Maryam

Guru SD Negeri Sidalang 01, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Membiarkanmu Pergi Mungkin Lebih Baik Bagiku

Membiarkanmu Pergi Mungkin Lebih Baik Bagiku

Tantangan hari ke – 28

#TantanganGurusiana

“Mel, aku udah nggak bareng sama ayahnya Belva.” Ucap Tyas sambil menahan air mata di kelopak matanya.

Aku diam tak mengucap apapun. Aku bangun dan berpindah duduk di sebelahnya. Kupeluk dia, kuusap punggungnya berusaha memberi kekuatan. Tangisnya semakin pecah, ia terisak dalam pelukanku. Kubiarkan dia menangis melepaskan segala rasa sesak di dadanya. Aku tahu saat ini dia dalam keadaan sangat terpuruk. Hening, hanya terdengar suara isakan dan sesenggukan. Kubiarkan dia sampai ia bisa membuka suara kembali.

Ia menarik diri dari pelukanku setelah beberapa saat. Ia mengusap air matanya dengan tisu yang kusodorkan.

“Aku sudah nggak tahan dengan sikapnya, aku pikir dia akan berubah ternyata aku salah,” ucapnya “ Sembilan tahun ternyata tak cukup bagiku untuk bisa mengubahnya.” Sekali masih terdengar ia sesenggukan.

“Sejak kapan?” hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku sempat mendengar gossip – gossip dari lambe turah bahwa sahabatku Tyas, berpisah dengan Candra suaminya. Aku tak pernah bertanya padanya, karena bukan wilayahku untuk terlalu ikut campur masuk dalam urusan rumah tangganya. Walaupun kami sahabatan, aku bukan penasihat pernikahan yang bisa memberikan solusi yang benar dan berimbang bagi keduanya. Dan aku tahu saat ini pasti ia sudah tak mampu lagi menahan bebannya sehingga ia memintaku bertemu.

“Prosesnya sudah selesai, dan tadi aku terima putusan pengadilan. Bagaimanapun ini berat buatku, Mel.” Ia kembali mengusap air matanya yang mengalir di pipinya. “Orang tuaku tak lagi bisa memberikan restu setelah apa yang ia perbuat padaku dan anak – anak. Ia seakan lupa kalau aku adalah istrinya. Ia terlalu asik dengan dunianya juga wanitanya.” Ucapnya dengan ekspresi menahan luka.

Ia berhenti, seorang pelayan mengantarkan minuman pesanan kami. Aku hanya mengusap lengan dan punggungnya memberinya kekuatan. Aku takut aku menjadi sahabat yang salah memberikan saran. Aku takut menjadi orang yang membenarkan ucapan bukan menunjukkan ucapan yang benar. Makanya saat ini aku lebih banyak diam. Aku tahu dia tidak butuh saran, ia hanya ingin didengarkan. Aku juga tak punya solusi karena semua sudah terjadi dan sudah selesai.

“Mel, Sembilan tahun, aku menghabiskan waktu dengan pria yang tak pernah mencintaiku dengan tulus. Ia tak pernah serius bekerja untuk menghidupiku dan anaknya. Kalaupun ia bekerja itu ia gunakan untuk kesenangan dan pergi dengan wanitanya. Berulang kali ayahku memberinya modal usaha dengan nominal yang tak sedikit, tapi semua itu tidak ada hasilnya, semuanya zonk, dia bilang tertipu investasi bodong. Belakangan baru kutahu ternyata uang itu habis untuk judi. Mel, aku bodoh. Aku tak mendengarkanmu dan juga ibu saat hendak menikah dulu.”

Aku teringat Sembilan tahun yang lalu. Ibunya Tyas tak memberi restu jika Candra yang mejadi anak menantu. Ibunya Tyas wanita yang sangat anggun, ia sangat menjunjung tinggi kebersihan dan kesopanan. Ibunya Tyas tak menjelaskan bahwa Candra bukanlah laki – laki baik. Sementara kalau aku melihat bahwa Candra adalah sosok pembual dan dan tak memiliki ketulusan. Candra pada Tyas tak sebesar rasa yang Tyas berikan pada Candra.

Sudahlah, jangan sesali yang sudah terjadi, sekarang kamu punya Belva dan juga Zidna. Oia anak – anak bagaimana? Sudah tahu?” tanyaku.

Ia menggeleng, “Aku belum memberitahu mereka, aku bingung bagaimana cara memberi tahu mereka bahwa ayah ibu tak lagi serumah. Aku tak mau meracuni pikiran anak – anakku dengan opini dan keegoisanku”, Ucapnya.

Aku membenarkan ucapannya. Bagaimanapun rumitnya hubungan ibu dan ayah. Namun untuk urusan buah hati manusia harus menjaga diri untuk tak saling memaki dan menyalahkan.

“Jelaskan pelan – pelan dan jangan menanamkan keburukan di mata anak - anaknu Kamu sebagai ibu jangan tunjukkan sisi lemahmu di mata Belva dan Zidna. Kamu harus kuat, karena semua sudah terjadi, semoga ini memang pilihan yang terbaik. Alhamdulillah sekarang juga kamu sudah punya pemasukan yang lumayan. Aku yakin kamu kuat.”

Itulah sepenggal kisah cerita tetangga yang menjalani sembilan tahun pernikahan setelah berpacaran sekian lamanya. Lamanya suatu hubungan sebelum menikah tak menjamin kelanggengan dalam pernikahan. Karena setelah menikah banyak kerikil tajam yang siap menancap dan menyandung hingga luka dan berdarah. Setiap pernikahan pasti ada ujiannya masing – masing. Rasa cinta yang seimbang dan kepercayaan adalah kunci sukses langgengnya pernikahan. Jika rasa cinta salah satu pihak lebih besar maka akan membuat pihak tersebut selalu mengalah dan sibuk mengejar dan mempertahankanya sendiri. Ini terlalu melelahkan. Saling mencintai, saling menjaga, saling percaya dan saling setia itulah kuncinya.

Batang, 11 Februari 2020

Nulisnya sambil ngantuk

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wuiiiih sambil ngantuk aja tulisannya keren Bu. Gimana klo lg seger n ga ngantuk yaaa. Hehe

12 Feb
Balas

Hahaha jangan lebay bun, nanti aq melayang

12 Feb



search

New Post