Mega Hermawati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Negeri Sakura

Negeri Sakura

Negeri Sakura

Wa grub Sagusabu sejak bulan September 2021 tak pernah berhenti memberi informasi. Sampai pada suatu malam ku membuka karya-karyaku di salah satu media guru. Ku berusaha membaca tabungan karyaku bagian tulisan jenis cerpen. Masyaallah ada sebuah jari like dan memberi komentar penyemangat suasana hatiku. Aku menyebutnya sebagai karya pena yang kedua yang belum rampung ku selasaikan sejak buku cerpen perdana terbit.

Sontak saja dengan suasana sepi di malam Jum’at awal bulan November ini. Aku hidupkan kembali laptop kesayangan. Kumainkan kibor mengikuti irama detak bunyi jam menuju menit-menit untuk segera menuangkan yang masih tersimpan dalam angan dan pikiran-pikiranku.

“Hmm,hati masih tersibukkan dengan tumpukkan pekerjaan hari-hari seorang ASN” berusaha mencari alasan tepat pikirku.

“Sudah menghasilkan berapa buku Bu Gempa” Rekan sejawatpun tak hanya satu yang berusaha mencolek melalui wa grub lagi.” Katanya.

Semua ku balas dengan tersimpul malu berribu perasaan yang menghantam dada. Karena saat itu masih belum saja terlintas untuk kembali berkarya.

“Apakah sanggup ku tuliskan lagi cerita-cerita baru” Itu permasalahannya.

Jariku pun tak menghiraukan hatiku,justru tiga empat jari-jari ini gatal terus menggelitik papan kibor. Dengan harapan ini kelanjutan cerita yang sudah mnegakrab di keseharian kehidupanku.

“Aha…ini kalimat sakti setiap ku menemukan suasana hati”

“Dapat ide …Negeri Sakura” Mataku berbinar merangkai dua kata tersebut.

Namanya Miyanto. Cukup singkat khan nama ini. Mudah diingat juga. Diantara nama-nama satu SMP lainnya. Seperti Agus Wira buana,Sri Wijaya Kusuma, Indarita Retno Mega Wulan, Gatot Subroto Prawiro Dirjo, Ipah Harnesa,Sentot Brojo Naroyono, Seger Riyanto. Entahlah siapa lagi nama-nama teman SMP yang belum ku tuliskan satu persatu. Selain sudah tak ku hapal namanya, aku sudah tak bersilahturahmi lagi kepada mereka. Satu alasan tepatku mengenai hal ini. Privasi usia yang sudah tak seumur SMP seperti kala itu. Kami sudah berkeluarga. Tak baik jikalau wa grub isinya para suami-suami orang lain atau istri-istri orang lain.

“Huh….serem juga ya, isi wa chat grub bukan muhrim tapi sok akrab-akrab” Pendapat suara hati kecilku.

“Hallo mbakku” Miyanto mencoba meluncurkan sapaan untuk memulai berbincang.

“Yoi…Hallo juga Dindaku” Aku tak kalah menyahut sebatas melegakan sapaan baiknya. Menurutku

“Indonesia musim apa” bincang berikutnya Miyanto merasa untuk memulai keakraban.

“Musim durian” sahutku tak mau memutus perbincangan

“Wah…nek kene durian gur mambu mbak” katanya

“Lha kok mambu to Mi…Piye karebmu?” ku mencari tahu maksud kalimatnya.

“Regone koyo demit mbak, dadi percuma khan kalaupun ada di Jepang?”

“Ha.ha.ha…ha….haaaaa” ketawaku pecah dengan jawaban polos dan jujur dari Miyanto.

“e…mbak tak pameri nanti sekitar bulan April Sakura akan bersemi mbak” Dia meneruskan obrolan kecil yang sungguh santai.

Tiba-tiba wifi hilang sinyal. Perbincangan kecil dengan teman SMP terputus dengan kalimat bunga sakura. Pintu kamar tidurku pun juga sudah mulai tak ada sinar lampu yang menyala. Itu sinyal kalau suamiku sedang tak mau berbagi lagi dengan teman lamaku itu. Dan kode alampun aku sudah seharusnya bergegas menuju bilik kamar kesayangan. Menyegerakan untuk menemani waktu rehatnya dalam suasana halal yang tak menegangkan.

