Masriani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KEPUTUSAN HADIRKAN DILEMA

KEPUTUSAN HADIRKAN DILEMA

Seperti biasa kalau setiap hari jumat ku bangun dan beraktifitas lebih awal dibanding hari-hari lainnya. Aku harus menyiapkan sarapan karena setelah shalat subuh suami turun untuk mencari nafkah. Kebiasaan ini kujalani sudah hampir tiga tahun lamanya. Aku senantiasa melayani suami dengan ikhlas. Kami menjalani semua dengan kebahagiaan. Menurut kacamata dan ukuran orang lain hidup kami pas-pasan tapi bagi kami yang menjalani sungguh sudah lebih dari cukup. Kami bersyukur atas nikmat yang telah diberikan pada kami. Sesungguhnya kebahagiaan itu tidak bisa diukur dari seberapa banyak harta yang dimiliki.

Sarapan sudah tersedia di meja, setelah shalat subuh dia masuk kembali ke kamar tidur. Aku berpikir dia mau ganti pakaian saja. Setelah beberapa menit kutunggu dia tidak keluar juga. Dan aku pun menyusulnya. Kudapati dirinya sedang berbaring membelakangiku. Ku menyapanya dan menanyakan keadaannya " Papa kurang sehat ya ?" tanyaku sambil memegang lengannya. Dia langsung balik badan dan menatapku dengan senyum "tidak, saya hanya malas aja hari ini. Saya istrahat dulu ngojek hari ini" ia menimpali. Setiap hari jumat dia beralih profesi sebagai tukang ojek untuk menambah penghasilan dalam keluarga kami. Di tempat tinggal kami pasarnya sekali dalam sepekan yakni hari jumat, olenya ngojek bisa disempatkan. Mendengar pernyataan malas darinya, hati ini mulai berkecamuk, apakah ini masih punya hubungan dengan pembahasan kemarin ? Aku tetap berusaha menjaga keadaan agar tidak terjadi hal yang diinginkan. Sungguh sebagai istri harus pandai memainkan rasa, mendramatisasi keadaan. Aku duduk diam disampingnya sambil menunggu ia memulai pembicaraan. Namun belum juga ada satu kalimat pun yaang terdengar. "Meskipun kamu tidak kerja hari ini, ayo kita sarapan dulu. Makanan sudah tersedia di atas meja nanti keburu dingin"kataku memecah keheningan. Ia bangkit dan memegang tanganku "ayo, kita makan dulu" ajaknya.

Seusai makan kami duduk di depan rumah sambil melihat orang yang lalu lalang melewati depan rumah menuju pasar. Letak pasar tak jauh dari rumah kami. Sembari membakar rokoknya ia berkata "Sebentar kita ke wartel ya, kita harus menghubungi orang tua di kota, kita harus memberikan kepastian pada mereka agar supaya mereka tidak gelisah menunggu jawaban kita" sambil menggaruk-garuk kepalanya. Aku masih tetap diam tak mau berkata apapun, takut nantinya salah menjawab. "Seandainya kalau kita jadi pindah kembali ke kota, apakah kita hidup numpang lagi dengan orang tua ?" sambungnya. Dengan terbata-bata ku menjawab "Terserah dari keputusanmu, mana baiknya menurutmu. Hanya saja kalau kita memilih pisah rumah dengan mereka itu tandanya kita memiliki beban hidup untk menyewa kos-kosan atau rumah kontrakan. Itupun pernyataan yang belum pasti karena saya belum mengetahui kamu setuju atau tidak dengan tawaran itu" Jelasku padanya. "Semalam diriku sudah berpikir berulang-ulang, menimbang baik buruknya, untung ruginya.Alhamdulillah kubisa memutuskan kalau sebaiknya kita mengikuti saran ayah untuk balik pada mereka lagi. Namun satu yang menjadi kendala yaitu tempat tinggal. Kita tidak boleh menjadi beban lagi buat mereka apalagi kita bersama dua orang anak. Kita harus berusaha secepatnya memiliki rumah pribadi msekipun kecil asalkan sudah layak huni terhindar dari panas dan hujan" Penjelasannya makin jelas. Aku sudah menduga dalam hati kalau dirinya tidak mau lagi jadi beban orang tuaku." Menurutmu bagaimana solusinya, dan bagaimana rumah dan kebun yang kita miliki disini ? aku balik bertanya lagi. Berdiri dan memperbaiki tempat duduknya sambil melihat sekeliling rumah. Ku tau meskipun hanya gubuk namun dirinya sangat cinta dengan rumahnya saat ini." Kalau kamu menyetujuinya, sebaiknya rumah ini dan kebun yang ada kita jual dan dijadikan modal untuk membangun rumah di kota nantinya"sambungnya lagi.Aku terdiam tak bisa berkata, sedih terasa banyak kenangan yang terlalui disini, hidup seadanya namun membahagiakan. Apakah aku rela melepaskannya begitu saja. Dilema kini melanda, benar juga katanya jika tak menjual apa yang ada pasti kami tak punya modal untuk membangun rumah disana nantinya.Saat alotnya pembicaraan tiba-tiba kami kedatangan tamu. Pembicaraan kami terputus dan aku melanjutkan pekerjaanku di dapur.

Parigi Moutong, 04Maret 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terus bagaimana keputusan akhirnya, apakah dilanjutkan setelah tamu pulang??? Hehehe. Salam sehat selalu sayang...be strong

05 Mar
Balas

Semoga hari ini siana tidak ngambek lagi, ikuti lanjutannya

05 Mar
Balas



search

New Post