Masih tentang nostalgia. Tahun lalu saya bersama Tim Literasi MTsN 7 Kediri. Ikut LIPM. Alhamdulillah pulang membawa piala. kita dapat juara. Memang perjuangan itu tidak ringan, dan saya tidak melupakan itu, meski keringat itu tetbayar dengan kemenangan. Buku-buku waktu itu menjadi andalan kami untuk memenangkan pertarungan.

Bagi kita buku siswa adalah seauatu yang luar biasa., karena jarang siswa punya buku ber-ISBN. Dengan percaya diri kami tunjukan buku-buku di depan juri. Dewan juri pun tersenyum. Namun, Ada yang janggal dengan senyumnya. kemudian. Gurunya bagaimana?.Apa punya buku juga. Akhirnya buku-buku guru ditunjukan. Termasuk buku saya. Wajah dewan juri seketika itu berubah. "La ini baru bagus, gurunya nulis buku juga. kalau cuma nyuruh siawanya membuat buku, itu gampang." Itulah point kemenangan kami.

Catatan ini senada dengan pertanyaan, Peserta seninar di JCC. "Kenapa murid bapak mau menulis buku, Kemudian saya jawab dengan komsep Dakwah litetari. yaitu mengajak orang-orang terdekat untuk menulis buku. Mirip bagaimana dakwannya Kanjeng Nabi. Dimulai dari orang tetdekat, kemudian meluas ke seluruh penjuru negeri.

Dakwah menulis saya mulai dari keluarga. Bagaimana dalam keluarga saya harus mau menulis. Alhamdulillah setelah berhasil membuat buku. Istri saya minta ikut diklat di Malang, berhasil menerbiikan buku. Beberapa tahun berikutnya anak saya juga ikut dan juga sukses menerbitiah buku. Setetah itu virus iti merembet pada siapapun.

Sebenarnya diatas hanya ilustrasi. Bahwa untuk berhasil mengajak maka harus dimulai dari dirinya sendiri. Jika sudah berhasil, tak perlu banyak bersuara. Apalagi dipaksa. Murid-murid kita pasti akan mengikuti. Salam Literasi untuk kejayaan Negeri.