Alhamdulillah, buku yang ditunggu-tunggu akhirnya sampai di tangan dengan selamat.

Ini adalah satu-satunya genre cerpen yang coba saya tulis. Eits, bukan cerpen biasa ya, tapi cerPEN TIga paraGRAF atau dsingkat dengan PENTIGRAF. Pertama mengenal pentigraf itu sekitar pertengahan Juli 2020. Melalui beberapa komunitas menulis.

Asyik, menarik, dan habis dibaca sekali duduk. Itulah kesan pertama saat membaca pentigraf teman-teman. Karena memang hanya ada tiga paragraf, atau tak lebih dari 210 kata, untuk satu judul. Saya semakin ketagihan kala menemukan ending di setiap pentigraf yang di luar dugaan, tak disangka-sangka. Sebagai pembaca saya merasa terkecoh. Tebakan saya melesat jauh. Justru saya terperangah oleh akhir ceritanya. Itulah yang disebut dengan twist. Hal yang akhirnya saya ketahui setelah itu, sebagai salah satu ciri pentigraf itu sendiri.

Pelan-pelan saya mencoba menulisnya. Sebagai pemula ada keasyikan tersendiri. Ringkas. Saya yang biasanya suka bingung dengan tanda baca pada dialog dan dialog tag, mendapat kemudahan kala menulis pentigraf. Karena dalam pentigraf tidak dianjurkan memakai banyak dialog atau sebaiknya ditiadakan.

Dari keinginan untuk mencoba, maka kali ini nama saya benar-benar terpahat dalam buku "nama-nama yang dipahat di batu karang" sebagai salah satu pentigrafis dalam rangka 5 tahun kampung pentigraf Indonesia.

Suatu kebanggan tentunya, karena tulisan-tulisan dalam buku ini langsung dikurasi oleh penemu pentigraf itu sendiri, Bapak Tengsoe Tjahjono. Terima kasih Bapak, salam hormat saya untuk Bapak.

Pekanbaru, 14 Juli 2021

#Tagur_Hari_Ke364