M. Muttaqwiati

M. Muttaqwiati dengan M tak terdefinisi, demikian bapa ibu memberikan nama untuknya. Ia alumni jurusan Kimia IKIP Malang dan sekarang menjadi praktisi PAUD di r...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENCUIL KATA PENGANTAR KUMPULAN PUISI  CINTANYA CINTANYA KARYA M. MUTTAQWIATI, OLEH KANG IRFAN*
CINTA

MENCUIL KATA PENGANTAR KUMPULAN PUISI CINTANYA CINTANYA KARYA M. MUTTAQWIATI, OLEH KANG IRFAN*

Titaq ambil secuil.. saja, selengkapnya silakan baca dalam lembar buku Cintanya Cinta.

....Saya pun jadi meragukan keagungan kata dalam puisi. Bahwa ia sesungguhnya simbol semata seolah terus digaungkan dalam kumpulan ini. Mbak Titaq bahkan memberi judul yang mewakili kenyataan ini Cintanya Cinta. Ia sedang mengguar yang tersembunyi dari yang tampak, yang transendental dari yang profan, makna dari sebuah arti. Ya, kadang di antara manusia ada yang kehilangan lapisan dalam dari kata, lapisan dalam dari cinta. Keberbingkaian hakikatnya mengharapkan seseorang untuk menggali dan menggali sehingga permukaan takdituhankan lagi. Di sanalah puisi berada. Di sana pula cinta akan mengajak para penghayatnya.

....dalam mengantarkan kumpulan ini saya merasa bahwa menemui atau ditemui oleh yang tersembunyi adalah semacam kepulangan jiwa. Dan kata hanyalah semacam oleh-oleh semata. /PULANG/ Tahukah kau, / aku menantimu di pintu yang kita bingkai berjuta rindu/ Tempat kita bercengkerama dan membentang harap di tirai do’a tanpa batas./ Pulanglah…/ Bawakan untukku seuntai kata,/ Kalungkan di hatiku yang menunggu,/Menunggu di pintu tak berpalang kayu./. Kepulangan yang bisa dilakukan kapan saja kita mau. Bukankah rumah yang sesungguhnya bagi manusia adalah kegaiban? Merumah pada puisi adalah kembali pada Yang Mahagaib, Yang Mahacinta, Yang Mahapuisi.

Saya jadi sangat diyakinkan oleh Mbak Titaq lewat kumpulan puisinya ini bahwa berpuisi adalah salah satu cara kembali pada keimanan, pada pusat cahaya, pada rumah yang sering diragukan di akhir zaman ini. Wallahu’alam.

MERUMAH

Aku tak kan ke mana-mana

Rumahku di sini

Tempatku menyulam cinta,

Menyulam cahaya,

juga asa

Yang terlukis dalam bata-bata yang mendidinginya

Ah… merumah itu indah,

Dan aku selalu menunggu di pintuku,

Orang-orang yang merumah di cahayaku.

(28-03-2012)

(*Irfan Hidayatullah, Dosen Sastra Indonesia Universitas Padjajaran Bandung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post