Riska Merita

A happy teacher, a moody-writer, yellow & blue lover ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Abang Sayang
Sumber : google/familykarikatur

Abang Sayang

Aku baru saja melahirkan anak pertama. Ku beri nama Rakanaya. Akronim dari namaku dan suami. Suamiku lebih muda beberapa tahun dariku. Lelaki yang ku temui sewaktu reuni kampus tiga tahun yang lalu. Sebut saja aku yang duluan menaruh hati padanya. Dia, lelaki berpostur tinggi dan berkulit putih. Sangat memikat hatiku saat itu.

“Ra, cepatlah menikah”, mama menasihati.

“Sudah jadi pegawai negeri. Kepala seksi di kantor masa tidak ada yang melirik”, mama melanjutkan pintanya.

Aku menjawab dengan anggukan. Tidak ingin membantah.

“Nanti jadi gadis tua. Kamu sekarang sudah 30 tahun. Lewat dari itu, lelaki milih - milih. Mana mau dengan gadis tua”, lanjutnya.

Dengan terang - terangan, mama memaksaku untuk segera menikah. Beberapa kali mengenalkan aku dengan anak temannya. Menurut mama, semua anak temannya merupakan keluarga kaya yang terpandang. Aku akan hidup bahagia bersamanya.

Lama - lama aku tak tahan dengan sikap mama. Akhirnya ku ceritakan bahwa aku sudah menemukan pujaan hati. Selain itu, aku bermaksud meminta restu dari mama untuk menjalankan hubungan kami. Aku memohon ridhonya. Kata orang, restu orang tua akan mendatangkan kebahagiaan sepenuhnya.

Aku makin cinta pada abang. Lelaki yang belakangan ini selalu membangunkanku untuk tahajud. Ku pintakan dalam doa sepanjang tahun agar Allah mudahkan jalanku untuk berjodoh dengannya.

Benar saja, sebulan setelahnya. Lelaki pujaanku berani datang menghadap papaku. Sementara lelaki pilihan mama bahkan tidak pernah memberanikan diri menghubungiku. Aku memberi waktu dan terus meminta pada Sang Maha Kasih agar memberikan kekasih terbaik untuk menemaniku menjalani hidup.

Harapanku tak sesuai kenyataan. Mama mulai mengobarkan api peperangan denganku. Mama mengatakan keberatan dengan lelaki pujaanku. Alasannya sangat klise. Abang bukan dari keluarga terpandang dan kaya raya. Abang belum berpenghasilan tetap. Sungguh ini bukan zaman Siti Nurbaya.

Aku tak patah arang. Semakin panas api kebencian yang dikobarkan mama untuk abang. Semakin kencang aku memohon pada Allah untuk dibukakan jalan hidup bersama dengan abang. Abang setia membangunkanku tengah malam untuk bermunajah pada Allah. Aku makin cinta. Abang adalah segalanya bagiku. Denyut nadiku saat mama tak lagi memihak pada pilihanku.

Selang beberapa bulan kemudian, aku memberanikan diri minta dilamar oleh abang. Aku memintanya datang ke rumah, menghadap kedua orang tuaku. Aku masih perang dingin dengan mama. Aku mengurus sendiri semua keperluan pernikahanku.

Seminggu setelah menikah baru ku sadari mengapa mama sangat tidak merestui hubunganku dengan abang sayang. Aku mulai tahu karakter abang.

Suamiku, pilihanku. Pujaan hatiku. Abangku sayang.

Ternyata tidak seindah paras fisiknya. Aku hidup dalam imajinasiku saat mengenalnya.

Abang ternyata jarang sholat lima waktu, merokok adalah kebutuhan pokok baginya. Lagi pula abang malas mencari nafkah dengan alasan ini itu. Setelah pernikahan abang sering pindah tidur ke rumah ibunya.

Aku terlanjur cinta. Jadi ku telan cinta itu bersama dengan tangisan putriku. Anak perempuan pertama yang baru kulahirkan pagi tadi.

Saat air ketuban berjatuhan dari tubuhku, Abang bahkan tak punya ide bagaimana seharusnya bertindak sebagai kepala keluarga.

Aku mencari nafkah. Pergi pagi pulang petang sebagai abdi negara. Tugas kantor memaksaku lupa dengan hari perkiraan lahir yang diutarakan oleh dokter bulan lalu.

Abang, suatu waktu aku mengira semua sudah sempurna dan baik saja saat kita bersatu. Namun, ku temukan hal berbeda di luar rencana. Abang, aku tak ingin menyerah. Aku mencintaimu. Aku mengalah bukan karena kamu salah. Abang, ku yakini cinta tak akan menuntut kesempurnaan. Aku belajar memahamimu dengan sepenuh hatiku.

Setelah tangis putriku pecah, tangisku pun pecah. Hatiku pilu melihat bayi merah muda yang berselimut kain sarung etah milik siapa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post