Mohammad Rahmat

M. ROHMAT Lahir disebuah Dusun yang bernama Sumbergirang Desa Jamberejo Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guru Idaman - Hari ke 72

Guru Idaman - Hari ke 72

Bisa menjadi guru idaman, professional, disukai dan dirindukan siswa-siswinya, tentu menjadi keinginan kita sebagai guru, tetapi memang tidak mudah untuk mewujudkan hal itu, membutuhkan proses, latihan, dan juga upaya secara kontinyu agar keinginan tersebut bisa terwujud.

Adapun karakter pribadi dan sosial bagi seorang guru yang dapat mewujudkan kualitas dalam berbagai bentuk sikap, yaitu:

1. Guru hendaknya menjadi orang yang mempunyai wawasan yang luas. Oleh karena itu, seorang guru harus selalu berusaha secara maksimal untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuannya. Sebagai pendidik, prinsip belajar sepanjang hanyat (long life education) harus menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan seorang guru.

Prinsip ini tidak hanya berlaku bagi siswa, tetapi juga bagi guru. Guru yang justru menjadi teladan dari prinsip-prinsip ini. Dinamika dan perkembangan yang berlangsung sedemikian cepat mengharuskan seorang guru meresponnya secara kreatif. Tanpa kemauan untuk selalu meningkatkan wawasan dan pengetahuannya, maka apa yang diajarkan guru akan kehilangan perspektif yang memcerahkan. Tidak akan ada nuansa, cara pandang, dan kontekstualisasi dari apa yang diajarkan. Guru yang tidak pernah mau meng-up grade pengetahuannya ibarat sebuah kaset yang terus menerus diputar ulang tanpa ada revisi dan penambahan sama sekali.

2. Apa yang disampaikan oleh seorang guru harus merupakan sesuatu yang benar dan memberikan manfaat. Guru adalah panutan, terutama bagi siswa. Menyampaikan ilmu yang tidak benar dan tidak membawa manfaat merupakan sebuah bentuk penyebaran kesesatan secara terstruktur. Jika apa yang disampaikan tidak memiliki landasan kebenaran keilmuan yang kukuh serta tidak memberikan nilai kemanfaatan, maka mengajar akan kehilangan relevansinya bagi siswa. Sebagai akibatnya, para siswa akan ogah-ogahan, atau bahkan apatis dalam belajarnya. Siswa akan merasakan bahwa apa yang dipelajarinya bukan suatu hal yang memberi manfaat dalam kehidupannya.

3. Dalam menghadapi setiap permasalahan, seorang guru harus mengedepankan sikap yang obyektif. Sikap obyektif merupakan bentuk usaha dari seorang guru untuk memahami dan menyikapi setiap persoalan secara proporsional. Sikap emosional merupakan sebuah sikap yang kerap menjerumuskan guru kepada subjektifitas. Sikap obyektif penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Sikap semacam ini akan menjadikan seorang guru mampu melihat, menyikapi dan menghadapi segala persoalan dengan penuh kearifan.

4. Seorang guru hendaknya memiliki dedikasi, motivasi, dan loyalitas yang kuat. Karakter ini akan menjadikan seorang guru semakin berwibawa dan menjalankan profesinya dengan penuh penghayatan dan totalitas.

5. Kualitas dan kepribadian moral harus menjadi aspek penting yang melekat dalam diri guru. Tugas seorang guru bukan sekedar mengajar, tetapi juga menjadi teladan. Apa pun yang ada pada diri seorang guru akan menjadi perhatian dan sorotan para siswanya. Dengan posisi semacam ini, aspek keteladanan sangat penting untuk dimiliki seorang guru.

Guru yang pandai tetapi tidak memiliki integritas moral yang baik justru akan dapat merusak terhadap citra guru. Hal ini merupakan aspek penting yang harus memperoleh perhatian secara memadai dari setiap guru.

Sekarang ini, semakin banyak saja guru yang menampilkan citra yang negative, mulai guru yang melakukan kekerasan, melakukan tindakan amoral, dan berbagai perilaku yang kurang terpuji lainnya. Di sinilah makna penting menjaga kualitas moral dan kepribadian bagi seorang guru.

6. Gejala dehumanisasi menunjukan secara segnifikansi dalam berbagai ranah kehidupan. Pada generasi muda, gejala ini menyebar sedemikian cepat terutama karena kejiwaan mereka belum memiliki akar kepribadian yang kukuh. Selain mengajar, tugas penting seorang guru adalah bagaimana membangun watak para siswanya yang humanis. Watak humanis harus ditanamkan secara terus-menerus dalam setiap momentum pembelajaran.

Dalam kehidupan yang kian kompleks seperti sekarang ini, watak humanis akan menjadikan seseorang menjadi pribadi yang toleran, pluralis, dan melihat realitas yang multikultural sebagai realitas yang harus dihadapi, bukan ditentang, apalagi sampai menggunakan cara-cara yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Gejala kenakalan remaja yang kian menjadi-jadi merupakan tantangan besar untuk mengimplementasikan nilai-nilai humanitas. Kegersangan jiwa, kekerasan nurani, dan hilangnya penghargaan terhadap manusia lain sebagaimana tanpak dalam tawuran adalah manifestasi dari gejala dehumanisasi. Realitas semacam ini harus diminimalisir dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan secara intensif dan terus menerus. Dengan demikian, gejala-gejala yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar dapat semakin diminimalisir.

Bojonegoro, 6-4-2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap pak

07 Apr
Balas



search

New Post