Bolehkah saya mengidentikkan peringatan hari guru nasional dengan lebaran? Karena fenomenanya begitu. HGN bagai lebarannya para guru.

Maaf-maafan, salam-salaman, pengakuan diri dan ngasih hadiah. Sudah mirip lebaran bukan?

Dan mirip juga, setelah itu bikin salah lagi lupa dengan maaf-maafannya itu. Itu kan manusiawi ya.

Saya bukan hendak mengomentari siapa pun sebab fenomena perayaan hari guru nasional seperti itu terjadi juga di sekolah saya.

25 November guru diagung-agungkan. Di tanggal itu pula siswa-siswa pada minta maaf, membuat pengakuan atas kesalahannya, dan memberikan hadiah kepada guru.

Ada pula yang lebih kreatif dengan memberikan penghargaan kepada guru. Dengan memilih kategori tertentu seperti guru kreatif, guru disiplin, guru eksis, guru favorit dan sejenisnya.

Apakah semua itu salah? Ya nggak juga sih. Perayaan yang bagus ketimbang tidak sama sekali.

Sama halnya kita tidak selalu mengucapkan shalawat setiap saat, akan tetapi minimal kita bershalawat pada saat diingatkan oleh orang. Itu mending daripada tidak sama sekali.

Saya berharap bukan hanya di HGN saja siswa memiliki penghormatan kepada guru tetapi setiap hari bahkan setiap waktu.

Eh iya, saya pernah juga dengar cerita, ada guru yang ngambek alias pundung karena tak terpilih dalam kategori itu.

Apakah oknum guru itu merasa tak dihargai? Bisa jadi.

Kalau saat Pembelajaran tatap muka, di hari tersebut tidak ada KBM. Demi melakukan sebuah perayaan di sekolah.

Siswa memberi kejutan yang tidak mengejutkan. Hehe..sebab udah pada tahu juga sih. Lalu para guru dan dijamu dengan jamuan yang mengesankan.

Siswa ngasih bunga ke gurunya - dengan uang orang tuanya. Di zaman now, para guru mengupload berbagai keceriaan di kegiatan sekolahnya.

Tentu saja yang terpilih sebagai guru favorit dan sejenisnya punya kebanggaan yang lebih.

Sementara guru yang tak dapat apa-apa? Mungkin hanya bisa like postingan tersebut.