Aku ingin memberikan apresiasi kepada pendidik yang sangat luar biasa untuk kesabarannya. Aku ingin membuatnya bangga dengan kesuksesan ku kelak.

Guru dengan penuh kasih mendidik anak didik agar kelak bisa hidup dengan baik di masa depan.

Aku mengibaratkan guru sebagai brownis.

Bagaimana manisnya kesabaran melalui brownis.

Sabar itu indah, seindah guru dalam memperlakukan para siswa yang bermacam model tingkahnya.

Tidak ada keinginan untuk menyerah dalam mendidik terutama membentuk akhlakul karimah yang baik.

Jika mendidik tanpa tantangan lalu dengan cara apa kita merasakan indahnya sabar.

Jangan pernah sedih untuk perilaku dan didikan yang tidak sesuai dengan ekpektasi.

Dengan sepotong brownis banyak bahan yang telah dijadikan satu sebelum menjadi kue yang lezat. Salah satunya coklat batangan, gula, terigu, telur dan lain sebagainya.

Keseluruhan bahan disatukan akan membentuk menjadi sebuah rasa. itulah gambaran kesabaran dalam mendidik.

Mendidik tidak selamanya sepahit sebuah coklat batangan, tidak pula melulu selalu semanis gula, juga tidak seamis telur, tidak juga sehitam pasta brownis, dan juga dalam mendidik tidak pula selalu putih layaknya terigu.

Mendidik juga tidak sepanas api untuk memasak brownis.

Mendidik itu banyak rasa, dari rasa itulah kita belajar tentang lezatnya bersyukur, lezatnya bersabar, manisnya berharap kepada Sang Maha Kuasa.

Rasulullah saja tetap sholat, tetap bersimpuh hingga lebam kakinya meski dijamin surganya oleh Allah Swt.

Beliau melakukan itu sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Allah.

Ketika sudah merasakan syukur maka semua akan terasa lezat.