Mega Hermawati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bungkus Permen Untukku

Bungkus Permen Untukku

Bungkus Permen untukku

Hari yang terik mentari sangat menyengat kulitku. Keringat hampir membasuh keseluruh tubuhku. Tak lama aku duduk menahan panas cuaca siang hari. Anganku melayang mengingat obrolan kemarin malam dengan paklik yang tinggal di kebunku. “Mbak aku minta maaf ya jika memiliki salah saya mau pulang kekampung dengan Mbah Narto dulu sebentar” kata adik kepada ku. “Mau 40 hari ibumu yah om?” ujarku. “emm, iya Mbak” kata om pelan. “oh iya sudah om, silahkan kalau mau pulang” ujarku. “0h iya Mbak, makasih” kata om sambil tersenyum tipis dengan pipi yang sedikit merah. Aku pun segera pergi ke kamar untuk membuka dompet mengambil uang seadanya. Sambil mengerut kening garis tuaku menghitung tanggal ternyata sudah diujung hari tanggalnya. Pergulatan bathinku untuk memberi uang kepada keduanya merupakan keputusan agak berat di ujung tanggal yang kembang kempis. Namun sudah ku putuskan untuk menemui mereka di depan yang sedari tadi menunggu aku untuk keluar kamar.

Tidak lama aku keluar pintu kamar, mungkin hanya beberapa menit terlihat wajah layu menggelayut raut wajah mereka. “ya…Allah Aku sodorkan tanganku lalu ku berikan uang dari isi dompet yang masih tersisa. “Ini om uang untuk perjalanan sampai di kampung ya?” Ujarku menahan kecewa mendalam di hati. Karena sebenarnya Aku masih memiliki harap kepada mereka untuk menjagakan ternak-ternakku dan tanamanku di kebun. Tapi apa boleh buat aku hanya sebatas berharap dengan kepastian, namun tiada ujung kenyataan. Entah nasib baik atau sebaliknya yang akan berpihak padaku.Aku hanya menahan penyiksaan hati yang tiada bertepi. Dengan raut kesal pada waktu itu. Aku memberi balasan jawaban permintaan maaf keduanya. “Tak terlintaskah mereka dengan perjalanan selama ini di kebun?”. Secuil hati menggerutu.Merekalah yang memberi pakan ternak-ternakku,merekalah yang merawat tanaman,pohon,dan alam sekitar di kebunku.Lalu kepada siapa Aku mengemis harapan semu mulai hari yang akan datang?” “Duh…Gusti tak terasa bayangan mengerikan menggelayut di pelupuk mataku”. Benar-benar hari yang memudarkan angan-angan untuk menjadi seorang Peternak yang besar. Seprang peternak yang kesohor seantereo negeri. “Telor…telor…siapa mau beli telor ayam kampungku”. Sambil berjualan di sosmed Aku tinggalkan bayangan semu. Mencoba melipur hati mencari keceriaan terhadap sebuah harapan. ”Ya…harapan kebunku menjadi besar di tangan mereka” Gumamku sedikit menyesalkan keputusan itu.

Tak lama mereka minta pamit kepada kami. Terdengar suara motor melaju dengan kencang dan berhenti di rumah kami. Rupanya ada tamu yang tak diundang berdatangan lagi pada saat yang sama. “Waduh…siapa lagi ini” Gumamku dalam hati. “Mari masuk Teteh? ” Menyilahkan masuk rumah kami. “Tumben teteh ini malam-malam ke rumah ibu?” Ada apa?” Ujar ku. “ya..ini bu ada perlu dengan ibu dan bapak”. “Ada apa teteh?” ujarku kepada teteh. Teteh ini adalah orang yang sudah ku kenal sejak lama. Orangnya selalu muncul saat dia membutuhkan uang. Dan lama tak muncul jika Aku sudah lupa kalau dia memiliki hutang padaku. Begitulah hari-hari menceritakan kisah teteh. Seandainya ia dapat diberi julukan”si penjual kesedihan” lalu aksinya akan sesuai tujuannya yaitu mendapatkan uang. Benar saja dugaanku. Dari niat teteh datang ke rumah Kami. Sambil menceritakan keadaannya, dibumbui dengan menitikkan air mata pilu. Si Teteh mencoba menghela nafas mengatakan niatnya meminjam uang padaku. Bersamaan itu pula langit di luar mulai mendukung suasana gelap dengan cuaca mendung. Hujanpun akhirnya turun juga. Tidak terasa kami mengobrol cukup lama, kurang lebih satu jam setengah, teteh pun izin pulang. “Ibu sudah jam setengah sepuluh kami mau pulang?” “Oh ia teh.Iya silahkan, eh tapi kan masih gerimis, lima menit lagi aja ya menunggu hujannya berhenti. ” Ujar ku menghentikan langkahnya. “Tapi bu,” belum selesai aku bicara teteh memotong pembicaraan ku “saya bawa jas hujan bu dan ini ada jaket kok bu” ujarnya mengenakan jaket berwarna merah. “Ya udah kalau jadi pulang nih,Ya udah deh” sambil berdiri teteh dan anaknya beranjak pulang.

