Hidup Kembali
Setelah tiga tahun menikah, akhirnya saya memutuskan mengakhiri pernikahan yang tidak sehat ini. Bukan karena perselingkuhan, tetapi sikap pelit suami yang keterlaluan. Secara umum saya tidak diberi nafkah, bahkan jumlah gajinya saja saya tidak tahu. Apalagi uang tunjangan atau bonus, semua gelap bagiku.
Kami sama-sama PNS, saya guru SMA, dia di Dinas Pekerjaan Umum. Alasannya membiayai kuliah adik, padahal Ibunya kepala SMP sedangkan ayahnya memiliki toko sembako yang sangat laris. Tidak mungkin sebagai PNS yang baru bekerja diharapkan untuk membiayai adiknya. Dia juga mengatakan menabung untuk biaya umrah orang tuanya, padahal orang tuanya sendiri yang mengatakan padaku, bagi mereka satu kali haji dan satu kali umrah itu sudah cukup. Setelah bercerai dia pindah ke kabupaten tempat orang tuanya tinggal, saya tetap di sini.
Setahun setelah perceraian untuk menambah ilmu dan melupakan kesedihan, saya mengambil kuliah S2. Teman-teman sekelas adalah guru dari berbagai daerah. Suatu hari Yulita, seorang teman yang lebih muda dariku dan belum menikah, mengajakku bicara berdua saja. Pertama dia menanyakan apakah saya dari kabupaten X, saya membenarkan. Yulia menanyakan apakah mengenal Rusdi Febrian. Saya terkesiap, karena itu nama mantan suami. Yulia mengatakan laki-laki itu sedang mendekatinya, katanya ia duda yang ditinggal mati istrinya. “Saya kenal dia Yul, bahkan saya tahu kalau istrinya sekarang hidup kembali.”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ahaha.... Hidup kembali, meraih mimpi. Temennya dibilangin, Bun. Jangan mau gitu hihi...
He..he.., makasih Bu Erna.
Mantap ulasanya
Terima kasih Bu Risma.