Maryam

Guru SD Negeri Sidalang 01, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika Gengsi Mengalahkan Harga Diri
Foto hanya pemanis daripada asal comot di media tetangga

Ketika Gengsi Mengalahkan Harga Diri

Tantangan Hari Ke - 15

#TantanganGurusiana

“Mbak Mel, kerudungnya bagus deh!” Kata Neli teman sekantorku saat aku memakai jilbab abu – abu dengan brand yang cukup ternama.

Aku menanggapinya hanya dengan senyuman.

“Mbak Mel, belinya dimana sih?” tanyanya kembali sambil memegan bagian ujung belakang jilbabku yang tertera tulisan brand dengan logam berwarna silver itu.

Aku menyebutkan nama toko beserta letaknya.

“Harganya berapa?” tanyanya kembali.

“Aduh ini orang kepo banget sih,” kataku dalam hati.

Aku malas menjawabnya. Aku malas menyebutkan nominal harga suatu barang kepada seseorang yang tidak terlalu dekat denganku dan tidak ada kepentingan. Masalah harga menurutku terlalu tidak sopan untuk disebutkan nominalnya jika tanpa kepentingan. Setiap orang mempunyai daya beli yang berbeda. Bisa saja bagi sebagian orang harga yang aku beli terlalu murah dan mencibir. Namun bagi orang lain bisa saja harga yang aku sebutkan termasuk mahal. Sehingga menurutku pertanyaan yang dilontarkan oleh Mbak Nelu itu tidak penting dan tidak sopan.

“Mahal ya, Mbak? Kok tidak dijawab,” tanyanya lagi.

“Mahal atau tidak itu relatif, Mbak. Mbak Neli datang ke tokonya aja ya, kalau mau tahu.” Jawabku kemudian aku berlalu meninggalkannya menuju mejaku.

Aku menyibukkan diri dengan membuka laptopku. Sebenarnya tidak ada tugas deadline, tapi aku malas menanggapi pertanyaan dan obrolan dari Mbak Neli. Mbak Neli terlihat sibuk dengan gawainya. Akupun menyibukkan diri dengan membuka gawaiku mengecek chat yang masuk dan hanya melihat update status teman. Hari masih sangat pagi, belum ada pukul 07.00 sehingga meja di ruangan ini masih banyak yang kosong.

“Mbak Mela, ternyata mahal ya!,” Kata Mbak Neli tiba – tiba. “Aku barusan lihat – lihat list harganya di salah satu aplikasi belanja online.”

Sekali lagi aku mencoba tersenyum ramah.

“Kalu aku sih, beli sesuatu itu tidak ngoyo dan tidak aku paksakan. Aku beli sesuatu itu sesuai kemampuan saja, tidak perlu ingin terlihat wow,” lanjutnya.

Aku menoleh dan aku mengernyitkan kening. Maksud ucapanya apa ya? Aku ngoyo beli jilban ini? Apa aku tidak pantas memakai barang brand? Siapa juga yang ingin terlihat wow. Aku membelinya karena aku suka dan nyaman dipakai. Harga memang membawa kualitas, tapi aku tidak memaksakan keinginanku. Toh aku membelinya dengan uang jerih payahku sendiri yang aku kumpulkan sendiri. Bukan meminta dan merengek pada orang tua demi sebuah pengakuan dunia. Aku tidak pernah membeli sesuatu karena merk atau branded biar dikira naik kasta dan dianggap sosialita. Bukan, aku membeli karena aku butuh dan suka dengan warnanya.

Dua hari berikutnya. Mbak Neli menghampiri mejaku dan memamerkan jilbab barunya dengan brand dan warna yang sama dengan yang kupakai dua hari yang lalu. Sama persis. Ya sebenarnya aku tidak masalah jika dikembarin, karena memag mereka membuat dalam stok yang banyak tentu saja. Tapi kenapa membeli pertama kali harus sama persis. Aku berusaha tersenyum.

“Mbak aku udah beli nih, jilbab branded kayak punya njenengan, nih lihat brandnya pakai logam, keren khan?” katanya menunjukkan ujung belakang jilbabnya.

“Hehehe iya bagus, Mbak. Keren, tapi sebenarnya fungsi dari logam itu hanya sebagai pemberat kok.” Jawabku.

“Eh, Mbak Mela punya berapa jilbab yang brand ini?” tanyanya kemudian.

“Hanya beberapa kok,”Jawabku malas.

“Apa aja warnanya, Mbak?” cecarnya.

“Aduh, apa ya? Lupa saya, Mbak,” Jawabku dengan ogah.

Biasanya dengan melihat ekspresi muka dan jawabanku yang ogah – ogahan. Orang yang kuajak bicara sudah paham jika aku tak tertarik dengan obrolannya.

“Apa aja Mbak?” ia mengulang kembali pertanyaannya.

Aduh niat amat si Mbaknya ya. Apa dia mau membeli lagi dengan warna yang kumiliki. Nggak kreatif amat nih orang.

“Apa ya? Coklat dan hitam kayknya,” jawabku ragu.

Dia berbinar mendengar jawabanku.

“Mbak, aku pinjam yang warna coklat ya? Aku mau ada acara sama teman –teman arisan, biar keren. Pinjam ya !,” katanya.

Aku kaget, aku terkejut dengan permintaanya. Aneh sekali. Aku tidak akrab dengannya, dan dengan biasanya dia mengatakan ingin meminjam barang hanya demi penampilan dan dianggap keren. Wow memang manusia di depanku ini super unik. Dua hari yang lalu dia menceramahiku seolah – olah aku tidak pantas memakai barang mahal. Sekarang siapa yang dengan tidak tau malu meminjam barang hanya demi sebuah pengakuan. Haduh Mbak, demi gengsi kok rela menurunkan harga diri.

Aku paling tidak suka barang pribadiku dipinjam orang selain orang – orang terdekatku. Dan aku berencana akan membawakannya jilbab warna coklat biasa bukan barang branded. Apakah dia akan menerima? Aku jahat ya? Biarlah, orang seperti dia layak diberi pelajaran. Bergayalah sesuai isi kantongmu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

hhha...betul bunda...

30 Jan
Balas

Sama bu, kalau ada temen yang seperti itu suka jengkel juga.

29 Jan
Balas

gemesssssssss ya bu, hahahaha

30 Jan



search

New Post