Calon Istri untuk Papa (4)
Pulang dari dinas ke Medan tersebut aku berusaha makin mencari informasi tentang Bu Maya, berusaha mendekatinya, mengajak makan siang bareng, atau berusaha ngobrol setelah salat zuhur di musala.
Suatu hari selesai makan siang Bu Maya memegang tanganku, lalu tersenyum menatapku.
"Apa saya lebay ya Mbak, tapi kok saya merasa sikap Mbak Devi akhir-akhir ini agak aneh."
Aku menatapnya, menarik nafas lalu tersenyum.
"Saya minta maaf Bu, saya.., eh.., " aku kemudian tak bisa meneruskan.
"Ga pa pa Mbak, pelan-pelan, cerita saja."
Mataku mengabur oleh air mata, lalu tangisku pecah. Bu Maya merengkuhku, menepuk-nepuk punggungku. Aku menghabiskan sisa tangis dalam pelukannya.
Saat tangisku reda, aku melihat wajah teduh itu tersenyum.
"Sudah bisa bercerita Mbak?"
"Saya gak tau cara ngomongnya Bu."
"Tentang suamimu Mbak? Atau dijudesin mertua?"
Aku menggeleng dengan keras.
"Bukan keduanya Bu."
"Oh, syukurlah. Lalu?"
"Ini tentang papa saya, dan... menyangkut dengan Bu Maya."
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjuuttt, Bunda.
Terima kasiiih Bu.
Ditunggu lanjutannya Bu.