Menjadi guru sejatinya bukan hanya mengajar, membaca, menulis, berhitung dan mentransfer bayak pengetahuan serta keterampilan sesuai muatan kurikulum. Tugas itu saja tantangannya sudah tidak sedikit. Apalagi terkait membentuk karakter, memperbaiki sikap prilaku dan mengubah sudut pandang.

Perlu kesabaran dan kegigihan tersendiri. Terlebih untuk masyarakat di pedesaan yang kesadaran akan pendidikan masih cukup rendah. Ya itu tadi, harus sabar meski hati kadang sudah berdarah-darah... Saking sakitnya

Tapi ada juga kok yang selalu bikin lego, dan selalu mendukung walaupun jumlahnya belum seberapa. Bagian kecil itu sudah cukup membuat bahagia.

Dua puluh tahun berstatus sebagai guru membuatku cukup kenyang dengan berbagai pengalaman. Mulai dari yang pahit, asem, getir sampai yang paling pahit. mengalahkan rasanya permen nano nano yang hanya punya manis asem dan asin deh.. Pokoknya!

Seandainya di persentase keseluruhannya sekitar 75 % menyenangkan dan 25 % kurang menyedihkan. Itu masih normalkan? Masih di dominasi hal2 yang baik. Untuk mengenolkan yang 25 % tentu mustahil bro...!

Ini hidup ! Isinya mesti beragam.

Tapi waktu yang dua puluh tahun telah membuatku semakin kuat, semakin yakin dan tidak takut atau ragu dalam memutuskan sesuatu menyangkut tugas mendidik dan mengajar.

Dalam waktu itu pula aku menemukan sesuatu rasa yang sulit untuk kuungkapkan. Ada rasa puas, bahagia, ketagihan dan mencintai.

Ya mencintai lahir dan batin profesi sebagai guru...