. “Lek Marni ini memang layak dapat bantuan Bu. Lihat rumahnya saja sudah mau ambruk begitu, kasihan. Mana suaminya tak tahu dimana rimbanya,” lanjutnya.

Kulihat air muka lek Marni sudah tak rupa dia lagi, pucat pasi. Dia diam menunduk sambil memainkan jari – jarinya. Aku dan sebagian jamaah pengajian lainnya mendengar ucapan Bu Ina dengan berbagai ekspresi. Ada yang mengangguk – angguk, ada yang mesam – mesem, ada yang keningnya mengerut, ada yang seperti ilfeel.

Kami saat ini sedang menghadiri acara pengajian rutin yang diadakan oleh warga RT kami setiap minggunya. Tapi terkadang acara pengajian ini digunakan untuk para ibu warga +62 untuk berbagai ajang pamer. Pamer gamis baru dan mahal, pamer perhiasan, pamer liburan dan ada juga yang pamer bojo anyar. Salah satu contohnya ya bu Ina tadi, pamer beramal pada lek Marni. Kalau memang tulus beramal kenapa tidak mengunjungi rumahnya, memberikannya saat orang lain tak melihat. Bukankah sebaik – baik memberi itu, jika tangan kanan memberi tangan kiri tak mengetahuinya. Jika kondisinya semacam itu bukankan terlihat jika amalnya itu di ikuti oleh rasa pamer dan riya. Apalagi dengan acara foto bersama. Lalu dipamerkan dalam story WA, FB dan Ig lengkap dengan tulisan “Alhamdulillah hari ini bisa berbagi sedikit rejeki”.

Sebernarnya luar biasa sekali bu Ina ini. Dia membantu Lek Marni dengan nominal yang luar biasa bagi sebagian orang. Namun memang yang perlu dibetulkan adalah niat dan cara memberikanya. Niat yang baik yang baik harus dengan cara yang baik pula bukan?

Rasanya fenomena ini memang sudah lumrah kaprah di jagad raya ini. Semua kegiatan kita di unggah ke sosial media untuk menuai komentar dan pujian. Dan kita serasa melayang menanggapi berbagai komentar yang berisi pujian itu. Ah, tahukah anda? Komentar itu kadang hanya untuk membahagiakan anda, bukan tulus dari hati.

Teman – teman bukan saya iri, pada mereka yang mampu berbagi dengan sesama. Saya justru bangga dan juga terinspirasi. Tapi mari kita berusaha berbagi tanpa menyakiti. Berbagi tanpa perlu selfie, berbagi tanpa mencari kelemahan orang yang kita beri. Kalau niat kita memberi mari berikan setulus hati tanpa orang lain perlu menyadari.

Tidak terasa, acara pengajian usai. Sampai di rumah aku mengecek gawaiku. Aku tersenyum membaca story WA salah satu kontakku. “Alhamduillah, bisa berbagi sedikit rezeki” dengan foto tiga lembar uang warna merah.

Sekian, penulis juga bukan orang yang suci yang anti selfie. Tetep suka selfie, dan kadang pamer sensasi. Tapi semoga tulisan ini menginspirasi dan jadi pengingat diri agar besok lebih baik lagi.

Batang, 31 Januari 2020

Nulis nyambi nyawang rintik udan sing mili ono talang.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post