Kami pun masuk rumah dengan sederetan peristiwa yang sedang terjadi saat itu di waktu yang bersamaan. Bersama itu pula mulai habis teh lemon panas yang ku letakkan di meja tamu yang sudah mulai dingin. Sedingin pikiranku yang masih membayang kepergian om dan mbah Narto dari kebun ternak-ternakku. Hari merangkak gelap gulita udara malam merayap menetes embun. Andaikan mereka tahu saat menuju ruang kamar tidurku aku masih melamunkan ternak-ternakku,pohon dan tanamanku tiada lagi yang menjagakannya.

Cahaya dari balik pintu kamar jendela membuat mataku silau, dan memaksaku untuk membuka mata. Kulihat kamarku seperti biasa. Air mata ini kembali menetes menyadari bahwa aktifitasku agak berbeda dengan hari kemarin. Kedua orang terdekat kami telah pergi. Pergi jauh dan aku tidak bisa menahan beberapa tahun mendatang. Tapi ketika aku ingat mereka, ingat semua pesan yang selalu ia sampaikan. Bahwa aku harus maju, harus menjadi orang sukses. Aku berfikir bahwa Tuhan pasti memberi jalan yang terbaik untuk hambanya. Aku menghapus air mataku, dan mulai bangkit melupakannya. Terdengar di pagi hari kokok ayam-ayam pejantan tampak terlihat sehat-sehat berlarian mengejar sang betina. Piyek anakan ayam gemuruh meminta kasih dan sayang sang indung. Pohon yang menghijau subur di tanah kebun kami yang tak seberapa luas,tumbuh dengan baik mengikuti ritme alam. Nila-nila berrenang suka cita kesana kemari. Hari terindah kami dengan moment yang berbeda. Tanpa mereka lagi. Mencoba untuk ikhlas dan menjadikan bungkus permen adalah memang bungkus permasalahan-permasalahanku. Lalu kuterima dengan baik dan utuh bungkus permen tersebut untuk ku nikmati isinya sebagai sebuah motivasi. Arah untuk terus maju dan melangkah penuh keyakinan. Tanpa merepotkan mereka lagi di sisi kami. Dengan kembali ke kehidupan seperti biasa, yang mungkin berbeda, tapi ini harus terus dijalani. Hidup tetap bergulir. Jangan pernah menyesalkan apa yang terjadi. Nikmati hari-hari baiknya.Semanis permen yang sedang kami rasakan. Aku menjadi tahu bahwa sewaktu kita memenuhi kebutuhan orang lain,Tuhan juga memenuhi kebutuhan kita. Bungkus permen ini indah sekali untukku. Aku juga tahu bahwa perbuatan paling sederhana dapat menuntut keyakinan yang luar biasa. Dan,tidak ada yang mustahil, Mukjizat akan terjadi setiap hari.

Waktu ini Aku sepi. Sendau gurau dengan ternak-ternakku di kebun tak ada lagi yang menemani. Hariku sunyi. Sendiri mengguyur tanaman-tanaman di kebun dengan seember air,namun kering jatuh di bumi yang ku pijak. Kayu-kayu bakar yang menumpuk di dekat gubuk,kini mangkrak tak guna lagi. Daun-daun kering pohon talok berserakan ikut layu berguguran di musim kemarau. Sambil ku menyusuri pekarangan kebun. Besarkan hatiku saat ini. “Tin..tin…tiiiin…suara tiga kali klakson mobil suami pulang kerja hari ini.Benar-benar mengagetkan anganku sekaligus membuyarkan alam bawah sadarku kejadian saat lalu.

Mega Hermawati,S.Pd

Cilegon,Akhir Agustus 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post