“Ya…pasti beda dunialah” sambal cepat-cepat menuju kamar.

“Ku pun segera menyadari jika perbincangan sudah berbeda nuansa sedikit demi sedikit akan menjadi beban dalam rumah tangga” gelitik hati yang tahu mana yang harus di teruskan dan mana yang harus dihentikan.

Ku pun mengakhiri chat di dunia sosial media. Ku pun hanya melengkapi perbendaharaan penjelajahan negeri melalui googleing. Bagaimana Negeri Sakura? Seperti apa musim di negeri kimono itu? Waktu kapan salju berganti musim semi? Dan masih banyak lagi rasa penasaran ku tentang Negeri Sakura.

“Akh…teringat karya Pelangi Mimpi di cerpen pena perdanaku” pikirku

Kalau memiliki mimpi pasti akan terwujud. Tinggal waktu dan kesempatan untuk mewujudkannya.

“Mama, bikin paspor nanti liburan ke Jepang” kata anak ketigaku

“Gitu ya dik?” menyahut dengan lemparan senyum tipis.

Sebuah senyuman untuk memberi hati anak ketigaku seolah mengiakan keinginanya. Bisa terbang kilat ke negeri Oshin.

Ku menyebutkannya seperti itu. Karena ada kenangan pada masa kami. Dimana zaman SMP ku ada saluran canel di televise menayangkan film dengan judul Oshin. Film yang disiarkan salah satu tv swasta itu memberikan kepada penonton kisah gadis di negeri Jepang dengan kisah kehidupan yang lahir dari keluarga miskin di salah satu daerah terpencil di kampung atau tepatnya kehidupan pedesaan yang ada di Jepang. Demi kelangsungan hidup keluarga, Oshin kecil terpaksa “dijual” untuk dipekerjakan sebagai pembantu. Itu seingat ku. Semoga tak salah jari-jariku ini mengingat kisah hiburan pada masaku dulu.

“Mama…ya khan ma..ke teman mama yang ada di Jepang” Anak ke satu pun tak kalah ingin menambah keyakinan berlibur di Negeri itu.

“Ya…kak suatu saat” jawabku melemah.

Melemah sudah membayangkan finansial mata yen dengan mata uang rupiah. Rupiah di Indonesia bernilai besar tapi jika di tukar dengan mata uang yen pasti tak sebesar rupiahnya Indonesia. Itu artinya aku harus mengumpulkan banyak rupiah untuk sampai mewujudkan harapan dan cita-cita liburan di negeri salju itu. Itu sama artinya juga aku dan suami harus mulai menyisihkan anggaran agar tersampai niat berlibur di luar negeri.

“Haduh …tarik sabuk untuk menahan pengeluaran” Garuk-garuk kepala ku.

Mewujudkan keinginan itu tak seperti membalikkan telapak tangan.

“Yuk…lah sudah malam nak”. Mari tidur di kamar kalian masing-masing ya.

“Nga mauuuu…” anak ke dua tak mau kalah dengan adik dan kakak pertama.

“Harus liburan ke luar negeri” suaranya melengking nak?. Alisku mulai menyatu.

“Sudah…sudah.. besok pergi ke sekolah pagi-pagi khan?” bujukku mengakhiri perbincangan angan-angan anak-anakku.

Akhirnya merekapun masuk pintu kamar masing-masing.

“Nak….ku panggil mereka satu-satu” memanggil dengan tanganku rentangkan.

“Mama belum cium keningmu, belum nyubit pipi kanan, pipi kiri kalian” ledekku manja kepada mereka.

“Ia mama…nih” sambil ketiganya berlarian menghampiriku dan berrebutan dulu-duluan untuk mendapatkan ciuman manja sebelum tidur dari mamanya. Akupun mendoakan mereka. Kelak kalian mendapatkan kebahagiaan yang sesuai keingiananmu. Jadilah anak-anakku yang sholehah. Taat serta rajin beribadah. Semoga hidup kalian selalu di beri kemudahan dan keberkahan dari Allaah SWT.Tuhan segala makhluk yang hidup di alam semesta beserta isinya.

Ku selesaikan goresan ini, bahwa Negeri Sakura hanya sebatas impian kami. Dan kenyataannya adalah om Miyantozanka adalah seorang teman dari Jawa Tengah yang merantau dan sudah mendapatkan isteri di negeri Sakura juga.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post