Tiba-tiba saja hujan lebat mengguyur pulau kecil ini. Tadi pagi masih tampak jelas matahari bersinar cerah. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan selebat ini. Diufuk barat mulai terlihat mendung hitam, angin yang mulai berhembus membawa mendung itu melayang cepat diudara. Menutupi langit diatas pulau. Seketika cuaca berubah gelap, sambaran petir terlihat seperti kedipan cahaya. Rintik hujan turun mulai deras. Suaranya memekak telinga menimpa genting rumah.

Aku menyalakan lampu disetiap ruangan. Untung saja aktifitasku didapur segera berakhir. Kutata makanan yang baru saja kumasak, diatas meja. Aku memanggil anak-anak untuk sarapan. Kami duduk menikmati hidangan pagi ini. Ada 2 kg ikan yang kupesan dari penampung ikan. Disini kami menyebutnya ikan tulai. Aku senang ikan ini karena tidak bersisik, tentu saja memudahkanku membersihkannya. Hanya dengan mengeluarkan kotoran diperutnya.

Ada ikan goreng, ada ikan kuah kunyit dan sambel tomat plus terasi, sudah terhidang di meja makan. Hujan-hujan begini membuat selera makan timbul. Apalagi hidangan yang baru saja kusajikan ini masih terlihat dengan kepulan asapnya. Semua serba panas, karena baru saja matang. Aku duduk sambil menyuapi sikecil. Sementara anak-anakku yang lain sudah duduk manis dengan piring makanan mereka.

Aku lega, satu minggu ini semangat memasakku berapi-api. Bukan karena aku rajin, tapi karena dorongan rasa lapar yang selalu kurasakan ketika bangun pagi. Anak-anakku ini tidak bisa dibelikan makanan dari luar, selalu ribut rebutan, belum lagi request menu yang berbeda-beda. Kalau aku masak dirumah, masakanku sesuai dengan selera mereka, sehingga tidak ada ribut-ribut lg rebutan makanan.

13 September 2020

#TantanganGurusiana hari ke119