Dika selalu menarik perhatianku di dalam kelas. Sebagai guru yang baru pindah di sekolah ini, aku tidak begitu mengenalnya tapi ia selalu terlihat murung sejak aku mengajar di kelas ini. Setiap jam pelajaran selesai Dika selalu pergi menyendiri ke sudut taman sekolah. Di netranya terlihat bergelayut kesedihan yang tidak terlukiskan. Hal ini membuat perhatianku tidak bisa lepas dari sosoknya.

Setiap pulang sekolah Dika selalu dijemput seorang perempuan yang aku yakini ibunya menggunakan sepeda motor dengan helm yang menutupi wajahnya. Aku menjadi penasaran untuk mengetahui apa yang terjadi dengan muridku itu. Aku mencoba mencari tahu dari teman-teman sesama guru, tetapi mereka juga tidak mengetahui pasti karena Dika juga murid baru di sekolah kami. Setiap aku mengajaknya berbicara, Dika terlihat menghindar dan menjauh dariku. Hal ini semakin membuatku semakin penasaran.

Hari ini aku memutuskan untuk menemani Dika menunggu jemputannya. Dari kejauhan terlihat ibunya mendekati kami. Tanpa membuka helemnya, ibu Dika menganggukkan kepala kepadaku dan meminta Dika naik ke sepeda motornya. Aku mencoba menghalangi dan meminta waktu berbicara kepadanya. Wanita itu terlihat gugup dan berusaha menghindar. Dengan berbagai cara akhirnya aku berhasil membujuk dan memintanya membuka helem. “Maafkan aku, Mbak, Dika adalah anaknya Mas Pram” ujar wanita yang pernah menghancurkan rumah tanggaku beberapa tahun lalu itu dengan tertunduk.

Lintau, 1 Juni 2020