Milla Efendy

Milati Masruroh tapi dikenalnya Milla Efendy. Lahir di Brebes, 02 Mei 1979. 19 Juli 2004 - 31 September 2022 Mengajar di SMK N 1 Tonjong Kab. Brebes dan per 1 O...

Selengkapnya
Navigasi Web

Konversi Nilai

Membaca sebuah tulisan di salah satu media sosial yang membahas tentang manipulasi nilai raport. Sangat menarik untuk dibahas jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Sebagai seorang guru, mempunyai kewajiban melakukan evaluasi atau dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, dan penilaian akhir semester atau penilaian akhir tahun. Penilaian ini sebagai dasar untuk membuat nilai akhir di raport sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang guru dalam membimbing dan mengajar siswa.

Siswa jaman now jelas beda dengan siswa jaman dulu. Siswa jaman dulu, setiap kali sekolah terlihat membawa setumpuk buku pelajaran. Buku tulis untuk mencatat materi yang disampaikan oleh guru juga terlihat penuh. Setiap ada tugas dari guru, siswa selalu berusaha mengerjakan. Di luar jam sekolah, siswa juga mengikuti tambahan pelajaran atau bimbingan belajar karena merasa membutuhkan materi dan tidak mau tertinggal dengan teman lainnya.

Dengan kemajuan teknologi, kebiasaan siswa pun banyak yang bergeser. Sekolah itu hanya untuk menggugurkan kewajiban. Apalagi ada sebagian masyarakat yang beranggapan menyekolahkan anak hanya untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar atau KIP. Lumayan memprihatinkan, anak dijadikan umpan untuk mendapatkan bantuan.

Permasalahan saat kegiatan belajar mengajar cukup membuat kerepotan pada guru. Kecenderungan siswa yang tertidur di kelas, karena semalaman bermain game online sangat mempengaruhi prestasi belajar. Guru pada posisi yang serba salah, apalagi dengan program sekolah ramah anak. Hukuman bukan jalan terbaik untuk menangani siswa yang bermasalah. Harus dengan pendekatan, sehingga kesabaran guru pun setingkat dengan kesabaran tingkat dewa.

Penyampaian materi menjadi tidak maksimal pada siswa yang ngantuk apalagi tidur. Karena mempengaruhi teman-teman yang lainnya. Saling mentertawakan dan membuat sedikit kegaduhan di kelas. Imbasnya banyak siswa yang tidak paham dengan apa yang disampaikan guru.

Dalam mengolah nilai, tidak mungkin seorang guru akan mengaji atau mengarang biji (nilai) tanpa dasar nilai penilaian harian atau nilai tugas dalam bentuk portofolio. Guru yang bertanggung jawab pasti akan melaksanakan tupoksinya dari merencanakan, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalis, melaksanakan remidial dan pengayaan.

Dari hasil penilaian yang dilakukan seorang guru terhadap siswa, terkadang menghadapi sesuatu yang mengecewakan. Penyampaian materi yang sungguh-sungguh pada siswa hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Tidak tersimpan di memori. Apalagi dalam waktu satu bulan, guru keluar dari kelas siswa sudah lupa dengan materi yang disampaikan. Akibatnya saat penilaian harian, nilai tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Nilai apa adanya, tidak mungkin dikeluarkan dalam rapot karena sudah ditentukan Ketuntasan Belajar minimal (KBM) siswa. Seandainya apa adanya, maka banyak siswa yang akan tinggal kelas. Kalau hal ini terjadi, akan bertentangan dengan kurikulum tiga belas yang mengharuskan siswa untuk bisa ke tingkat selanjutnya. Memang dibuat pusing dan dilematis menjadi seorang guru jaman now.

Bagaimanapun guru tetap memiliki hati nurani. Meskipun terkadang menyakitkan kalau ada yang bilang jika setengah jumlah siswa di kelas atau lebih, nilainya di bawah KBM maka gurunya harus introspeksi diri. Artinya gagal menjadi guru yang yang baik. Berbagai cara pun sering guru tempuh dengan menambah tugas tambahan pada siswa. Hal ini dilakukan untuk mengatrol nilai yang tidak selalu tercapai oleh siswa.

Nilai raport merupakan nilai gabungan dari beberapa penilaian dan tugas. Untuk mengantisipasi nilai yang di bawah KBM, biasanya guru juga membuat konversi nilai yang nantinya akan membantu siswa mencapai nilai di atas KBM atau minimal sama dengan KBM. Jadi bukan memanipulasi nilai, tapi mengkonversi nilai yang ada untuk mencapai ketuntasan belajar siswa. Siswa yang pintar pun tidak akan dirugikan, karena nilai diolah dengan menggunakan rumus untuk menghasilkan nilai terendah yang diinginkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Itulah, Bu. Serba dilematis. KKM terkesan hanya formalitas. Kenyataan hanya benerapa persen yang tuntas. Mau membuat KKM rendah juga jadi masalah.Yah, solusinya konversi nilai. Meski terus terang untuk itu tidak karang kepala pusing, apalagi jumlah siswa sekelas banyak. Cukup sulit membuat rentang konversi.

10 Jun
Balas

Nggih bun.... Paling tdk dg konversi nilai tidak merugikan yg pintar

11 Jun



search

New Post